6. Fakta Lain Adit

1297 Kata
Tidak seperti biasanya, hari ini drama permualan mulai terjadi. Eca sampai bolak-balik pergi ke kamar mandi, untuk memuntahkan isi perutnya. Hidungnya menjadi sangat sensitif, karena mencium bau banyaknya makanan yang tersaji saat acara makan-makan sedang berlangsung. Akhirnya ia memilih untuk pergi ke ruangannya, dan mengabaikan acara makan-makan saat penyambutan Devan. Baru saja Eca meletakkan bokongnya di bangku, suara ponsel di atas mejanya langsung merebut atensinya. Nomor tak dikenal, terlihat mengirim sebuah gambar yang membuat Eca langsung penasaran membuka pesan itu. Eca spontan menutup mulutnya yang menganga, sembari gemetar saat berhasil melihat gambar yang ada di sana. "Ya Tuhan!" ucap Eca lemas. Badannya langsung bersender, bahkan ponselnya terjatuh karena tangannya terasa tidak bertenaga. Ia menggeleng lemas, berusaha menyangkal apa yang baru saja dilihatnya. Ia mengambil kembali ponselnya yang sempat terjatuh, dan kembali memastikan gambar yang baru saja diterimanya. Siapa yang tidak akan terkejut, jika melihat foto suaminya sedang melangsungkan prosesi ijab qabul dengan wanita lain? Terlihat jelas Adit mengenakan kemeja berwarna putih sedang berjabat dengan penghulu di sana, dan duduk berdampingan dengan seorang wanita yang berpakaian selaras dengannya. Namun sayang, wajah si wanita sengaja di tutup dengan stiker, sehingga Eca tidak tahu wajah wanita itu. Bukan hanya hancur, hidup Eca terasa sudah tidak berarti lagi. Ia ingin berteriak sekencang-kencangnya, namun sebisa mungkin ia menahan diri karena sadar jika ia masih di kantor. Ia hanya bisa memukul-mukul dadanya, dan menjambak rambutnya karena merasa menjadi wanita sangat bodoh selama ini. "Astaga Eca! Lo kenapa?" teriak Putri yang baru saja masuk ke ruangan Eca, dan segera berlari menghampiri Eca. Putri baru sadar beberapa saat lalu, jika Eca tidak lagi terlihat di acara. Ia mencarinya, dan sangat terkejut saat mendapati Eca dengan kondisi miris di ruangannya. "Ca, sadar, Ca. Lo kenapa?" Putri sampai menepuk-nepuk pipi Eca, karena Eca terlihat sangat lemas tidak berdaya. Karena panik, Putri segera keluar dari ruangan Eca, dan meminta siapapun yang bisa dimintai tolong menggendong tubuh Eca untuk dibawa ke klinik yang berada di lantai paling bawah. Eca terpaksa mendapat infus, karena badannya sangat lemas. Wanita itu baru tersadar setelah beberapa saat mendapat infus. "Lo udah sadar, Ca?" Putri yang sedari tadi berada di sisi Eca akhirnya bernafas lega. Putri kira, tragedi lemasnya Eca karena kehamilannya. Tapi semua pikirannya langsung terbantahkan, saat Eca langsung menangis begitu sadar dari ketidak sadarannya. "Gue gak sanggup, Put," ucap Eca lemah sembari menangis, yang membuat Putri kebingungan. "Oke, tenang dulu Ca. Ambil nafas, baru cerita ke gue." Putri merangkul Eca, dan membiarkan sahabatnya itu menangis lebih kencang dalam dekapannya. Ia membiarkan Eca meluapkan seluruh emosinya. Setelah tangisan Eca terdengar mulai merendah, Putri baru berani bertanya, "Lo kenapa, Ca?" Eca melepaskan pelukannya. Tidak ada pilihan lain selain bercerita kepada Putri. Ditengah isakan, Eca berkata, "Adit, Put." "Iya, kenapa sama Adit?" "Dia selingkuhin gue, Put," jawab Eca tanpa basa-basi. Eca merasa sudah tidak sanggup memendamnya lagi. Mata Putri seketika melotot mendengar ucapan mengejutkan dari Eca. "Hah? Serius?" Eca mengangguk lemas. Ia mengusap air matanya sebelum bercerita. "Kemarin itu gue pingsan juga karena lihat Adit sama perempuan lain di Restoran itu, Put. Terus pas di rumah sakit, gue lihat ponsel Adit, ada wanita yang namanya Vera kirim pesan ke Adit, suruh Adit ke apartemen malemnya. Gimana gak sakit banget, Put?" Eca kembali terisak. Putri jadi merasa bersalah karena secara tidak langsung membuat Eca mengingat kembali hal itu. "Gila ya tuh si Adit!" Putri ikut geram dengan laki-laki yang masih berstatus sebagai suami Eca itu. Ia juga sangat terkejut dengan fakta yang baru di dengarnya. Sedangkan selama ini, ia cukup menghormati Adit karena menilainya sebagai laki-laki sempurna. "Dan lo tau? Barusan gue dapat kiriman gambar, kalau Adit nikah sama wanita lain," ucap Eca. "What?! Astaga! Brengs*k bener tuh laki ya! Bisa-bisanya dia nyakitin elo Ca! Mana, mana nomernya. Biar aku telpon tuh siapa pelakunya." Putri sudah antusias akan melabrak siapa pelaku yang membuat sahabatnya itu menderita. Namun melihat Eca yang kembali mual, membuat pikiran putri teralihkan. "Elo gak apa-apa, Ca? Lo belum makan dari pagi?" Eca menggeleng lemas. "Gimana gue bisa makan, sementara tahu kenyataan pahit kayak gini, Put? Gue juga lupa kapan terakhir kali makan." "Astaga! Ngapain lo nyiksa diri lo sendiri, Ca! Lo lagi hamil, gak kasihan sama anak lo?" Putri sampai menggeleng-geleng kesal dengan sikap Eca. "Ya gak ada rasa laper Put, gimana dong?" jawab Eca. Wanita itu segera melihat ke arah Putri dan membuat penyataan yang sangat mengejutkan. "Gue jadi kepikiran satu hal." "Apa?" tanya Putri penasaran. Namun ia merasa ada yang aneh dengan situasi saat ini. Dan benar saja, Eca mengucapkan pernyataan diluar dugaan Putri. "Gue pengen gugurin aja kandungan gue." "Gila! Yang bener aja lo, Ca. Sekali lagi lo bilang kayak gitu, gue gak bakalan mau temenan lagi sama lo, ya. Dia itu calon ponakan gue juga, Ca." Eca semakin terisak. Entah apa yang membuatnya berbicara seperti itu. Yang jelas ia serasa sudah tidak sanggup lagi berada di dunia ini. Pikiran Eca benar-benar kacau. Putri yang ikut sedih melihat Eca akhirnya memberi saran. "Gini aja deh, Ca. Gue izinin lo ke pak Devan buat pulang duluan. Mending lo istirahat yang tenang dulu. Nanti kalau udah adem, baru lo mikir yang terbaik buat ke depannya. Lo kirimin aja nomer telepon orang yang udah ngirim foto itu ke lo. Nanti pulang kerja, biar gue labrak tuh orang." Namun Eca malah menggeleng. "Enggak ah Put. Lo gak lihat gimana songongnya Pak Devan? Pasti dia gak ngizinin gue pulang." Eca sudah terlanjur melabeli Devan dengan sikap sombong gara-gara pertemuan menyebalkannya kemarin. Dia juga tidak berharap apapun, setelah tahu CEO barunya justru orang yang menyebalkan baginya. "Masak, sih? Perasaan biasa aja," ucap Putri sambil mengingat-ingat kejadian yang membuat Devan terlihat songong. Namun Putri tetap tidak menemukannya. "Udah deh. Lo tunggu di sini dulu. Gue ke atas dulu, minta ijin, sekalian ambil tas sama ponsel lo, oke?" Tak ada pilihan selain mengangguk bagi Eca. Baginya sudah terlalu malas untuk memikirkan semua hal. Ia masih syok dengan foto yang baru dikirimkan kepadanya tadi. Tak menunggu waktu lama, Putri sudah kembali dengan tas Eca di tangannya. Katanya, "Udah aman semua, Ca. Sekarang lo pulang, tenangin pikiran elo. Inget pesen gue, lo gak usah hubungin nomor tadi kalau belum sanggup. Biar gue aja entar ya. Nanti pulang kerja, gue langsung ke tempat lo." Celoteh panjang lebar Putri tidak masuk sama sekali di otak Eca. Ia hanya mengangguk pasrah sambil beranjak dari ranjang. "Ya udah, gue pulang dulu. Makasih ya Put." "Hati-hati, ya. Inget pesen gue." Putri kembali memberi pesan dan hanya diangguki oleh Eca. Akhirnya, Eca memilih untuk menerima saran Putri, dan berjalan keluar. Namun, saat Eca berada di pintu luar gedung, dan hendak menuju parkiran mobil, tiba-tiba ada seseorang yang memanggilnya. "Bu Eca?" sapa seorang wanita yang berada di belakang Eca. Eca segera menoleh pada sumber suara, dan segera mendapat senyuman ramah dari si pemanggil. "Apa kabar Bu Eca?" Alis Eca sedikit menyerngit, saat mengingat-ingat kembali siapa wanita yang sekarang berada di depannya. Tidak asing, namun Eca lupa siapa wanita itu. Lalu, belum selesai Eca mengingat, wanita itu kembali tersenyum saat menjelaskan, "Saya Lea, Bu. Asisten Pak Adit dulu. Bu Eca lupa dengan saya?" "Ah, iya. Maaf Lea penampilan kamu sudah banyak berubah," jawab Eca sambil tersenyum. Wanita yang bernama Lea itu ikut tersenyum. "Masak sih, Bu? Bu Eca bisa aja. Oh ya saya ke sini mau bertemu dengan Bu Putri tim pemasaran. Saya mau kasih berkas yang sudah dikirimkan tempo hari buat persetujuan penyewaan tempat." Bukannya menanggapi, Eca malah terdiam sembari mengamati Lea. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan perkataan Lea. Namun pergerakan yang dilakukan wanita itu, membuat Eca membeku di tempat. Lea seolah sengaja menyelipkan anakan rambutnya ke belakang telinga, dan itu mengingatkan Eca akan bentuk potongan rambut wanita yang kemarin kepergok bersama Adit. Potongan rambut Lea, sama persis dengan potongan rambut wanita yang diduga menjadi selingkuhan Adit. "Bu Eca?" panggilan Lea sama sekali tak digubrisnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN