Mendambanya

1030 Kata
Diana masih berdiri mematung saat Gio membukakan pintu mobil untuknya dan melihat siswanya itu menggerakkan kepala memberi kode kepadanya untuk segera masuk ke dalam mobil. Dengan ragu, Diana melangkah masuk dan duduk dengan kikuk di jok depan di samping Gio. Setelah menutup pintu mobil Gio melirik Diana sebentar dan mulai menyalakan mesin mobil. “Sudah siap Miss?” Tanya Gio dengan senyum simpulnya. Diana hanya mengangguk singkat tanpa berkata apa pun. Mobil kemudian melaju membelah jalan di bawah terik matahari yang menyengat. Suasana hening pun tercipta di dalam mobil yang sedang melaju itu. Diana sama sekali tidak mengucapkan sepatah kata pun. Sedangkan Gio hanya sesekali melirik Diana yang hanya terdiam sambil menatap kearah jendela kaca mobil. Tapi tiba-tiba tangan Gio bergerak membuat Diana yang tanpa sengaja melihatnya langsung terkejut, apalagi tangan itu bergerak seakan kearahnya. Jantung Diana seketika berdetak kencang, apa yang akan dilakukannya kali ini? Tapi ternyata Gio hanya ingin menyalakan musik. “Apa sudah lebih baikan, Miss? Sejak tadi kau terlihat sangat tertekan. Musik ini sangat menyenangkan. Jika pikiran sumpek, musik bisa mengembalikan mood kita.” Terang Gio, dia lalu menatap Diana sejenak dan kembali fokus menyetir. Musik mengalun dengan hentakan cepat namun sangat asik terdengar ditelinga. Dan benar apa yang dikatakan Gio, ketegangan dan rasa cemas Diana berangsur berkurang. Semenjak menikah, dia hampir tidak pernah mendengarkan musik apa pun. Dia juga sangat jarang memanjakan diri dan pikirannya walau hanya sekedar jalan-jalan di taman. Diana sibuk mengurus ibunya yang di rawat di rumah sakit dan melayani suami nya dan menerima dengan pasrah semua perlakuan kasarnya di rumah. Satu-satunya hiburan yang membuatnya masih bisa bertahan adalah ketika dia berada di sekolah. Saat dirinya berdiri di depan kelas dan menjelaskan setiap pelajaran serta bercengkerama dengan semua siswa kesayangannya. Dia tidak pernah berpikir jika selain itu masih ada cara simpel lain untuk membuat perasaan lebih bersemangat. Diana lalu tersenyum dan menatap Gio, sungguh anak ini adalah sangat baik dan tulus. Mungkin memang hanya perasaannya saja yang berlebihan. Lagi pula, mana ada seorang siswa yang jatuh cinta kepada guru yang sudah bersuami? Diana, kau memang selalu berpikiran konyol. “Nah kan, Miss sudah bisa tersenyum sekarang. Itu lebih baik dari pada hanya terus melihat wajah cemas Miss sampai perjalanan usai.” Ucap Gio sambil terus menatap ke depan. Kening Diana berkerut, bisa-bisanya anak ini melihat senyumnya padahal dia sama sekali tidak pernah melihat kearahnya. Senyumnya pun hanya sekilas. “Dari mana kau tahu kalau saya tersenyum?” tanyanya heran “Aku selalu tau setiap pergerakan Miss. Jadi jangan kan tersenyum yang memang jarang Miss lakukan, isi hati Miss pun aku tau kok.” Jawab Gio seenaknya. Dia sengaja menjawab seperti itu karena ingin melihat seperti apa Diana bereaksi. “Ih kau ini, memang menjengkelkan dan sok tahu. Sudahlah, meyetir saja dengan benar.” Ucap Diana. Dia baru saja ingin berterima kasih dengan tulus karena telah sedikit menghiburnya, anak itu malah membuatnya jengkel. Dasar anak remaja, bisanya hanya seenaknya saja. “Miss, aku mau nanya.” Ucap Gio kemudian. Dia lalu menoleh ke arah Gio yang juga sedang menatapnya. Dan entah kenapa tatapan Gio seakan sangat dalam sehingga jantung Diana juga berdetak lebih cepat dari biasanya. Mematahkan anggapan jika dirinya sempat berpikiran konyol dengan mengira Gio menyukainya. Tapi tatapan ini, seakan membuatnya larut ke dalamnya dan hampir tidak bisa kembali. Untung saja suara Gio kembali menyadarkannya. “Apa Miss mendengarkan aku?” “Eh..a..iya mau bertanya apa?” Diana dengan susah payah mengembalikan perasaannya yang sempat tersesat entah ke mana. Ada apa dengan dirinya akhir-akhir ini? Kenapa setiap kali Gio menatapnya hatinya bagai bersorak juga. Benar-benar memalukan. “Loh kok, wajah Miss memerah? Apa Miss tidak apa-apa?” tanya Gio, dia terlihat cemas. Gio bahkan menepikan mobilnya ke sisi jalan dan berhenti di sana. “Aku baik-baik saja, Gio. Loh kenapa kamu berhenti. Ayo lanjutkan lagi.” Ucap Diana yang sudah merasa kelabakan karena ternyata wajahnya sama sekali tidak bisa menyembunyikan perasaannya. “Tapi Miss, aku khawatir Miss nanti sakit. Kita pelan-pelan saja ya. Santai dan menikmatinya.” Gio menambahkan, dia sampai menyentuh wajah Diana tapi tidak merasakan apa-apa. Suhunya normal. Tapi setelah mengetahui itu, tangan Gio masih saja betah berlama-lama di wajah Diana. “Kau ini ngomong apa sih, eh apa yang kau lakukan? Aku sungguh tidak apa-apa.” Sanggah Diana. Dia kemudian menyentuh tangan Gio bermaksud menjauhkannya dari wajahnya tapi tiba-tiba tangan Gio malah balik menggenggamnya. Lagi-lagi tatapan itu, Gio selalu menatapnya seperti itu, membuat hatinya bingung dan salah sangka. Terbukti, dia seakan tidak punya kekuatan sedikitpun untuk menepis tangan Gio. Kehangan sentuhan Gio, seakan meresap masuk ke dalam hatinya yang selama ini membeku, membuatnya merasa nyaman. “Miss kau bertambah cantik jika wajahmu merona seperti itu.” Ucapan Gio kembali menyadarkannya. Dan kali ini Diana sukses tidak berkutik di hadapan siswanya itu. Diana langsung menunduk karena malu dan gugup. Kenapa dia merasa seperti anak remaja yang tengah merasakan jatuh cinta? Dan apa-apaan situasi ini? Tangannya bahkan tidak bisa dia gerakkan walau hanya untuk melepas pegangan tangan Gio. “Miss, kau mau jalan-jalan dulu sebelum aku antar ke rumah?” “Deg..!” Mendengar kata rumah, akhirnya semua perasaan anehnya seketika kembali normal. Perasaan senang dan nyaman yang baru saja dia rasakan lenyap dan digantikan oleh bayangan wajah suaminya yang menyeramkan. Dia dengan refleks melepaskan tangannya dari genggaman lembut tangan Gio yang sempat menghanyutkan perasaannya untuk sesaat. Ada apa denganmu Diana, kau benar-benar sudah tidak waras. Pikirnya. “Tidak..! Cepat antarkan aku pulang Gio. Aku pasti akan terlambat.” Ucapnya dengan serius. Raut wajahnya kembali tegang dan cemas. “Baik, Miss. Tapi kenapa kau tiba-tiba berubah cemas lagi? Apa aku salah bicara?” tanya Gio bingung. Dia benar-benar mengutuk mulutnya sendiri karena sudah berkata yang membuat perubahan drastis Diana. Padahal hatinya sudah bersorak bahagia saat melihat Wanita pujaannya itu sudah bisa tersenyum. Dan yang lebih membahagiakannya adalah, saat dimana Diana sama sekali tidak menolak ketika dia menggenggam tangan gurunya itu. Tapi kenapa dia seakan sangat sensitif dan terlihat ketakutan ketika mendengar kata rumah? “Sudahlah Gio, tolong segera antarkan saya ke rumah secepatnya.” Desak Diana semakin cemas. “Baik, Miss.” Gio hanya bisa mengikuti kemauan Diana kali ini. Gio lalu mulai menghidupkan mesin mobilnya kembali dan segera bergerak meninggalkan tempat itu, tapi suara getir Diana kembali mengejutkannya. “Mas Bima..?” Gio menoleh ke arah Diana yang sedang menatap sesuatu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN