CHAPTER 5

1138 Kata
Andhara melangkah ke kantin rumah sakit, karena terhitung baru hari pertama, belum terlalu banyak pasien yang ia tangani. Kerjanya sedikit ringan, namun jujur ia merasa begitu bosan. Ia rindu rumah sakit lamanya, dimana kadang ia harus masuk OK dua hingga tiga kali sehari, di situ ia merasa tertantang dan senang karena akan semakin banyak ilmu dan pengalaman yang ia dapatkan dari tiap kasus yang datang padanya. Yohana bilang dia dapat jatah jaga malam, jadi tentulah ibu satu anak itu tidak ada di area rumah sakit siang ini. Andhara tersenyum ketika berpapasan dengan beberapa gerombolan bersneli, entah dia koas atau dokter internship Andhara tidak peduli, ia hanya mencoba bersikap ramah kepada siapapun mengingat ia orang baru di rumah sakit ini. Andhara menatap sekitar, apa yang ingin ia makan siang ini? Kemudian matanya tertuju pada kedai nasi liwet, bukankah ini makanan khas Solo itu? Andhara mengukir senyum, kemudian melangkah dan memesan seporsi nasi liwet lengkap dengan teh hangat. Ia kemudian duduk di salah satu kursi ketika sesosok dengan baju scrub warna biru itu menyapanya. "Siang, Dokter," wanita itu tersenyum, usianya paling tidak terpaut jauh dengan usia Andhara, "Boleh ikut duduk di sini?" "Silahkan," Andhara tersenyum, mempersilahkan sosok itu duduk. "Dokter sudah pesan makanan?" Andhara tersebut dan mengangguk, sosok itu kemudian mengulurkan tangannya dan memperkenalkan diri pada Andhara. "Perkenalkan saya Tania, saya masih internship di sini, Dok." Andhara membalas uluran tangan itu, menjabatnya erat-erat, "Saya Andhara, kebetulan baru pindah ke sini." "Saya sudah dengar banyak tentang Anda dari dokter Yohana," gumam Tania sambil tersenyum. "Oh ya, memang dia cerita apa saja soal saya?" tanya Andhara penasaran. "Banyak sih, paling sering soal prestasi Dokter, saya jadi terinspirasi oleh dokter Andhara." Sontak Andhara tertawa, terinspirasi? Memangnya Andhara siapa? Dia bukan Dokter Lie Darmawan yang berdedikasi penuh dengan membangun Rumah Sakit Apung demi memeratakan pelayanan kesehatan di daerah yang masih kurang pelayanan kesehatan. Bukan pula Dokter Lo Siaw Ging yang mendedikasikan dirinya untuk masyarakat tidak mampu di Kota Solo, lalu kenapa Tania terinspirasi olehnya? "Terinsipirasi oleh apa?" Andhara benar-benar tidak mengerti. "Dokter masih muda, tapi sudah begitu hebat," pujian yang makin membuat Andhara makin tidak mengerti, hebat yang bagaimana sih? "Jangan berlebihan, Tan. Saya biasa saja kok," Andhara tersenyum, ia bergegas menarik seporsi nasi liwet pesanannya, "Saya duluan ya." "Iya, silahkan Dokter." Obrolan mereka terhenti, karena tak selang lama pesanan Tania pun datang. Mereka kemudian sibuk dengan pesanan masing-masing. Tania melirik sekilas dokter bedah saraf, wajahnya cukup cantik dengan kulit putih bersihnya. Dengar-dengar dari Dokter Yohana, ia baru saja selesai mengurus perceraian dengan sang mantan suami. Kabarnya sang mantan suami yang juga seorang dokter spesialis itu berselingkuh. Secantik ini masih kurang? Seberapa cantik sih selingkuhan mantan suami Dokter Andhara ini? "Kamu dulu lulusan mana, Tan?" tanya Andhara ketika nasi liwet di piringnya sudah tandas. "FK UGM, Dokter." UGM, ahh ... almamater yang sama dengan dia bukan? Dia juga lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada Yogyakarta itu. Mendadak hati Andhara begitu pedih. Tidak pernah ia duga bukan bahwa sosok yang dulu di matanya begitu sempurna itu ternyata menyimpan sebuah rahasia yang tidak pernah ia duga sebelumnya. Sebuah kenyataan bahwa ia bukanlah sosok yang dicintai oleh laki-laki yang ia cintai itu. "Dok? Dokter melamun?" Sontak Andhara tergagap, ia hanya tersenyum kecut sambil mencoba tampak biasa saja. "Ahh, tidak. Hanya flashback masa kuliah saja," senyum Andhara begitu kaku, dan Tania menyadari itu. "Sudah menentukan spesialisasi?" tanya Andhara berusaha menutupi semua perasaan campur aduk yang tiba-tiba muncul dan mendominasi hatinya itu. Tani tersenyum, ia menundukkan kepalanya lalu kembali mengangkat wajahnya dan menatap Andhara lekat-lekat. "Saya ingin menjadi seperti Dokter, seorang ahli bedah saraf." *** "Aku dinas di RSUD sebelah nih, kangen ya?" Yohana tersenyum, ia tengah melangkah ke kantin, ia baru bisa istirahat setelah pasien yang datang sudah berhasil teratasi semua. "PD ih! Cepetan kesini, ntar aku temenin deh jaga IGD-nya!" terdengar suara Andhara begitu riang. Yohana terkekeh, ia kemudian duduk di salah satu meja kantin. Tangannya melambai ke penjaga kedai soto ayam favoritnya, memesan menu yang biasa dia pesan. Mbak Hani, penjaga kedai sudah langsung bisa menangkap kode dari Yohana. "Bener nih? Nggak capek?" goda Yohana sambil bersandar pada kursinya. "Nggak lah, daripada aku jenuh di kontrakan, siapa tahu aku dibutuhkan di sana." Yohana tersenyum, ia tidak keberatan kok kalau Andhara mau menemani dirinya jaga, toh dia bisa sedikit demi sedikit minta ilmu bukan? Ya walaupun dia sendiri besok ingin ambil PPDS penyakit dalam, bukan bedah saraf. "Oke aku makan dulu, ya!" Yohana tersenyum, tepat saat ia memasukkan Smartphone ke dalam saku snelli-nya, semangkuk soto ayam pesanannya sudah terhantar ke meja. "Makasih Mbak Hani," ucap Yohana tulus. Yohana mulai menyuapkan sotonya ketika kemudian residen orthopedi itu duduk di depannya. "Gue numpang di sini ya," gumamnya dengan wajah di tekuk. "Jelek amat muka lu? Ada masalah?" tanya Yohana pada sosok Anton yang tampak sangat kuyu itu. "Biasa Dokter Yudha ngamuk lagi, pantes deh istrinya kabur, tabiatnya jelek macam itu." "Huusshh!" Yohana buru-buru menepuk gemas pundak Anton, bahaya kalau sampai Dokter Yudha dengar, bisa-bisa dia kena DO. "Lha bener kan? Gue sendiri heran, bisa nggak sih sehari aja nggak ngamuk-ngamuk gitu?" gerutu Anton kesal. Yohana hanya menghela nafas panjang, ia tidak mau menanggapi gerutuan Anton soal konsulennya itu. Daripada nanti ia ikut kena getahnya. Siapa sih yang tidak tahu sosok killer satu itu? Ia begitu tenar dan populer. Di mata pasien, dia tenar karena masuk kategori dokter favorit. Ganteng, tinggi tegap, berkulit bersih dan begitu ramah. Di mata sejawat, apalagi yang kelasnya ada dibawah dokter bedah orthopedi itu, ia terkenal sosok yang judes, dingin, galak setengah mati dan sangat-sangat menyebalkan. Satu lagi, dia tukang ngamuk. Dari mulai security sampai chief residen semua poli hafal betul bagaimana tabiat sosok laki-laki satu itu. Apalagi status pernikahannya dengan model terkenal Kota Solo yang terpaksa kandas beberapa tahun yang lalu. Isu adanya laki-laki idaman lain menjadi penyebab keretakan rumah tangga mereka. Siapa yang tidak kenal Liliana Andalusia, ia model lokal yang bahkan sudah sampai Singapura dan Malaysia show-nya. Dengan postur 178cm, tubuh proporsional dan wajah cantik itu, tentu bukan hal yang sulit untuk Lili go internasional bukan? Dan bukan hal yang sulit pula untuk dia mencari laki-laki yang mau dengannya, meski statusnya ibu beranak satu. Kabar terakhir, ia menikah siri dengan salah seorang pengusaha batu bara kaya raya. Hak asuh anak gadisnya jatuh pada Dokter Yudha. Apakah karena hidupnya yang pahit itu kemudian merubah perangai dokter bedah orthopaedi itu? Yohana tersenyum, bukan urusannya kan? Itu masalah pribadi sejawatnya dan ia tidak berhak ikut campur bukan? Apalagi men-judge tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi pada rumah tangga Dokter Yudha. Yohana melirik Anton yang masih tampak kesal itu, ia paham sih kenapa Anton jadi sebegitu kesal, karena ia sendiri pernah mendengar dan melihat dengan mata kepala sendiri bagaimana Dokter tiga puluh tujuh tahun itu mengamuk memarahi residen atau koas nya. "Sudah, makan sana. Jangan terlalu diambil hati," gumam Yohana yang kemudian diikuti anggukan kepala Anton.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN