Bab 3 Bertanggung Jawab

1267 Kata
Jantung Stella tiba-tiba berdetak tak karuan, bagaimana tidak, yang ada dihadapannya saat ini adalah Noctis, apalagi tadi mereka berdua sempat bertabrakan, dan ketika Stella ingin pergi, tiba-tiba bosnya itu meraih tangannya dan tak mengijinkannya untuk pergi. Noctis menatap Stella dengan intens membuat wanita itu langsung salah tingkah, lalu tiba-tiba Stella langsung melepaskan tangannya begitu saja, kejadian itu membuatnya sadar jika ia tak boleh menjadi w**************n. "Maaf pak sa-" "Bisa kita bicara berdua sebentar?" Sahut Noctis yang agak sedikit terkejut karena tepisan Stella. "Saya harus pulang." Stella buru-buru ingin meninggalkan Noctis namun Noctis kembali meraih tangan Stella membuat wanita muda itu mau tak mau menghentikan langkahnya. "Beri saya waktu sedikit saja, please!" Pinta pria tampan itu, dan karena kesungguhan Noctis, Stella pun akhirnya luluh, wanita itu mengangguk setuju dengan ajakan bosnya itu. "Ikut saya!" Noctis pun mengajak Stella ke sebuah restoran yang terdapat di depan showroom miliknya, sejak tadi kedua tangan itu saling bertaut namun Noctis masih belum sadar juga jika Stella begitu gugup karena tindakannya itu. Beberapa saat kemudian mereka akhirnya sampai di restoran, Noctis pun mencari tempat kosong, dan setelah menemukannya mereka berdua segera duduk disana. "Biar saya pesankan minuman dulu." Ujar Noctis, dan dibalas anggukan oleh Stella. 'Kira-kira dia mau ngomong apa? Kenapa gue jadi panas dingin begini? Apa karena kondisi gue yang kurang fit, atau emang gue gugup gara-gara dia? Ya ampun... Padahal kan gue pengen cepet-cepet pulang.' Keluh Stella dalam hati, kepalanya tiba-tiba mendadak pusing, ia ingin sekali berbaring dan tidur, Stella begitu merasa lelah hari ini. "Pertama-tama... Saya... Saya minta maaf." Akhirnya yang Stella tunggu-tunggu pun keluar dari mulut Noctis. "Jadi bapak masih ingat?" Tanya Stella dengan tatapan menelisik. "Iya." "Kh!" Stella pun tertawa remeh dan hal itu membuat Noctis semakin merasa bersalah. "Bapak udah nidurin saya, maksa saya, terus sekarang bapak baru minta maaf? Emang kemarin-kemarin bapak kemana aja? Apa begini sikap dari seorang laki-laki terhormat seperti bapak?" Melihat wajah Noctis yang tanpa dosa ketika mengucapkan maaf membuat emosi Stella mulai tersulut, ia tak menyangka sama sekali dengan sikap pria yang ada didepannya satu ini, Noctis benar-benar membuatnya sangat muak. "Saya tau saya salah." "Tapi wajah bapak nggak menunjukkan rasa bersalah sama sekali. Mungkin bagi anda saya adalah gadis bule yang bisa dipakai kapan saja, di negara saya bahkan hal itu adalah hal yang biasa. Tap-" "Saya tidak pernah berpikiran seperti itu. Saya benar-benar menyesal, saya salah karena sudah meniduri kamu, saya dijebak dan saya tidak bisa mengendalikan tubuh saya waktu itu, dan hanya kamu satu-satunya yang mampu menolong saya." Sahut Noctis dengan nada kesal. "Tapi kenapa harus saya?" "Entahlah. Saya reflek. Yang saya lihat hanya kamu waktu itu." "Ya udah saya maafin bapak, beres kan? Saya sebenarnya dari awal udah maafin bapak, tapi sejak awal bapak nggak pernah nunjukkin itikad baik ke saya, bapak seolah lupa, bahkan waktu berpapasan sama saya bapak pura-pura nggak kenal. Laki-laki semuanya emang sama aja, mau enaknya doang." "Saya tidak seperti itu." "Buktinya sekarang apa?" Noctis langsung tercekat, ia tak bisa berkata-kata lagi, baru kali ini ia merasa begitu amat tersudutkan. "Saya mau pulang, urusan kita udah selesai." Pamit Stella. "Tunggu!" Seru Noctis, Stellapun langsung menghentikan langkahnya. "Jika terjadi sesuatu dengan kamu, tolong segera hubungi saya, ini kartu nama saya, saya pasti akan bertanggung jawab." Imbuh pria tampan itu sembari memasukkan kartu namanya ke dalam tas Stella. "Tenang aja! Hal itu nggak akan pernah terjadi sama saya." Tegas Stella dengan penuh keyakinan, padahal di dalam hatinya ia sedang meragu setengah mati. Stella pun buru-buru pergi meninggalkan Noctis yang hanya bisa terdiam dan tak bisa berbuat apa-apa lagi. Bukannya tak mau berbuat apa-apa tapi Noctis ingin memberi waktu untuk Stella, besok ia akan berusaha menemui wanita muda itu lagi untuk bernegosiasi. Entah kenapa, tapi feeling Noctis tidak enak, perasaannya mengatakan jika ia tak boleh meninggalkan Stella begitu saja. Meskipun ia sudah mendapatkan maaf dari wanita itu, namun semuanya masih belum selesai baginya. *** Hari-hari berjalan seperti biasanya, namun bagi Stella akhir-akhir ini terasa begitu melelahkan sekali baginya, entah kenapa, seperti ada yang aneh dalam dirinya. Mudah lelah, mengantuk, nafsu makan berkurang, pusing terutama mual, hal yang selalu mengganggu aktivitasnya akhir-akhir ini, dan membuat wanita itu semakin ketakutan akan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi. "Udah dua Minggu Stel... Udah dua Minggu Lo telat." Keluh Stella dengan nada panik, suhu tubuhnya mulai naik, kesehatannya semakin memburuk karena ia acuhkan begitu saja. Meski merasa sakit, namun Stella masih tetap masuk kerja, ia terus berusaha untuk mensugesti dirinya agar baik-baik saja, namun tetap saja, fisik dan pikirannya benar-benar bertolak belakang. "Hhh... Gue harus apa? Kalau gue beneran hamil gimana? Daddy pasti bakalan bunuh gue." Gumamnya dengan airmata yang sudah tak bisa ia tahan-tahan lagi. Hamil di luar nikah di Amerika memanglah hal yang lumrah, tapi tidak bagi keluarganya, keluarga Stella sangat menentang akan hal itu. "Lebih baik gue ke dokter dulu buat mastiin, gue juga udah nggak kuat lagi." Stella pun segera keluar dari toilet dengan langkah sempoyongan, demi Tuhan ia begitu sangat membutuhkan dokter saat ini. Tubuhnya sudah mulai menggigil kedinginan, kekuatan wanita muda itu sudah mencapai batas, ia sudah tak sanggup menahan seluruh rasa sakit yang ia rasakan sejak beberapa hari terakhir ini. "Stel, Lo kok makin pucet banget sih? Mending Lo pulang aja deh." Ujar Karin pada Stella. "Lo sih bandel, dari kemarin-kemarin juga udah pucet, tapi tetep aja maksa buat kerja." Imbuh Vanessa. "Pulang aja lah Stel, ijin sama mbak Dona, jangan maksain diri, ketahuan pak Noct bisa dipecat Lo entar." Mendengar nama itu, jantung Stella selalu saja berdebar tak karuan. "Iya, gue duluan. Ini mau langsung ke dokter kan-" ya Tuhan... Hampir saja Stella keceplosan. "Maksudnya gue mau langsung ke dokter." "Mau gue anter?" Tawar Karin. "Enggak-enggak, nggak perlu. Gue bisa sendiri kok." "Lo yakin?" "Iya gue yakin, gue masih baik-baik aja kok. Gue cabut dulu ya! Bye semua!" Pamit Stella. "Bye Stel, hati-hati dijalan yah!" "Iya." Stella pun segera bergegas menemui Dona untuk meminta izin, Stella sudah tidak tahan lagi dengan hawa dingin disekitarnya, apalagi perutnya seakan kembali bergejolak, membuatnya ingin muntah, namun ia harus menahan itu semua terlebih dahulu untuk saat ini. *** Sedangkan di rumah sakit, Noctis kini rupanya sedang sibuk menerima banyak pasien, hari ini adalah jadwal prakteknya yang selalu saja dipadati oleh para ibu hamil. Pembawaan Noctis yang kalem dan sedikit cuek membuat para wanita semakin menyukainya, apalagi parasnya yang tampan dan menggoda membuat para pasiennya selalu betah dan seakan ingin berlama-lama ada disana. "Gina!" Panggil Noctis. "Ya dok?" "Tinggal berapa pasien kita?" Tanyanya. "Sebenarnya sudah habis dok, tapi saya dapat telepon dari bagian pendaftaran kalau ada satu pasien yang baru saja mendaftar, dia memaksa mendaftar karena ingin segera diperiksa, kondisinya sedang tidak baik dok, dia mengalami demam tinggi." Jelas Gina pada Noctis. "Hm, suruh dia masuk sekarang." "Baik dok." Angguk suster Gina mengerti, lalu iapun segera memanggil pasien yang ternyata adalah Stella, Noctis pun tidak tahu sama sekali jika pasien itu adalah Stella, begitupun sebaliknya, Stella tidak tahu sama sekali jika dokter kandungan yang akan memeriksanya adalah Noctis. "Ayo bu!" Ajak Gina pada Stella yang sudah masuk ke dalam ruangan Noctis. "Permisi do-" belum selesai Stella bicara, tiba-tiba saja ia dikejutkan dengan tatapan terkejut seorang pria yang ada dihadapannya saat ini, keduanya sama-sama terkejut, mereka berdua tak menyangka sama sekali bila akan dipertemukan di rumah sakit seperti ini. Apalagi Stella akan memeriksakan dirinya ke dokter Obgyn, hal itu benar-benar membuat Noctis semakin terkejut. "Kamu..." Nada suara Noctis terdengar sumbang ditelinga Stella, karena sudah tidak tahan lagi ditambah dengan rasa terkejut yang luar biasa, wanita cantik itu pun tiba-tiba tak sadarkan diri, membuat suster Gina yang ada disana langsung memekik dan reflek menahan tubuh Stella yang sudah limbung menimpa dirinya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN