Tergoda

1238 Kata
Azki Pov Sudah seminggu ini gue nungguin balasan telpon dari Dea, bahkan misscall dari gue aja dia nggak balas. Kenapa ya, apa segitu cintanya dia sama Rezi sampe takut ngebales misscall gue? Minggu lalu nggak sengaja gue kenalan sama Wulan adik sepupu Hilman dan udah tukeran nomer telpon juga, jujurly doi cantik sih... tapi cantikan Dea kalo menurut gue. Tapi lumayan deh buat menghibur hati gue setelah di tolak Dea, buat menambah teman kan nggak apa - apa. Dia baru semester dua kuliah kedokteran, kata Hilman orangtuanya juga dokter di Bandung. Tapi jangan pikir gue mendadak naksir dengan Wulan karena bagaimanapun perasaan gue masih tertuju pada Dea dan gue masih penasaran sama Dea, masak sih dia nolak gue, apa dia nggak ngerasa kalo gue serius sama dia ya? Sudah beberapa hari ini gue coba cari tahu tentang hubungan Dea dan Rezi melalui abang, tapi abang ya gitu ... ngomongnya selalu baek - abek aja, kan bikin gue tambah senewen. Gue tuh berharap abang cerita Dea dan Rezi putus gitu ... biar deh dibilang gue jahat, tapi ya itu yang gue harapkan. Hape gue bergetar, setelah gue lihat ada nama Wulan disana. Wah ada apa ya dia telpon gue? "Halo." "Ya halo mas Azki, ini Wulan." "Eh iya ... apa khabar lan?" tanya gue sambil mengambil duduk di pinggir tempat tidur. "Mas Azki lagi ngapain?" "Nggak ngapa- ngapain. Lagi santai aja menikmati hari Minggu. Kenapa Lan?" "Aku lagi iseng, lagi sendirian aja di kos - kosan." Wah ... ngasih kode nih cewek. Terus terang gue lagi nggak mood buat kencan. "Oh ... kenapa nggak ke rumah Hilman aja?" "Nggak ada orang juga, om sama tante lagi ke Malaysia katanya." "Oh.." Sudah dua kali kata 'oh' yang gue ucapkan, maksudnya ya gue nggak mau beride apa - apa sama dia. "Jalan yuk mas.." "Mau jalan kemana?" Inilah kelemahan gue, nggak bisa banget bilang nggak. "Ke mal kek, atau nonton, gabut banget tapi nggak ada temennya, mau jalan sendirian mager deh." Setelah diam beberapa detik, akhirnya... " Yaudah, mau kemana? Di jemput dimana?" "Ke GI aja yang dekat dari sini, aku naik taksi aja mas, kita ketemu disana." "Lho nggak di jemput?" "Nggak usah, mas Azki tinggalnya kan diselatan, kalo jemput aku dulu malah bolak balik." "O gitu, kamu kos dimana memangnya?" "Di Cikini mas." "Dekat ya dari GI?" "Dekat, paling sepuluh menit." "Owh oke. Jam berapa?" "Nonton yang jam satu an?" "Hmm ... oke." "Nanti aku telpon mas Azki kalau udah sampe sana." "Oke." Ah sial ...kejebak nih gue. Mau gue tolak nggak enak ... adik temen. * Dea Pov Akhirnya daddy mengalah, memang dahsyat kekuatan tante Priska dan tante Wendy. Bisa - bisanya mami malah menyarankan aku untuk mengadu kepada ke dua bestie daddy itu, memang sih tante - tante itu kalau ngomong sama daddy suka sadis, daddy juga sesadis itu sama mereka, tapi hebatnya tidak pernah sakit hati bahkan belum pernah berantem walau sering berselisih pendapat. Dari kecil kami anak - anak dari tiga orang itu sudah sering mendengar ucapan mereka yang terkadang membuat kami takut, maksudnya takut kalau sampai mereka berkelahi dan merusak hubungan pertemanan mereka, tapi sampai umurku dua puluh satu tahun belum pernah mendengar mereka berselisih sampai tidak bertegur sapa. Mungkin mereka sudah ada perjanjian dari zaman sma dulu bahwa setiap perselisihan tidak boleh dimasukkan ke dalam hati dan tidak boleh sampai berkelahi .... itu mungkin lho ya, karena aku juga tidak pernah bertanya soal itu. "De ... semua dokumen yang diminta mungkin bisa mulai dicicil dari sekarang ya?" tanya mami ketika aku sedang sarapan sendiri karena daddy sudah pergi ke kantor. "Cuma surat keterangan kelakuan baik, nanti aku mau buat di Polri yang di kebayoran aja mi, soalnya harus ada bahasa inggrisnya ... temen - temen akan buat disana katanya trus sama surat keterangan bebas Narkoba, bisa di rumah sakit atau di BNN, ada tuh di kantor walikota Jaksel." "Bikin di Royal aja." "O iya, nanti aku bilang sama mas Rezi deh." "Gimana tanggapan Rezi De?" "Baik - baik aja, kan cuma empat bulanan Mi .." "Eh nggak ada omongan apa gitu orangtua Rezi setelah ketemu kamu De?" "Nggak, kayaknya sih nggak ada masalah apa - apa sih." "Iya juga ya, kalau ada masalah pasti Rezi udah cerita ya...." "Iya pasti lah Mi." "Oh iya, disana nanti lagi musim dingin ya De?" "Iya, akhir tahun kan masuk musim dingin." "Kostumnya sesuaikan aja, Bawa baju hangat yang banyak. Sudah ada pengumuman resmi dari Diknas soal keberangkatannya?" "Belum, tapi kepastian semua bulan Juni tapi sih katanya memang September berangkatnya Mi, nanti dikasih tahu sekalian persiapan ngurus visa. Ini negara lain kan ada yang berangkat duluan, mereka ngurus itu dulu kayaknya." "Nggak bareng ya De?" "Nggak dong, kan mulai semester barunya beda - beda Mi." "O gitu ..." "Yaudah ... pelan - pelan mulai disiapin aja semua keperluannya ya De...biar nggak terburu - buru nanti, eh paspor aman kan?" "Aman ... masih dua tahun." "Oke." "Aku ngampus dulu ya Mi ... ada kelas jam sebelas," pamitku. "Bawa mobil atau diantar?" "Bawa mobil aja deh, belum jelas nanti mau langsung pulang atau ada tugas atau mau jalan dulu sama Mela dan Indah." "Jangan malam ya De ... Daddy pulang abis maghrib hari ini, jangan sampe kamu nggak ada kalo daddy pulang." "Iya mi, kayaknya sampe siang atau sore aja kok." "Ya udah, hati - hati ya." "Aku pergi mi ... assalamualaikum." "Waalaikumsalam." Setibanya di kampus waktu masih menunjukkan pukul sepuluh, masih ada satu jam lagi sebelum kelas dimulai. Mela sudah datang tapi Indah belum. Baru sampai di kampus saja, Mela sudah mengajakku ke kantin. Dia belum sempat sarapan katanya, padahal perutku masih sangat kenyang. Tapi tetap saja aku menemaninya untuk brunch. "De, lo udah lapor kampus soal beasiswa?" "Udah, pak Ramzi udah suruh gue ngurus surat - surat soalnya kan gue nanti perlu konversi nilai semester depan." "Gue mau magang aja semester depan." "Yaahh ... nggak nunggu gue lo?" "Ntar kkn nya aja kita bareng pas lo udah pulang. Februari kita kkn, nah abis itu lo baru magang. Jadi di royal De?" "Belum tahu, tapi kan gue udah bilang minta slot magang disana." "Aman dong?" "Aman sih, tapi itu buat cadangan aja, gue mau coba magang merdeka aja dulu ... kalo nggak dapat baru gue pake jalur orang dalem Royal," ucapku sambil tertawa. "Enak banget. Enak lo magang disana ada mas Rezi. anak magang kesayangan dong." "Aiissh ... emangnya gue dibagian mas Rezi, pasti bukanlah. Paling di keuangan nanti." "Iya juga ya. Tapi kan kalo pada tahu lo pacar mas Rezi dan rekomendasi ownernya, auto berdarah biru lo disana ... anggota magang ningrat." "Ya nggak bakal ngaku - ngaku jalur ordal dong gue Mel ..." "Bukannya papanya mas Azki dirutnya ya De?" "Iya, dan gue harus kasih tahu om No kalo mau masuk sana, dulu sih santai ... sekarang malah gue nggak enak." "Kenapa nggak enak?" "Ya kalau mas Azki tahu gimana?" "Ya udah cuek aja sih, masak playboy baperan? paling juga nanti dia udah punya pacar baru dan nggak mikirin lo lagi De." "Gitu ya?" "Ya iyalah ... nggak ada hubungan dengan penolakan lo dengan magang disana walau bapaknya yang jadi dirut." "Tapi kok gue nggak suka juga kalo dia punya pacar baru ya Mel?" "Udah dong De ... lo jangan ikut baperan, udah tahu dia franchisor .... gampang banget buka cabang, yang ada lo sakit hati mikirin dia." "Iya sih." "Ingat mas Rezi yang udah setia sama lo selama ini." "Iya ...iya...gue ingat."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN