Dilema

1363 Kata
Azki Pov Apes! Nggak ada kata lain yang cocok buat hari gue sore tadi. Jakarta seluas ini kok malah ketemu Dea di GI. Yang paling menyebalkan waktu dia berbisik tadi, gue berasa jadi penjahat kena tangkap polwan dan dikasih surat tilang, aissh, kalo nggak ada Wulan atau Rezi udah gue bawa pulang juga tuh cewek. Gue sampe menyesal mengiyakan ajakan pacaran Wulan tiga hari yang lalu. Dasar gue gampang banget mengiyakan akhirnya bikin gue kesel sendiri. Kekesalan gue udah dimulai waktu melihat mereka berdua, Dea sama saingan gue itu. Sudah dua bulan sejak gue nembak Dea dan berakhir di tolak itu, gue nggak pernah ketemu dia, bahkan nggak kontak sama dia lagi waktu misscall gue dikacangin.. Sempat cari tahu tentang hubungan mereka yang ternyata masih baik - baik aja dan akhirnya bikin gue mengalihkan sedikit perhatian ke Wulan. Eh mana dia pake nembak gue, belum pernah - pernahnya gue ditembak cewek, seru juga... "Dari mana Ki?" tanya yangpa yang membuat gue terjengkit kaget. Sudah jam sembilan tiga puluh malam tumben yangpa masih diluar kamar, gue tadi nggak langsung ke rumah soalnya pagar yang masih buka tutup kalo diatas jam sembilan malam ya lewat rumah yangpa karena penjaganya disana semua. "Dari jalan sama temen yangpa," jawab gue yang sebenarnya mau cepat kabur aja dari sini. "Teman cewek apa cowok?" "Cewek." "Pacar?" "Engh...iya." "Owh." "Yangpa tumben belum tidur?" "Yayang belum pulang." "Kemana?" "Ke Bandung sama uwak dan abang, Aki Garin sakit." "Owh... kok aku nggak tau?" "Kamu baca grup nggak?" "Nggak." "Ya itu jawabannya," jawaban yangpa bikin gue garuk kepala yang nggak gatal ini. "Yangpa kenapa nggak ikut?" "Capek, lagian Yayang berangkat tadi siang dan udah mau pulang sekarang." "Papa nggak pergi?" "Besok pagi. Kamu ikut sama papamu besok." "Iya yangpa." "Yangpa mau nungguin sampe jam berapa disini?" lanjutku. "Yayang sudah di ujung tol MBZ, paling setengah jam lagi sampe." "Kenapa nggak nunggu dikamar?" "Emang kenapa?" "Nggak berlebihan nunggu diluar sini? Di dalam kamar kan lebih nyaman." "Kalo menunggu seseorang yang kita cintai, nggak nyaman nggak apa- apa, yang penting buat yangpa perlu banget menjadi orang pertama yang lihat wajahnya pas datang nanti." Gue cuma bisa diam. Gue nggak tahu kenapa gue nggak bisa kayak yangpa, rata - rata laki - laki dirumah gue ini ya modelan kayak yangpa ini. Rasanya gue belum pernah bucin kayak mereka. Abis nembak Dea aja gue bisa langsung melipir, padahal jelas - jelas Dea satu - satunya cewek yang awet gue sukai dari dulu, nggak kayak cewek - cewek lain yang come and go semudah itu dalam hidup gue, dan gue nggak berniat mempertahankan mereka .... kayaknya mereka itu tinggal di kontrakan hati gue gitu deh. Bedanya Dea itu kayak punya rumah sendiri dihati dan pikiran gue yang kuncinya udah gue umpetin. Mungkin gue masih kemasukan buaya darat buntung yang lagi nyari ekornya. "Perasaan yang nunggu dari tadi yangpa, kenapa kamu yang melamun Ki? Bukannya barusan ketemu pacar, udah kangen lagi?" "Nggak lah, biasa aja." "Yaudah istirahat deh, tanyain tuh papa kamu berangkat jam berapa besok." "Iya yangpa, aku pulang dulu," gue pamit sama yangpa. Sampai di rumah jelas saja sepi, semua ada di kamar masing - masing. Gue mengetuk kamar orangtua gue maksudnya mau nanya jam berapa besok mereka berangkat. "Kenapa mas?" tanya bokap gue yang membukakan pintu. "Besok papa jam berapa ke Bandung, aku ikut dong." "Pagi jam enam." "Pulang hari kan?" "Iya." "Siapa itu, mas Azki?" gue denger suara mama. "Iya," jawab papa. Mama muncul dari dalam kamar, sepertinya tadi dari kamar mandi. " Ada apa?" "Mas Azki besok mau ikut ke Bandung," jawab papa sebelum gue sempat nyahut. "Oowh... mas Kana udah pulang belum?" "Belum kayaknya, aku belum lihat mobilnya diluar," kali ini gue yang nyahut. "Pa... telpon mas Kana suruh pulang," pinta mama. "Hm ..." jawab papa. "Yaudah aku naik dulu," gue pamit untuk naik ke kamar gue di lantai atas. Sesampainya dikamar, gue hempaskan badan gue di atas kasur empuk yang biasanya membuat gue nyaman. Tapi kali ini sama sekali nggak nyaman, kepala gue mumet! Wajah Dea terus nempel dimana - mana, kalo bisa milih gue sekarang pengen Dea putus aja sama Rezi itu. "Eh iya..." tiba - tiba gue teringat ajakan Wulan besok pagi mau jogging. Gue langsung mengambil hape dan mengetikkan pesan buat ngasih tahu Wulan bahwa gue batal nemenin dia jogging. Diluar perkiraan gue, bukannya membalas pesan gue aja, dia malah nelpon gue. Tapi gue nggak mood jawab telponnya, jadi gue abaikan aja. Salah nih gue... harusnya nggak gue pacarin Wulan ini, tapi masak baru tiga hari gue putusin? Kasihan dong ya. * Dea Pov  Setelah mas Rezi pulang, aku masih sempat ngobrol sama Nenek dan Mami, tidak beberapa lama kemudian Daddy pulang. Niatnya tidak lama di lantai bawah, jadi lama juga ... padahal aku sudah mau curhat sama bestieku. "Jadi Dea mau berangkat kapan?" "Masih bulan depan nek." "Siapa yang menemani?" "Nggak ada nek, nanti kami kan satu rombongan besar ... tanpa pendamping." "Dea kan sudah besar Nek, dua semester lagi sudah lulus." Daddy hanya melirik dan menyimak, agak sensitif kalau membicarakan soal keberangkatanku ini, dan juga soal mas Rezi. Daddy sih tidak melarang hubunganku dengan mas Rezi, tapi bukan berarti diizinkan juga ... misalnya aku mau pergi sama mas Rezi, ya diizinkan dengan jam terbatas, tapi kalau ketemu sama mas Rezi, daddy tidak menunjukkan sikap ramahnya ... seingatku kayaknya daddy juga tidak pernah ngobrol lebih dari sepuluh menit dengan mas Rezi. Daddy tidak pernah mengucapkan alasan apapun secara terang - terangan, aku juga malas menanyakan. Aku pindah duduk dekat daddy sambil memindahkan tangannya keatas bahuku. "Capek ya dad?" "Lumayan." "Tadi daddy makan apa di Bandung?" "Tadi daddy diajak aunty Ana sama om Dana breakfast di salah satu cafe di Dago atas, trus jam sebelas ikut meeting, di jamu makan siang juga di hotel tempat acara." "Perut daddy mulai buncit nih makan terus," ucapku sambil menepuk - nepuk perut daddy yang sebenarnya tidak buncit - buncit amat. Tapi daddy paling sensitif kalo dibilang buncit, di jamin besok personal trainer akan datang kesini. "Masak sih De, keliatan ya?" tanyanya ada sedikit nada cemas sambil menepuk - nepuk perutnya dengan tangan kiri. Nah kan. "Iya dad ... benerkan mi?" tanyaku sambil mengedipkan satu mata pada mami. "Iya, daddy akhir - akhir ini makannya los." "Kamu yang nyiapin makan enak - enak terus yang ... gimana aku nggak jadi gendut begini." "Kamu yang banyak makan diluar ... bukan karena makan dirumah Ay .." Daddy cemberut, mana mau disalahkan. "Telpon instruktur Yoga kamu yang, aku ikut besok." "Lagi hamil dia." "Isshh .. pake hamil segala. Cariin yang lain kek, kamu kan yang punya telpon instruktur segala senam itu." "Treadmill aja dulu deh." "Diet juga yang..." "Tapi janji nggak emosian, jangan pas laper ngoceh ya." "Iya nggak..." Hapeku berbunyi, ternyata mas Rezi... mungkin dia sudah di rumah. "Siapa?" tanya daddy sambil memanjangkan lehernya hendak melihat hapeku juga. "Mas Rezi." "Bukannya baru pergi sama dia kata mami? Kurang?" nada bicara daddy agak - agak sadis gitu, pokoknya bikin malas bersiteru. "Iya nggaaaakk..." aku mengalah. Lalu aku mengetikkan pesan untuk mas Rezi dan bilang aku lagi ngobrol sama daddy dan mas Rezi langsung menjawab 'ok'. "Udah tuh," ucapku lagi sambil meletakkan hapeku diatas meja didepan kami dan daddy mendengus kecil. Obrolan yang tidak direncanakan akhirnya berakhir setengah jam kemudian karena Nenek juga sudah terlihat letih. Aku langsung ke kamarku dan menghubungi Mela dan Indah untuk video call, aku sudah tidak sabar menceritakan pada mereka berdua. "Demi apaaa dia udah punya cewek aja? Dasar buaya darat banget deh mas Azki itu De," omel Mela setelah mendengar ceritaku tentang pertemuan dengan mas Azki tadi sore. "Yaah .... walau gue punya pacar, tetap aja gue kecewa lihat dia tadi Mel, gampang banget beralihnya." "Mungkin aja cewek itu pelariannya De," ucap Indah. "Apa pun Ndah .... kalo memang mas Azki suka sama Dea, setidaknya kelihatan patah hati kalo di tolak ... ini mah nggak, tahu - tahu udah punya pacar aja, parah!" "Mas Azki nya ngomong apa setelah lo bisikin itu De?" tanya Indah. "Nggak ngomong apa- apa, dia diam aja, tapi keliatan banget kagetnya." "Fix itu kaget karena ke gap!" sambar Mela lagi yang sepertinya sangat bernafsu menghujat mas Azki.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN