Gio masih tetap tidak bergeming meski Diana sudah berusaha melepas tangannya dari pegangan tangannya.
“Gio, lepas. Saya mohon. Nanti orang-orang bisa salah paham.” Diana meminta dengan tatapan memelas.
“Miss, tenang dulu. Saya hanya ingin mengantarmu pulang. Itu saja. Saya tidak bisa melihatmu berpanas-panasan di bawah terik matahari.” Sahut Gio tanpa melepas genggamannya.
“Tapi saya baik-baik saja, lagi pula selama ini juga seperti itu. Kamu kenapa tiba-tiba bertingkah aneh seperti ini kepada saya? Jujur saya tidak nyaman.” Ucapan Diana sontak menyadarkan Gio kalau dia sudah bertindak terlalu jauh. Dia bersikap seolah memaksakan kehendaknya.Apa yang terjadi dengannya? Kenapa dia seperti terobsesi dengan Diana? Perasannya sekarang bahkan melebihi dari saat dia jatuh cinta kepada Kelly. Apakah dia benar-benar telah membuat gurunya tidak nyaman? Tapi Gio benar-benar merasa tidak rela jika membiarkan Diana kepanasan karena hanya mengendarai motor.
Gio perlahan melepas pegangan tangannya. Dia menatap Diana dengan tatapan dalam.
“Izinkan saya mengantar Miss.” Ucapnya penuh harap.
Diana menggeleng.
“Tidak, terima kasih. Dan mulai sekarang, bersikaplah sewajarnya. Aku tidak mau kita terlibat masalah.” Balas Diana dengan datar lalu menaiki motor.
“Jalan, Pak” ucapnya sebelum motor melaju meninggalkan Gio yang masih berusaha menelan kekecewaan atas sikap Diana.
Tiga hari berlalu, semenjak kejadian tempo hari, baik Diana maupun Gio mereka tidak pernah lagi bertegur sapa. Diana selalu menghindar saat berada di sekitar Gio. Begitu juga saat di kelas, pelajaran berlangsung seperti biasa. Diana hanya berbicara dengan Gio jika menyangkut urusan pelajaran. Dan saat itulah waktu yang paling dimanfaatkan Giountuk mendekati Diana. Gio sengaja bertanya berbagai hal meskipun hanya untuk mencari perhatian Diana. Tapi dengan sangat profesional dia menghadapi Gio.
Gio terlihat duduk sendiri di sebuah tempat duduk saat sekolah tampak sepi. Dia sengaja menunggu Diana sampai wanita itu keluar dari kantor dan berjalan menuju gerbang seperti biasa.Gio hanya menatap Diana yang sedang gelisah dan tampak bingung. Wanita cantik berjilbab itu hanya berdiri sambil menelepon seseorang.
Entah kenapa tukang ojeknya tidak ada, padahal baru saja dia bilang kalau dia sudah menunggu di luar. Tapi kenapa ojeknya tidak ada. Dia tidak mau kalau sampai harus menunggu angku...
“Hai Miss.” Sapaan Gio yang tiba-tiba membuat pikirannya menguap. Dia sangat terkejut karena Gio sudah berdiri di sampingnya sambil tersenyum ke arahnya. Meskipun dadanya tiba-tiba merasa berdebar tapi Diana bisa menguasainya. Kenapa Gio selalu membuntutinya seperti ini. Apa mau anak ini sebenarnya.
Diana lalu menatap Gio dengan tatapan serius.
“Gio, kenapa kau belum pulang.” Tanyanya dengan nada serius.
“Saya menunggu Miss pulang.” Jawab Gio tenang.
Diana semakin tidak mengerti.
“Apa? Tapi kenapa?”
“Saya hanya ingin mengantar Miss pulang.” Jawab Gio, masih dengan nada bicaranya yang serius seakan menuntut Diana menuruti. Kemauannya. Tapan Gio pun berubah menjadi sorot mata yang membuat jantung Diana berdetak aneh. Ada apa dengan Gio, jangan bilang kalau dia...
“Gio, kau tidak usah repot-repot melakukannya. Sebaiknya kau langsung pulang ke rumah dan persiapkan dirimu untuk ujian akhirmu nanti.” Ucap Diana berusaha memberikan nasehat selayaknya guru kepada siswanya. Dia tidak ingin Gio menganggapnya sebagai seseorang yang perlu di berikan perhatian. Setidaknya itulah yang ada dalam pikiran Diana tapi semoga pikiran itu tidak benar.
“Tapi saya tidak mau melihat Miss mengendarai motor dan harus berpanas-panasan di bawah matahari. Lagi pula, tukang ojeknya sudah pergi.” Ucap Gio sambil menatap ke depan tanpa melihat reaksi Diana yang kaget.
“Apa maksudmu sudah pergi, dia baru saja menghubungi saja kalau sedang menunggu di sekitar sini. Atau jangan-jangan kau yang menyuruhnya pergi.” Tanya Diana mulai kesal.
“Iya Miss, saya yang menyuruhnya pulang. Jadi sekarang Miss tidak ada pilihan lain, selain masuk ke mobilku dan kita akan menuju rumahmu dengan selamat.” Jelas Gio seenaknya. Ucapan Gio sontak membuat emosi Diana mencuat. Dia menatap Gio dengan tajam.
“Kau...apa maumu sebenarnya? Saya merasa kau bersikap aneh. Oke, kalau kau ingin membalas perlakuanku karena sudah memaksamu untuk bersekolah lagi. Baiklah kita batalkan saja tantangan yang saya ajukan. Kau bisa bebas melakukan apa pun semaumu tapi jangan bersikap seperti ini dengan saya karena saya tidak suka.” Terang Diana dengan tatapan yang sangat tajam. Sebenarnya dalam lubuk hatinya, ada kehangatan menjalari perasaannya setiap kali Gio memberi perhatian padanya dan anehnya dia sangat menyukai itu. Mungkin karena selama pernikahannya, dia tidak pernah merasakan kasih sayang dan perhatian dari suaminya. Hanya perasaan hampa tanpa cinta yang menyiksa jiwa dan raganya. Sehingga ketika mendapatkan sedikit perhatian dari orang lain, dia seakan merasa di hargai dan di harapkan.
Tapi, dia juga masih punya etika untuk tidak larut dalam fatamorgana yang dia sangat tahu hal itu tidak akan bisa berlangsung lama. Andai saja Gio adalah orang yang di temuinya di luar sana, orang yang siap membawanya pergi dari kungkungan penderitaannya. Yang bisa menyelamatkan hidupnya dan memberikan cinta dan kebahagiaan walau hanya sedikit saja. Gio, andai kau bukan siswaku...
“Miss maafkan saya, tapi pendirian saya juga tidak mudah untuk di patahkan hanya karena kau tidak suka. Saya tetap akan mengantarmu pulang. Kau baru saja bilang kalau saya bisa berbuat apa saja kan. Jadi sekarang saya akan melakukannya. Mau atau tidak, Miss akan saya antar pulang.” Ucap Gio bersikeras.
Diana menghembuskan napasnya.
Dia lalu menatap Gio dan dilihatnya tatapan itu sangat murni penuh kesungguhan.
“Gio, kau tidak mengerti. Kalau kau bersikap begini terus nanti orang-orang-orang salah paham. Aku tidak mau itu terjadi.” Ucapnya mengharap pengertian Gio.
“Salah paham apanya Miss, saya hanya menawarkan tumpangan untuk Miss pulang ke rumah dengan nyaman dan selamat. Itu saja, apa itu berlebihan?” Elak Gio. Sangat susah ternyata wanita ini di taklukan.
“Saya tidak tahu, tapi saya merasa kau berlebihan. Saya merasa kau..” ucapan Diana terhenti dan mengedarkan pandangannya di tempat lain. Hatinya bercampur aduk. Mulutnya menolak perhatian Gio tapi hatinya berkata lain. Ah, mungkin pikirannya saja yang berlebihan.
“Saya apa Miss? Katakan.” Tanya Gio dengan serius. Dia bahkan sudah berani menyentuh kedua lengan Diana agar tubuh mereka berhadapan. Dia lalu menatap mata hazel yang menatapnya dalam. Sangat jelas dia melihat sinar damba yang semakin membuat dadanya berdebar-debar. Diana jangan...
Dia menggeleng.
“Tidak, tidak ada apa. Baiklah kalau kau bersikeras, lagi pula saya juga tidak ada pilihan lain. Tapi mu...”
“Mulai sekarang dan seterusnya, saya akan mengantar Miss pulang.” Ucap Gio dengan senyumnya yang mengembang.
Diana hanya ternganga tidak percaya dengan apa yang di dengarnya.