13. Pengakuan Mengejutkan

1084 Kata
“Sebenarnya, ... aku dan calon suamiku yang meninggal. Kami pernah menikah siri, Mas. Aku bahkan ... pernah keguguran!” Syifa berucap penuh penekanan. Karena Ridwan hanya diam meski Syifa sudah menunggu balasan suaminya itu cukup lama, Syifa memberanikan diri mengangkat tatapannya. Di hadapannya, pria yang usianya hanya satu tahun lebih tua darinya itu terlihat sangat terkejut. Ridwan sampai tidak bisa berkata-kata. “M—Mas ...?” “M—maksud kamu, apa, Fa?” “Inilah yang jadi alasanku depresi nyaris jadi ODGJ, Mas! Karena aku tahu betul, harga diri seorang wanita hanya dilihat dari kesuciannya. Dari keperawanannya!” jelas Syifa sambil menatap saksama wajah apalagi kedua mata suaminya. “Sementara pernikahan siriku dengan almarhum, hanya diketahui oleh orang tua kami. Siapa pun yang menikahiku pasti akan mundur jika tahu yang sesungguhnya ya Allah. Mereka akan menganggapku hina, meski pernikahan siri yang aku jalani jelas berbeda dengan seperti yang adikku lakukan. Ini lah alasanku ragu menerima lamaran orang tua Mas!” Syifa berlinang air mata seiring kesibukan Ridwan menghela napas. Dari cara Ridwan, pria itu seolah tidak bisa menerima kenyataan, bahwa ternyata Syifa sudah tidak perawan. Barusan, Syifa dengan sadar mengakui bahwa dirinya merupakan janda dari pernikahan siri. Keadaan yang bagi Syifa tak kalah hina dari perbuatan Shanum adiknya, berikut skandal foto senonoh Shanum yang menggemparkan masyarakat satu kabupaten. “Bagaimana, Mas? Aku hanya berusaha jujur, agar Mas enggak merasa tertipu—” “Kenapa baru sekarang? Kenapa setelah kita menikah, dan tepat di malam yang akan menjadi malam per tama kita, kamu beru mengatakannya?” Ridwan nyaris menangis. Ia terlalu kecewa. Jika pada akhirnya sama saja, sama-sama ‘bekas’ pria lain dan sudah tidak perawan. Tentu ia lebih memilih Shanum. Berbeda dari sebelumnya, kali ini Syifa tak langsung menjawab. Alasan yang membuat Ridwan makin kecewa. Padahal baru saja Syifa berdalih bahwa dirinya tidak mau membuat Ridwan dan pihaknya merasa tertipu. Namun, kenapa yang ada, kesannya Syifa sengaja menipu? “Tadi kamu sendiri yang bilang, bahwa kamu takut aku mengira kamu sengaja menipuku. Intinya begitu. Namun sekarang—” Ridwan berucap penuh penekanan. Ia tak sampai berteriak mengingat di luar masih banyak orang. “Karena ... karena ini terlalu tiba-tiba, Mas!" Sergah Syifa meyakinkan dan berharap sang suami percaya. “Tadinya kan yang mau nikah sama Mas, Shanum. Sementara karena foto-foto Shanum, orang tua Mas melamar aku. Aku terlalu terkejut apalagi yang tidak paham keadaan pasti akan menyalahkan aku. Di luar sana, orang-orang pasti akan menganggap aku sebagai pelakor, Mas. Aku nikung adik kandungku sendiri!” “Bisa Mas bayangkan betapa bingungnya aku, tapi nama baik keluarga kita dipertaruhkan. Demi nama baik kita semua, aku rela dianggap hina karena justru menikah dengan calon suami adikku di sendiri, di tengah hari pernikahan kalian yang hanya kurang enam atau lima hari lagi!” ucap Syifa benar-benar emosional dan air matanya makin banjir membasahi pipi. Alih-alih fokus pada ucapan sekaligus Syifa selaku pembahasan mereka dan sangatlah serius. Andika justru terkecoh pada gigi atas sebelah kanan sang istri yang ... ompong. “Gigi atas sebelah kanan punyamu ke mana? Kok ... ompong?” ucap Ridwan refleks dengan suara lirih. Entah mengapa, melihat Syifa yang tadinya tidak ompong justru mendadak ompong, dan fatalnya itu di malam pertana mereka. Yang ada Ridwan malah ngeri, horor, takut. “Eh ....” Syifa kebingungan. Ia menunduk, kembali menggunakan kedua tangannya untuk menutupi mulut. Namun kemudian ia sadar, ulahnya itu percuma karena Ridwan sudah telanjur melihatnya. “Ini yang tadi diamuk Shanum, Mas. Sakit banget tahu, kamu malah—” Syifa memasang wajah memelas. Namun, jangankan iba kemudian menenangkannya dan sampai memeluknya. Ridwan yang sama-sama duduk di ranjang tidurnya, malah pamit pergi keluar. “Mas ...?” lirih Syifa berusaha menahan. “Aku mau merokok sebentar,” balas Ridwan tanpa sedikit pun menoleh. Syifa terdiam lemas. Ia ditinggalkan padahal sebelumnya, mereka sama-sama siap untuk menjalani malam pertama. Tempat tidur yang juga sampai dihiasi kelopak bunga mawar merah mendadak tidak ada mesra apalagi romantisnya, setelah Ridwan pergi. Sebab yang ada, kepergian Ridwan tak ubahnya penolakan secara halus yang ia terima. “Futttt! Gimana ya ... Syifa memang enggak salah. Enggak ada yang bercita-cita jadi janda. Namun, kenapa aku tetap merasa ditipu. Kenapa rasanya tetap enggak ikhlas. Aku nyesel ....” Batin Ridwan benar-benar berisik. Padahal keputusannya merokok di teras depan rumah mertuanya, untuk mencari ketenangan. Hajatan masih berlangsung. Orjen tunggal selaku hiburannya juga belum usia. Biasanya memang sampai malam, sampai sekitar pukul dua belasan. Sementara kini baru pukul sebelas malam, selain Ridwan yang sudah sekitar setengah jam meninggalkan Syifa. Sudah tiga batang rokok yang Ridwan habiskan, tetapi keputusannya tersebut justru membuatnya melihat kepulangan orang tua Syifa. Orang tua Syifa diantar menggunakan mobil bagus. Ibu Wati memakai kebaya pesta warna merah muda. Sementara pak Kuswo memakai batik lengan panjang bernuansa senada dengan yang sang istri pakai. Ridwan yakin, seragam yang dipakai mertuanya merupakan seragam dari pihak suami Shanum. Seragam yang jauh lebih berkelas dari seragam sewaan yang ia bayarkan ketika keduanya menjadi bagian dari acara pernikahannya dan Syifa. “Stttt! Jadi ingat Shanum. Cantik banget gitu, kok kalau di foto kelihatan biasa saja. Teman-temanku sampai kompak bilang, Shanum enggak cantik.Cantikan Syifa. Kok tapi ... kok tapi, nyatanya malah zonk!” batin Ridwan yang juga menyayangkan, kenapa Shanun justru ikut-ikutan menikah di waktu yang sama? “Andai Shanum belum nikah, aku enggak akan mikir panjang buat batalin pernikahanku dan Syifa. Atau, aku talak Syifa sekalian. Masa bodo dengan malu atau itu jilat ludah sendiri!'' batin Ridwan terpaksa masuk lantaran tak mau membahas pernikahan Shanum dan Bima Ardelio, dengan kedua mertuanya. Suka tidak suka, mau tidak mau, pertemuannya dengan mertuanya yang masih merupakan orang tua kandung Shanum, pasti akan membuat mereka terlibat dalam obrolan membahas pernikahan Shanum dan Bima Ardelio. “Hah ... ternyata Bima Ardelio bos tajir. Dari keluarga terpandang. Ijab kabul saja pakai helikopter. Seserahannya juga bagus banget. Ada kunci motornya. Eh, itu tadi kunci motor apa kunci mobil? Niatnya balas dendam dengan menikahi kakak kandungnya. Malah aku yang kebanting karena Shanum justru dapat yang lebih dari aku. Hah ... kenapa aku justru jadi sibuk mikirin pernikahan Shanum dan suaminya?” batin Ridwan jadi kelimpungan sendiri. Apesnya, baru juga masuk kamar Syifa, ia justru harus berhadapan dengan Syifa yang justru sangat jauh dari ekspetasinya. Fatalnya, Ridwan tak sedikit pun tertarik kepada Syifa, bahkan meski untuk pelampiasan sesat. Entah mengapa, rasa untuk Syifa mendadak menguap begitu saja, tanpa sisa. Tak lama setelah Ridwan melihat sekaligus terpesona pada wujud asli Shanum yang cantiknya mengalahkan kecantikan bidadari. Ditambah lagi, pengakuan Syifa yang membuatnya merasa ditipu mentah-mentah.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN