Kekhawatiran

1704 Kata
"Aku lulus beasiswa ke Inggris daddyyy...." teriak Dea diantara tangisnya. Nandi mematung mendengar ucapan anak gadisnya itu. "Daddyyy.." Dea menggoncang badan daddy-nya. "Selamat ya sayang," ucap mami Ayu yang langsung merengkuh tubuh anaknya karena melihat suaminya malah bengong. "Makasih mami..." "De... kok lulus sih?" "Hah?" Dea kaget dan melupakan tangis bahagianya barusan. "Daddy gimana sih, anaknya lulus beasiswa kok malah nanya kok lulus?" "Inggris tuh jauh, satu semester itu lama..." jawab Nandi lagi. Ibu dan anak itu mulai memutar mata malas, Nandi mulai drama. "Kan daddy udah tahu waktu aku buat essai-nya waktu itu.... daddy juga tahu waktu aku persiapan wawancara dan milih Inggris sebagai Negara tujuan." "Kok lulus?" "Daddy ngarepin aku nggak lulus?" "Jalan - jalan aja deh ke sana De.... daddy bayarin deh...dua minggu aja." "Daddy iiih..." sahut Dea gemas sekaligus kesal. Nandi menghampiri anaknya dan memeluknya, "Perginya lama banget De, ntar daddy sama siapa?" "Cuma satu semester dad... itu bukan benar - benar enam bulan, aku berangkat September Januari sudah pulang kok." "Empat bulan?" "Iya." "Daddy boleh lihat kan ke sana?" "Ya boleh, kan nanti aku tinggalnya di apartemen." "Yaudah... nanti daddy sama mami anterin pas Dea berangkat." "Ya harus nganterlah... semua orangtua juga nganter sampe bandara." "No... daddy anterin sampe London." "Daddyyy....please dad, jangan bikin malu.... aku kan berangkat sama teman - teman yang lain, masak aku kayak anak TK yang dianterin?" Dea mulai resah takut kalau daddy nya benar - benar menjalankan niatnya itu. "Emangnya kenapa?" "Udah dong dadd.... biar Dea jalan sama teman - temannya aja," ucap Ayu ikut membantu Dea. Nandi melirik Ayu," kalo kamu nggak mau ikut yaudah aku aja." Dea langsung lemas mendengarnya. Ayu keluar kamar untuk menemui artnya supaya menyiapkan makan malam, Dea juga ikut keluar kamar bermaksud untuk kembali ke kamarnya, benar - benar antiklimaks pengumuman kelulusannya barusan. Sedangkan Nandi tetap tinggal dikamar. "De, kamu wa tante Wendy atau tante Priska, minta tolong mereka membujuk daddy, buruan sebelum daddy telpon mereka buat mengabarkan ini," ucap Ayu memberi Dea jalan keluar. "Jangan - jangan sekarang daddy lagi nelpon ganknya mi." "Nggak, hapenya mati lagi di cas, buruan sana." Dea langsung masuk ke kamarnya yang jelas mencari hapenya, dia harus menelpon tante Priska sebelum kalah cepat dengan daddy-nya. 'Tuuuut...' 'Tuuuut...' "Halo De...." suara tante Priska terdengar menjawab panggilan telepon Dea. "Halo tante... lagi sibuk nggak?" "Nggak, lagi sambil beresin koper om Owie aja. Kenapa De?" "Aku mau minta tolong tante Priska." "Minta tolong apa sayang?" "Ini, aku tuh baru dapat pengumuman kalo lulus beasiswa IISMA ke Inggris untuk satu semester tante." "Waah...beneraaan? Selamat ya sayang, duh tante terharu baget, ikut senang ya De.." "Makasih tante." "Kapan berangkatnya?" "Masih tiga bulan lagi tante, bulan September biasanya, tapi belum tahu tanggal berapa...cuma berdasarkan jadwal tahun lalu." "Oowh oke, sekarang apa yang bisa tante bantu?" "Soal daddy..." "Daddy? Perlu tante aja atau tante Wendy juga?" "Ehhm...tante Priska juga bisa, kalo ada tante Wendy pasti lebih bagus sih." "Coba panggil tante Wendy sekalian De." Dea pun memanggil tante Wendy untuk bergabung di percakapan mereka. Lagi - lagi hanya dua nada panggil dari Dea sudah diterima tante Wendy. "Halo De.... kenapa sekarang Nandi di wakilin Dea nih?" "Daddy nggak tau aku nelpon tante." "Dea mau minta tolong kita buat ngadepin daddy-nya Wen," sahut Priska. "Kenapa lagi tuh orang satu... kenapa De?" "Aku dapat beasiswa IISMA tan, ke Inggris..." "Wooow keren De...congratulations ya ... berapa lama?" "Makasih tante. Cuma satu semester aja." "Berangkat kapan, pasti September ya?" "Iya bener tan..." "Wah nanti selisih jalan sama mbak Dina dong. Jadi nggak bisa bantuin ngurusin mantennya mbak Dina ya?" "Eh iya mbak Dina tahun depan." "Nggak apa - apa...yang penting Dea dapat peluang bagus. Daddy seneng banget dong?" "Nah itu tan... makanya aku mau minta tolong tante berdua." "Kenapa De...drama nih pasti," sahut tante Priska. "Iya tan." "Daddy kenapa, coba cerita sama tante," pinta Priska. "Daddy nanya kenapa aku lolos beasiswa ini, daddy nggak happy tan." "Lha kenapa?" "Katanya jauh banget dan lama tan." "Hadeuh si kecun minta kena jitak banget Ini." "Katanya kalo aku berangkat, daddy ikut nganter ke sana, kan aku malu tan... masak mau kuliah dianter padahal aku kan satu rombongan besar. Mami yang ngelarang aja malah di bilang nggak usah ikut kalo nggak mau nganter aku." "Astaga pengen gue pites juga nih daddy kamu itu De." "Tapi tante jangan bilang aku telpon ya, paling nanti daddy telpon tante." "Tenang aja De, kami bikin daddy kamu itu nyerah." "Paling sebentar lagi abis makan malam daddy telpon tante tuh, hapenya masih di cas juga." "Yaudah... serahkan ke tante dan tante Priska De." "Tapi jangan kejam - kejam banget ya tan, kasian juga daddy.." "O nggak bisa De, kalo sudah ditangan kami, daddy kamu harus minta ampun baru tante stop," ucap Wendy lalu tertawa ngakak diikuti Priska. Dea menarik garis bibirnya, antara kasihan sama daddy dan ada rasa kesal juga. "Tenang De, pokoknya efeknya bagus buat Dea deh," kali ini tante Priska yang komentar menenangkan Dea. "Makasih ya tante." "Sekali lagi selamat ya De..." "Iya tante.." Hubungan telepon pun terputus. * Setelah makan malam yang agak sunyi karena tidak banyak bicara, Nandi pun hendak memberitahukan kepada para bestiesnya tentang khabar bahagia dari Dea. Diam - diam sebenarnya dia bangga dengan prestasi anaknya karena dari ribuan orang yang berharap mendapat beasiswa itu, Dea menjadi salah satu yang beruntung berhasil lolos dan mendapatkan satu tempat disana, tapi bagian posesif dari dirinya tidak terima akan ditinggal berbulan - bulan oleh salah satu anak kembarnya. Dia tidak pernah berpisah lebih dari seminggu dengan anak-anaknya itu. "Apa khabar cong?" tanya Wendy yang duluan menjawab video call Nandi. "Lagi ngapain lo?" "Abis ngunyah." "Masak apa lo?" "Masak bodo." "Hola.... hola bestiiie." sahut Priska ikut bergabung dan ternyata ada Owie juga dilayar kameranya. "Itu muka lo napa cong?" "Jerawat." "Masih ada hormon jerawat lo ya?" "Ya Allah Pris...perawatan gue jutaaan masak tuh hormon ngacir...? Masih moist nih kulit gue." "Iya deh iyaaa...ada issue apa nih malam ini? Ayu hamil?" "Hamil...hamiiil, kayaknya demen banget lo kalo Ayu hamil biar bisa ngatain gue kan? Gue mau ngabarin kalo Dea dapat beasiswa ke Inggris." "MasyaAllah.... Alhamdulillah....hebat banget keponakan gue, pasti nurun dari Ayu kan tuh?" teriak Wendy seolah belum pernah mendengar berita itu. "Emang gue nggak pinter?" balas Nandi tidak terima. "Lumayan deh cong... kapan Dea berangkat? Duh mana Dea... gue mau kasih selamat dulu sama ponakan gue, kapan berangkatnya...duh senangnyaaa," Wendy terlalu berlebihan sebenarnya, tapi Nandi tidak menyadari gerakan kedua sahabatnya itu. Ayu yang ada disebelah Nandi tidak mau berkomentar, dia membiarkan sahabat suaminya itu bercuap - cuap. "Katanya September, ntar siapin tiket gue ya Wen... gue mau nganter Dea." "Eh busyet....lo mau nganterin Dea ke sana cong?" tanya Priska. "Iya lah..gila, jauh itu Pris." "Yang deket Depok Nan," sahut Owie yang ada disamping Priska. "Isshh Owie, kalo dia kenapa - kenapa di jalan gimana?" "Yang ada elo yang bikin kenapa- kenapa cong, lo nyusahin aja sih. Gue udah bayangin lo jadi tour leader yang bikin kacau tau nggak!" omel Wendy. "Wendy ih... nanti gue kangen Dea gimana, lama lho perginya. Lo nggak ngerasain jadi gue sih," balas Nandi. "Eh hellloooow ... mohon maaf ya, gue ingetin lagi anak gue di Inggris dah setahun lho ya...gue khawatir lo lupa, kalo mau nanya - nanya sini sama gue... jangan sampe lo bilang gue nggak ngerasa jadi elo ya." "O iya...gue lupa. Tapi masak gue nggak ikut sih Wen," rengek Nandi. "Jitak ni ya, Yu...Ayu... lo mau ikut juga emangnya?" "Nggak Wen," jawab Ayu. "Emang cari perkara lo cong," kata Wendy sambil geleng - geleng kepala. "Ntar lo di bully mahasiswa- mahasiswa itu siapa yang belain? Kita - kita nggak ada lho Cong... lo jangan nyari ribut deh. Udah sampe bandara aja, ntar gue sama Wendy ikut nganterin deh, iya kan Wen?" "Iya, kita rame - rame nganterin Dea ke bandara. Pokoknya lo nggak boleh nganterin Dea atau nyusul sampe ke sana. Biarin Dea sama temen - temennya." Nandi cemberut karena kesal. Tadinya mau menyampaikan khabar gembira....eh malah omelan dan ancaman yang didapat. "Kalian nggak ngerti perasaan seorang ayah," sahut Nandi lagi. Wendy terlihat beranjak dari tempatnya, ternyata dia menuju ruang kerja bang Dimas yang terhubung dari kamarnya. "Bang... coba nih bilang sama Nandi bagaimana perasaan abang sebagai ayah waktu mbak Dina berangkat ke London buat kuliah?" tanya Wendy sambil mengarahkan kameranya ke suaminya. Dimas yang sedang melihat ke arah Laptop sampai menurunkan kacamatanya ketika mendapat pertanyaan aneh dari istrinya, pasti ada yang salah nih pikir Dimas, apalagi di layar kamera Wendy ada Priska, Owie dan Nandi. Fix ini bukan hal yang serius. "Nangis guling - guling, nggak makan tujuh hari tujuh malam, mimpi buruk sampai berbulan - bulan dan mengalami halusinasi. Kenapa memangnya?" tanya bang Dimas dengan muka datar dan yang melihatnya bisa menyimpulkan dia lebay! Nandi langsung memutar bola mata malas mendengar ucapan bang Dimas. "Serius ih abang!" Wendy memberi cubitan pada Dimas. Tentu saja Dimas tertawa," Kenapa sih sayang..?" "Ini si Nandi, Dea dapat beasiswa satu semester ke sana masak dia mau ikut nganter kesana, kan malu - malu in banget bang." "Serius lo Nan?" tanya bang Dimas. "Emang gak boleh bang?" "Boleh lah...masak nggak, tapi kalo Dea masih SD, kalo udah kuliah masak lo anter....nggak lucu doong," jawab bang Dimas. "Tuuh..udah dengar kan, mana Dea panggil kesini, gue mau ngucapin selamat dulu." "Ay, bilang sama Dea dipanggil tante Wendy, telpon aja." Ayu langsung menelpon Dea tapi sedang online. "Dea lagi online Wen." "O bilangin aja sama Dea selamat ya.... selamat lolos dari cengkraman daddy-nya." Sementara itu di kamarnya Dea sedang terhubung dengan Rezi untuk menyampaikan khabar baik ini. "Jadi kamu berangkat kapan De?" "September mas." "Berapa lama?" "Sampai Januari." Rezi diam. "Kenapa mas, kok kayak nggak seneng sih?" Rezi sedikit gelagapan. "Eng ... nggak kok, aku seneng dan bangga sama kamu. Cuma lagi mikirin selama itu kita pisah." "Cuma empat bulan kok mas." "Iya sih, empat bulan nggak ketemu kamu." "Aiiis..udah kayak daddy aja sih mas." "Tapi empat bulan kan apa aja bisa terjadi De.." jawab Rezi. "Terjadi apa? Mas khawatir aku selingkuh disana? Tenaaang, aku nggak suka bule kok. Aku masih selera lokal.." ucap Dea lalu tertawa. Dea boleh saja tertawa, dia tidak tahu saja kalau ada kekhawatiran lain yang kini sedang jadi pikiran Rezi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN