Tatap abu-abu Ferdy menembus iris cokelat keemasan Bee dan membuat saraf-saraf wanita itu menegang. Bee bergeming dalam posisi duduk dengan kedua tangan berada di samping tubuhnya. Bibir Bee yang sedikit gemetar lantaran ketakutan menenggelamkan Ferdy pada memori enam tahun silam di sebuah kelab malam di Tulsa, Oklahoma. Ia pernah melihat bibir perempuan itu gemetar. Bukan hanya bibirnya tapi seluruh tubuhnya. Note, bukan karena hal bertanda kutip. Beneran gemetaran.
Malam itu adalah malam terakhirnya berada di Tulsa. Setelah memutuskan akan kembali ke Indonesia, Ferdy dan empat sejawatnya mengadakan pesta perpisahan di Valkyrie, sebuah kelab malam ternama di sana. Ferdy ingat betul ia hanya minum sebotol bir dan mengisap sebatang rokok sebelum kekacauan yang membuatnya berurusan dengan polisi negara bagian terjadi.
Saat itu ia baru keluar dari toilet ketika pandangannya menangkap seorang perempuan Asia yang sedang mencoba melepaskan diri dari dekapan seorang pria bule beperawakan tinggi dengan bahu lebar seperti pemain football. Tangan berotot pria itu dipenuhi tato. Ferdy hampir saja mengabaikannya dan berpikir kalau mereka hanyalah sepasang kekasih yang sedang bertengkar jika ia tidak mendengar perempuan itu berbicara dalam bahasa Indonesia.
"Lepaskan aku! Tolong!" Kalimat dalam bahasa Indonesia itu yang kemudian menarik perhatian Ferdy untuk mendekati mereka. Meskipun sebagian besar dari pengunjung kelab menyaksikan pelecehan yang dilakukan oleh pria itu, tetapi mereka seakan tidak peduli dan cenderung mengabaikannya. Namun, tidak untuk Ferdy. Jiwa kesatrianya tertantang untuk melakukan misi penyelamatan terhadap teman sebangsa dan setanah air.
"Hey! Let her go!" Ferdy menginterupsi kegiatan pria bule itu.
Si pria berotot menoleh padanya dan melayangkan pandangan sinis. "What's your business?"
"Her." Ferdy menunjuk perempuan yang berada dalam dekapan paksa pria itu dengan tatapannya.
Si perempuan membalas tatapan Ferdy dengan tatapan yang seolah-olah berkata, “Tolong aku”. Hal itu yang membuat tekad Ferdy semakin kuat untuk melakukan misi penyelamatan.
"Just get the hell outta here!" sergah si pria berotot.
"Not without her," sahut Ferdy dengan tenang dan tersenyum mencemooh.
Si pria berotot murka. Ia memanggil beberapa temannya yang tidak lebih seram dari tampangnya. Ferdy hanya mengembus napas melepas ketegangan, lalu menghela napas panjang mengumpulkan keberanian dan tenaga sebagai amunisi untuk menghadapi para preman itu. Pantas saja semua orang seakan tidak peduli dengan keadaan perempuan itu. Pria itu yang punya wilayah, pikir Ferdy.
"What's going on?" Salah satu sejawat Ferdy mendekat melihat ketegangan yang terjadi.
Tidak ingin melibatkan orang lain Ferdy meminta sejawatnya kembali ke meja mereka. "Nothing. Just go back to our table!"
Belum sempat berbalik untuk meninggalkan Ferdy, tiba-tiba seorang pria berjaket kulit hitam meninju wajah teman Ferdy. Mau tidak mau, perkelahian pun tidak terelakan lagi. Melihat kedua temannya berjibaku melawan beberapa pria, ketiga teman Ferdy yang lain ikut membantu. Suasana kelab malam itu semakin menegang dan kacau balau. Petugas keamanan kelab pun tidak mampu menghalau perkelahian.
Ferdy berusaha mengamankan perempuan yang menjadi korban. Ia menarik perempuan itu dari cekalan si pria berotot. Beruntung, salah satu teman Ferdy ikut membantu hingga Ferdy lebih mudah membawa perempuan itu menjauh dari perkelahian.
"Kamu tunggu di sini," tutur Ferdy setelah mencapai meja bar.
Perempuan itu membulatkan mata cokelatnya. Melihat penampilan Ferdy yang sama sekali tidak terlihat seperti orang Asia, ia hampir tidak memercayai apa yang ia dengar. "Kamu berbahasa Indonesia?"
"Jangan lihat penampilan saya. Saya orang Indonesia," jelas Ferdy.
Tiba-tiba perempuan itu berteriak memberi peringatan pada Ferdy. "Awas!!!"
Ferdy tersentak. Lucky him, saat pandangan terkejutnya mengarah lurus ke depan, ia menangkap bayangan pria yang hendak menyerangnya dari kaca botol bir yang berderet di meja bar. Mode siaga Ferdy yang masih on membuatnya secara otomatis menghindar meskipun tidak menoleh ke belakang. Ia meraih leher botol bir lalu memukulkan botol kaca itu ke kepala si penyerang.
"Auw!!!" si perempuan berteriak histeris melihat pria yang menggodanya tadi tumbang. Tubuhnya gemetaran dan ia hampir kehilangan keseimbangan. Ia hampir saja jatuh jika Ferdy tidak menahannya.
Ferdy mengembus napas. Ia mengembalikan kesadarannya ke masa kini setelah hippocampus-nya bekerja dengan baik selama beberapa waktu. Kedua tangannya masih berada di pinggang dan ia masih memasang raut wajah penuh amarah.
"Beruntung para preman tadi mengingatkan saya akan kamu dan kejadian malam itu." Ferdy menyugar rambutnya sambil mendesah kesal. "Kamu tahu, saya hampir tidak bisa kembali ke Indonesia karena kamu sebagai saksi tiba-tiba menghilang. Untungnya, rekaman CCTV Valkyrie memperlihatkan siapa yang memulai keributan. Ya, walaupun pada akhirnya saya harus mengganti kerugian yang diderita Valkyrie malam itu."
"Ferdinan, saya—"
"Kamu melibatkan saya dalam urusan apa sekarang?" sela Ferdy dengan nada menekan. "Jangan membuat saya menyesal pernah menyelamatkan kamu malam itu."
"Saya sangat berterima kasih. Maaf, kalau saya terlambat mengucapkan itu. Jika bukan karena bantuan kamu malam itu, saya tidak akan bisa membawa Ara kembali ke Indonesia," jelas Bee.
Ferdy bersedekap. Ia menelan ludah sebelum mengumumkan unek-uneknya. "Kamu tidak bisa tinggal di sini. Masalah pribadi kamu tidak ada hubungannya dengan saya. Malam ini kamu dan anak kamu boleh tidur di sini, tapi saya harap kalian pergi sebelum saya berangkat ke bandara. Berhentilah pura-pura menjadi istri saya."
"Ferdy—"
"Saya tidak mau mendengar apa pun alasan kamu. Besok, sebelum saya berangkat, kamu dan anak kamu harus sudah keluar dari apartemen saya." Ferdy tidak memberi Bee kesempatan untuk bicara banyak. Ia meninggalkan Bee dengan amarah yang masih menyelimuti diri.
Lengkingan merdu suara Isak Danielson yang mengumandangkan tembang Always membuat Ferdy terjaga. Sementara matanya memejam, tangan Ferdy meraba-raba ke atas nakas di samping ranjang untuk meraih ponselnya. Seperti mempunyai mata yang terbuka lebar, jempolnya secara otomatis mematikan lagu merdu yang menjadi nada alarm tersebut. Seperti biasa, ritual paginya dimulai dengan membersihkan diri dan menjadi penyanyi kamar mandi. Setelah itu, Ferdy menyiapkan barang pribadinya seperti parfum, ponsel, charger, dan dompet ke dalam tas ransel kulit favoritnya. Sedangkan untuk baju formal dan segala sesuatu yang berkaitan dengan urusan pekerjaanya, ia kemas ke dalam koper kecil.
Ferdy keluar kamar sambil menenteng pegangan koper, lalu menutup pintu kamar perlahan dan berjalan berjinjit menuju rak sepatu. Tunggu! Kenapa ia harus melakukan semuanya secara pelan-pelan di tempat tinggalnya sendiri? Pertanyaan itu tidak perlu dijawab, pikir Ferdy.
Akhirnya, Ferdy memutuskan untuk berjalan seperti biasa. Saat ia melintasi meja makan untuk mengambil gelas dari dalam lemari dapur, ia mencium aroma masakan yang menggoda perutnya. WOW! Sepiring nasi goreng lengkap dengan telur ceplok setengah matang di atasnya.
Thank you God, rezeki anak saleh. Ups, jika ada nasi goreng, berarti kedua tamu tak diundang itu masih berada di apartemen ini. Ferdy mengomel dalam hati. Ia mulai geram Bee tak mengindahkan peringatannya semalam. Ferdy bertekad harus menyelesaikan urusan tamu tak diundang itu sekarang juga sebelum ia terbang ke Bali.