LUKA APA YANG MENIMPAMU?

1029 Kata
“Kang, aku nggak mau tahu pokoknya perjalanan kita ke Bali nggak boleh ditunda, apalagi gagal. Aku malulah pada kedua orang tuaku, kalau honeymoon kita batal. Aku malu pada semua temanku yang sudah tahu bahwa aku akan honeymoon lalu tiba-tiba aku nggak jadi honeymoon pokoknya harus terlaksana!” ancam Galuh. Rasha tentu saja bingung kalau dia harus mengeluarkan uang untuk semua keperluan honeymoon. Bisa sih dari ATM-nya tapi nanti bayar utang-nya bagaimana? Karena yang di ATM itu akan buat bayar utang 54 juta kartu kreditnya. Kalau tidak dia akan dikejar bank terus. Kalau dari gaji pokoknya nggak akan mungkin bisa mencukupi. Satu-satunya jalan ya harus yang di ATM. Tapi kalau Galuh sudah mengeluh seperti itu lalu dia harus bagaimana? “Oke kita berangkat berdua saja tapi nggak usah foya-foya kita benar-benar ngirit karena aku sekarang sudah tidak pegang proyek apa pun dan entah gaji aku seberapa mungkin hanya gaji pokok saja. Jangan beli oleh-oleh dan makan mewah,” ucap Rasha. Dia akan batalkan keberangkatan ibu dan adiknya. “Makanya jangan bohong!” ucap Galuh. “Kamu diam atau kita cerai. Aku nggak peduli kok nggak punya istri sekalian. Daripada istri kayak kamu!” kata Rasha ketus. Dia benar-benar sudah hilang sabar pada Galuh. Galuh memang terlalu menuntut. Tidak seperti Bulan. Bulan itu lembut dan sangat mandiri, kalau Galuh itu tukang merengek, tukang minta. Tadinya Rasha merasa senang bisa memenuhi semua kebutuhannya, tidak seperti Bulan yang tidak pernah butuh apa pun. Sekarang Rasha sadar Bulan lah yang terbaik, Galuh hanya membuat dia sekarang terbebani. Rasha keluar kamar, dia akan bilang pada ibu dan adiknya bahwa tidak jadi membawa mereka. Dia akan batalkan tiket sehingga dapat pengembalian dengan potongan 25%. Begitu pun hotel. Ini salah satu pengiritan. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ Hartanti Vardhaman atau Tanti, mama Rasha hanya diam saat putranya memberitahu dia terpaksa membatalkan perjalanan mama dan adiknya liburan karena keterbatasan dana. Rasha juga mengatakan terpaksa tetap berangkat karena Galuh memaksa harus berangkat. Tanti tentu menyesal telah menyetujui pernikahan Rasha dengan Galuh. Awalnya memang dia juga menolak, tapi Rasha bilang takut Galuh hamil karena mereka telah melakukannya terlalu sering. Tentu saja Tanti sedih anaknya berzina, tapi dia juga tidak mau ada bayi tanpa orang tua sehingga menyetujui pernikahan Rasha dan Galuh. Dengan berat hati Tanti juga yang melamar ke Bogor tanpa saudara yang dia beritahu dan pernikahan di sana diadakan besar-besaran sesuai kemauan Galuh. Galuh tentu saja senang sekarang Rasha bisa menjadi miliknya pribadi, Rasha tentu akan berani tampil kapan pun dengannya. Galuh pun tahu nggak mungkin lah orang seperti Rasha tidak punya istri. Tapi yang penting dia sudah dinikahi tak peduli sekarang suaminya miskin. Yang penting dia dapat suami tampan dan pantas untuk digandeng ke mana-mana. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ “Ayo makan yuk kalau nggak makan nggak cepet sehat loh kalau nggak cepat sehat nanti Mentari nggak cepat pulang, infusnya ini nggak dibuka-buka.” “Infus ini cepat dibuka kalau Mentari makannya banyak,” bujuk Langit pada Mentari saat dia visite pagi ini. Dia lihat Mentari tidak mau makan sedikit pun, Bulan yang terkantuk-kantuk membujuknya dengan sabar. “Bagaimana kalau Om Dokter suapin, mau nggak?” tanya Langit menawarkan bantuan. “Wah jangan Dokter, nanti menyita waktu Dokter. Padahal Dokter harus masih visite ke pasien lain,” tolak Bulan. “Kebetulan Mentari pasien terakhir saya pagi ini, jadi enggak apa-apa kok. Tenang saja. Kecuali kalau dia nggak mau,” balas Langit. Mentari tetap tidak mau makan sama sekali. “Makan dulu, nanti Dokter ajak kamu keliling, lihat teman-teman main bola. Makan dulu ya,” bujuk dokter Langit. Akhirnya Mentari mau makan empat suap. Itu pun dengan sulit sekali. Mungkin tenggorokannya sangat tidak enak. “Jangan lupa obat suntiknya terus dimasukin ya Suster, karena kan rasa gatalnya ini nggak ketulungan, belum lagi demamnya,” perintah dokter. “Baik Dokter, sesuai jadwal kami terus pantau kok,” jawab suster yang menangani Mentari. Suster Siska sangat menyukai dokter Langit dan kebetulan dia memang susternya dokter Langit. Tapi dokter Langit sama sekali tidak ingin memberi atensi apa pun. Suster Siska pasti akan menggeser siapa pun yang mendekati dokter Langit. Jadi semua perawat tahu tidak ada yang boleh dekat-dekat dengan dokter Langit, karena Siska akan marah besar. Seakan dokter Langit adalah miliknya, tunangannya, atau suaminya atau apa pun. Pokoknya dokter Langit tidak boleh tersentuh oleh orang lain. “Suster tinggal saja. Saya sama Mentari. Saya akan bawa dia ke tempat bermain anak-anak,” kata dokter Langit. Dia membawa Mentari dalam gendongannya dan mendorong tiang infus. “Biar saya yang dorong Dokter,” kata Bulan. Dia tak enak sendiri karena Mentari digendong oleh dokter Langit. “Oh ya silakan,” jawab dokter Langit. Dia bicara dengan Mentari. Menceritakan apa pun yang mereka lalui agar anak itu mau diajak bicara. Bulan mengikutinya dari belakang. Dia tidak mau sejajar dengan dokter Langit. Jadi orang juga bisa melihat bahwa dia tidak mendekati dokter Langit sama sekali. Bulan hanya menunduk saja di belakang, terus mengikuti ke mana langkah dokter Langit menuju. ≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈≈ Dokter Langit berhenti di sebuah aula, di sana banyak anak-anak bermain. “Nah ini banyak temanmu, mereka ada yang sudah lama di sini, semua mainkan? Nggak ada yang nangis, dan makannya pintar. Jadi kalau kamu mau main harus makan yang banyak. Mentari hanya melihat Langit tanpa melihat anak-anak itu. Dia memperhatikan mengapa lelaki ini mau menggendongnya dan mengajaknya bicara, padahal ayahnya yang dulu juga selalu menggendongnya dan mengajak bicara, tapi dia merasa entah mengapa ayahnya sekarang menjauh. Itu membuat Mentari menjadi tak suka pada ayahnya lagi. Tapi dia tak bisa mengatakannya. Hanya dia merasa ada yang beda dari ayahnya. Itu saja yang Mentari rasakan. “Eh kamu nggak lihat anak-anak itu main? Kenapa ngeliatin Om Dokter?” tanya Langit menegur Mentari. Mentari hanya melihat datar pada wajah dokter Langit. ‘Luka apa yang ada di hatimu, sehingga kamu sudah demikian datar memandang orang?’ ‘Kamu masih terlalu kecil Nak. Kenapa kamu terluka demikian parah? Apa itu yang membuat ibumu juga terluka?’ ‘Kamu merasakan luka ibumu?’ Langit benar-benar kasihan terhadap Mentari. Kalau tidak malu dia ingin memeluk dan menciuminya, tapi tak mungkin kan? Orang nanti akan menduga yang tidak-tidak. Padahal dia ingin mendekap batita itu. Kasihan sekali. “Kamu mau turun main dengan mereka?” tanya dokter Langit. Mentari hanya menggeleng.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN