“Ridwan, ... istrimu pingsan!” Pak Kuswo refleks membentak sang menantu lantaran Ridwan tetap membiarkan Syifa.
Pak Kuswo berinisiatif merengkuh tubuh putrinya. Di lain sisi, Shanum yang takut Bima Ardelio membantu, sengaja meliriknya tajam. Lirikan penuh peringatan seiring ia yang memberi kode agar suaminya itu mundur dan menjaga jarak dari Syifa.
“Sekali-kali, coba diperiksa sekujur tubuhnya pakai rontgen, apa malah CT Scan sekalian. Coba otaknya diperiksa sekalian. Ada cacingnya, apa malah ada dinosaurusnya! Medis, sekadar orang kena mental kan tetap kelihatan. Kalau sampai iya kebukti, cukup ditindak lanjuti, diberobatkan. Namun jika tidak terbukti, wajib dipertanyakan. Masa iya, wanita suci kok kelakuannya bikin kesetanan!” jengkel Shanum yang kemudian dibentak oleh orang tuanya.
“Ada apa lagi, sih? Sudah sama-sama nikah, masih diributkan saja? Kamu bahkan dapat suami lebih baik!” tegas pak Kuswo meski ia melakukannya dengan suara lirih.
“Kalau Bapak bisa lihat hati aku, Bapak bakalan tahu, bahwa Bapak gagal jadi Bapak, Pak! Sekarang aku tantang kalian, ... ayo periksakan mbak Syifa si wanita suci ini ke rumah sakit. Cek semuanya termasuk mental dan otaknya. Benar kah serawan itu kondisinya melebihi mereka yang terkena penyakit ganas?” tegas Shanum. Karena Ridwan hanya diam, ia juga tak segan menggunakan tas di pundak kanannya untuk menghantam wajah pria itu.
Bima Ardelio yang merangkul erat Shanum, menjauhkannya dari mereka yang ada di sana, dan tentunya sekalian menenangkannya.
Sakit sekali, itulah yang Shanum rasakan. Saking sakitnya, Shanum yang biasanya selalu berisik ketika sedang sangat emosi, kini tak lagi bisa berbicara. Air matanya saja yang jadi sibuk berlinang.
“Cari hapeku. Semua bukti dari tuduhan fitnah kepadaku ada di sana. Bukti yang bikin aku diusir warga dan dianggap sebagai wanita tidak benar. Hanya karena ada foto senonoh wanita mirip aku dengan pria berbeda di setiap fotonya,” lirih Shanum sesenggukan.
“Bahkan gara-gara itu juga, aku DIBUANG OLEH CALON SUAMI BAHKAN ORANG TUAKU SENDIRI!” lirikan tajam Shanum menampar Ridwan maupun kedua orang tuanya yang hanya fokus mengurus Syifa.
“Bahaya ini kalau mas Ridwan jujur, bahwa ponselnya ada di aku,” batin Syifa yang kemudian sengaja menjerit kesakitan sambil guling-guling dan memegangi perutnya.
Walau Syifa yang mendadak pura-pura kesurupan, justru Shanum yang seolah mendapatkan tenaga ekstra. Setelah menyingkirkan rangkulan sang suami, Shanum juga pergi ke kamar mandi yang keberadaannya ada di ruang bagian belakang, bersebelahan dengan dapur. Satu ember besar bekas cat berisi nyaris penuh, Shanum angkat. Tepat di sebelah Syifa, ia menuang sekaligus mengguyurkan air tersebut ke wajah sang kakak.
Syifa yang awalnya heboh mirip kuda lumping kesurupan, refleks diam. Dari keadaannya, Syifa sempat menenggak air yang Shanum guyurkan dan berakhir terbatuk-batuk.
“Air bekas cuci piring hajatan yang menampung segala sisa makanan di piring dan gerabah lain, biasanya memang mujarab mengatasi kesurupan!” singkat Shanum.
Bima Ardelio yang sempat khawatir istrinya lebih ganas dari reog yang sedang mengamuk, mendadak sibuk menahan tawa. Begitu juga dengan orang Bima Ardelio yang akan mencari ponsel Shanum.
“Ya ampun perih ... panas begini.” Syifa yang berucap lirih, berangsur menatap sang adik. “Itu tadi beneran air bilasan cuci piring?”
“Bukan bilasan. Bilasan sih bersih. Itu air pertama sebelum piring dan gerabah disabunin! Ampuh kan mengatasi kesurupan? ” sinis Shanum dan membuat Bima Ardelio makin kesulitan mengendalikan tawanya. Hanya saja, Shanum tak sampai menyaksikannya lantaran terlalu fokus pada emosinya.
“Sekalian—” Ridwan berucap agak lantang. Ia sengaja mengambil alih pembicaraan.
Ketika semua perhatian langsung tertuju kepada Ridwan, Ridwan sengaja memfokuskan tatapannya kepada pak Kuswo.
Pak Kuswo yang masih berlutut di sebelah Syifa dan turut terguyur air mujarabnya Shanum, jadi fokus ke Ridwan.
“Saya mau tanya, Pak. Benar, bahwa sebelum menikah dengan saya, Asyifa pernah menikah siri dan sampai keguguran. Sementara pernikahan itu hanya diketahui oleh orang tua kedua pihak?” tanya Ridwan.
“WAW! AMAZING! Akhirnya, satu di antara sederet keajaiban dunia, terbongkar juga!” komentar Shanum sambil bersedekap, tak lama setelah Ridwan juga menjabarkan. Bahwa Syifa baru mengabarkan fakta tersebut, sebelum malam pertama.
Pak Kuswo langsung tidak bisa berkata-kata. Ia menunduk dan memang menahan malu. Bagaimana bisa, putrinya yang bernama Syifa, dan selama ini terkenal alim, mendadak memberikan pengakuan yang sangat jauh dari fakta.
Diamnya pak Kuswo yang tidam bisa menyangkal apalagi membenarkan, dirasa Ridwan sebagai wujud perlindungan seorang orang tua yang begitu menyayangi putrinya.
Syifa yang sempat gelisah, perlahan juga berangsur menunduk dalam. Syifa seolah pasrah dan sadar tak bisa menghentikan apa yang telanjur melesat sangat cepat.
“Hapemu juga disimpen mbakmu, Dek! Semalam aku enggak sengaja lihat ada hapemu di tas mbakmu. Hapemu, wallpaper–nya kolase foto kita, kan?Mbakmu bilang, kamu titip ke dia, Dek. Itu beneran, apa ... lagi-lagi aku ditipu?” ucap Ridwan sengaja jujur, sebagai balasan rasa kecewanya kepada Asyifa.
“Waw ... waw ...! Suamiku bahkan sampai sewa ahli khusus dan memang menemukan jejak sinyal hapeku ada di sini. Ternyata memang benar? Dan, kapan aku nitipin hapeku ke Mbak, Mbak?” ucap Shanum.
“Num, sudah, cukup!” tegas pak Kuswo lirih, tetapi tatapannya kepada Shanum, benar-benar tajam.
“Dibela terus saja, Pak. Minimal dikasih arahan, biar mbak Syifa tidak jadi penjahat! Jika cara Bapak bahkan Mamak terus begini, akan ada waktu kalian menjadi orang paling terluka sekaligus menyesal karena sudah salah didik!” sengit Shanum yang lagi-lagi berlinang air mata, meski tatapannya kepada sang bapak, dipenuhi emosi.
“Mas Ridwan sendiri yang barusan bilang. Mbak Syifa ngaku pernah nikah siri, pernah keguguran juga. Jangan sampai, semua yang di foto itu malah Mbak Syifa, ya!” tegas Shanum. “Sudah lah, sekarang aku sudah enggak peduli. Yang penting sekarang balikin hapeku. Biar semuanya tahu, lima tahun aku kerja di Bandung, jangankan zina sembarangan dan dengan percaya dirinya difoto video pula. Sekadar ke kamar mandi apa makan saja, terpantau CCTV!”
“Jadi, ... jangan-jangan yang di foto maupun video itu, menang Syifa, ya? Dan ... ternyata suaminya Syifa, justru ... calon suami Shanum. Dan ... lima hari lagi harusnya menjadi hari pernikahan mereka? Hmmm, kalau aku usut, jangan-jangan, ... pernah menikah siri dan sampai keguguran, dan hanya diketahui oleh orang tua kedua pihak. Wah, ... ini sih plot twist!” batin Bima Ardelio.
Bima Ardelio jadi kembali menenangkan Shanum. Sebab sang istri histeris lantaran Syifa tetap tidak mengaku. Istighfar menjadi jalan ninja Syifa dalam menyelesaikan masalah.
“Tega banget kamu sih, Mbak. Salahku ke kamu apa? Jahat banget kamu. Kamu ambil semuanya dariku. Bahkan meski sudah begini, orang tua kita tetap hanya peduli kepadaku! Cepat balikin hapeku. Aku enggak akan minta uang lima puluh lima juta itu asal sekarang, kamu balikin hapeku!” Shanum terus memberontak, meski sang suami memeluknya erat.
“Panggilkan polisi untuk menggeledah rumah ini agar lebih gamblang. Data bahwa aktivitas terakhir sinyal ponsel Shanum, bisa menjadi bukti. Karena saya juga mengharapkan keadilan untuk istri saya! Saya bahkan tak segan memberikan hadiah pada siapa pun yang menemukan ponsel istri saya!” tegas Bima Ardelio sambil mendekap Shanum sangat erat.
Shanum yang masih tersedu-sedu, dengan segera meminta sang suami untuk memanggil polisi. Agar tak ada yang merasa dirugikan lagi.