"Aish ... siapa yang suruh kamu buka baju? Jangan! Pakai saja." Yusuf merasa jantungnya tidak baik-baik saja jika berada dalam satu tempat tidur bersama Larissa, tetapi ia juga tidak mungkin membiarkan Larissa tidur di lantai. Walau beralaskan karpet, tetap saja tidak mungkin istri seorang Yusuf tidur di bawah.
"Oh, jadi tidurnya tetap pakai baju ya? Soalnya waktu sama almarhum suami saya, saya gak boleh pakai baju tidurnya, katanya biar anget. Selama sebulan saya tidur gak pake baju, alhasil saya kena typus, Mas, he he he ...." Yusuf ikut tertawa mendengarkan cerita singkat Larissa. Masih lebih baik daripada ia harus melepas keperjakaannya saat ini juga.
"Iya, pakai baju saja."
Hooam
Yusuf menguap sangat lebar.
"Saya baru saja bangun, pasti susah tidur lagi. Mas aja yang tidur. Sini, saya pijat kakinya!" tanpa menunggu jawaban suaminya, Larissa mulai memijat kaki Yusuf.
"Eh, jangan!"
"Gak papa, Mas, biar Mas rileks. Saya kalau di kampung suka dipanggil tetangga untuk pijat. Lumayan dapat sepuluh ribu untuk satu jam. Bisa beli makanan untuk Yusuf," cerita Larissa lagi sambil terus memijat kaki suaminya.
"Ada juga yang bayarnya pakai singkong, cabai, sayuran, pisang, apa sajalah yang penting tenaga saya mereka gantikan," lanjutnya lagi sambil tersenyum.
"Memangnya sehari-hari kamu ngapain?" tanya Yusuf ingin tahu. Malam pengantinnya akan ia lewati dengan berbincang mengenal Larissa lebih jauh.
"Ke sawah, ke kebun, pijat tetangga, tapi khusus perempuan. Kalau pijat lelaki matanya suka gak sopan. Ada juga yang terang-terangan mau jadikan saya istri kedua setelah saya memijatnya. Sejak saat itu, saya hanya memijat perempuan saja dan yang masih muda, kalau sudah nenek-nenek saya gak berani, takut mati di tangan saya pas saya pijat kekencengan, ha ha ha ..." Larissa tertawa lepas. Yusuf masih memperhatikan istrinya dengan senyuman tipis.
Setiap gerakan memijat yang dilakukan Larissa pada kakinya sangatlah sempurna. Pantas saja ia diminta warga di kampungnya untuk memijat, karena memang pijatan Larissa sangat enak.
"Gimana, Mas? Enak gak?" tanya Larissa.
"Lumayan," jawab Yusuf singkat. Matanya mulai mengantuk saat merasakan pijatan itu sedikit lebih kuat tetapi tepat sasaran.
"Kalau ngantuk tidur saja. Setelah Mas tidur, baru saya akan tidur." Yusuf pun mengangguk dan akhirnya memejamkan mata.
Di kamarnya, Tara dan Zaka tengah memasang baik-baik telinga mereka. Orang tua Yusuf itu berjaga-jaga menunggu ada teriakan dari kamar putra mereka. Namun hingga pukul satu dinihari semua hening. Tara dan Zaka akhirnya bernapas lega dan saling melempar senyum.
"Sepertinya malam ini berlangsung sepi, Ma. Bagaimana kalau digantikan dengan kita saja?" goda Zaka sambil menyeringai. Pria dewasa berumur lima puluh empat tahun itu sudah memasukkan tangannya di balik daster istrinya.
"Ish, udah tua juga, masih aja!" omel Tara dengan wajah bersemu merah.
"Biar tua tapi tetap menggoda'kan? Buktinya Mama balik lagi sama Papa." Zaka membawa Tara dalam pelukannya. Mencium wanita yang sangat-sangat ia cintai lahir dan batin.
"Lusa, kita ziarah ke Mas Erik ya, Ma?"
"Ayo, Pa, sudah lama kita tidak ke sana. Sudah satu bulan." Zaka mengangguk, lalu dengan tak sabar menarik kain segitiga milik istrinya.
"Papa sayang banget sama Mama." Zaka mengecup bibir istrinya dan keduanya pun melewati malam panas bak pengantin baru walaupun stok lama.
Sementara itu, seorang wanita tengah berdiri di depan jendela besar apartemen mewah. Ia memandangi hiruk-pikuk ibu kota Jawa barat yang masih saja padat pada waktu dini hari. Di tangannya memegang gelas berisi minuman dengan kadar alkohol rendah.
Harusnya malam ini ia lewati bersama dengan kekasihnya yang sekaligus menjadi suaminya, namun takdir memaksanya pergi di hari bersejarahnya. Semua itu terpaksa ia lakukan karena ia belum siap melepas masa bebasnya dan juga keadaan dirinya yang sudah tidak suci lagi. Yusuf pasti akan sangat kecewa dengan dirinya yang tidak bisa menjaga kehormatan.
"Sayang, apa ini?" pekik Mutia kaget saat kekasih hatinya yang lain, tiba-tiba saja tengah melingkarkan sebuah kalung cantik di lehernya. Mutia berbalik dan menatap kekasihnya dengan tatapan memuja. Dengan jemari lentik dan halusnya, ia meraba benda itu dan berhenti pada liontin berlian.
"Bagus sekali, terima kasih, Sayang," ujar Mutia senang dan langsung menerkam bibir kekasihnya dengan rakus. Ciuman yang awalnya di bibir, kini berpindah pada leher dan seterusnya Mutia hanya bisa mendesah nikmat di bawah tubuh kekasihnya yang sangat tampan dan juga kaya ini.
Permainan tidak lama, hanya setengah jam saja dan kekasih hatinya yang bernama Bagas Adi Permana itu pun terlelap sambil memeluknya. Mutia memang senang dan sangat gembira dengan hadiah yang diberikan Bagas, tetapi sudut hatinya yang lain merasa sepi dan berdosa pada Yusuf.
Dengan gerakan pelan, Mutia menurunkan tangan kekasihnya , lalu wanita itu turun dari tempat tidur. Membawa ponsel ke dalam kamar mandi, agar ia sedikit leluasa untuk menanyakan kabar Tetehnya pada kedua orang tuanya yang telah berperan menggantikan dirinya.
Bunda, gimana? Apa Mas Yusuf tetap menikahi Teh Risa?
Lama Mutia menunggu balasan pesannya.
Ting!
Ya ampun, Mutia, kamu di mana? Teteh kamu jadinya yang menikah dengan Yusuf. Gara-gara kamu, Bunda harusnya dapat amplop puluhan juta, masa jadi cuma sedikit. Ditambah lagi rasa malu pada keluarga Yusuf. Bunda pokoknya gak mau tahu, kamu harus transfer ke Bunda dan Papa. Kami mau pergi sebentar ke Bali untuk menghindari mulut tetangga yang pada comel.
Iya, Ma, besok Mutia minta Bagas transfer ke Mama lima belas juta. Untuk tiket dan penginapan Mama selama di Bali.
Send
Anak baik, terima kasih sudah membuat malu keluarga kamu ini.
Kapan kamu pulang?
Nanti, Bun. Mutia pasti pulang dan kembali pada Mas Yusuf.
Send
Yah, semoga saja keburu ya. Jangan sampai teteh kamu yang udik itu berhasil mendapatkan Yusuf dan menguasai hartanya.
Mutia memutar bola mata malasnya. Bundanya selalu saja mengukur apapun itu dengan uang. Termasuk memilih menantu. Semuanya serba perhitungan dan tidak mau rugi. Sejak awal dirinya harus selalu memiliki pacar kaya yang juga bisa memberi pada orang tuanya.
Yusuf adalah salah satunya pria yang rajin memberi pada kedua orang tuanya sehingga Yusuf lebih dahulu mendapat restu daripada Bagas. Lelaki yang tengah tidur dengan seksinya di tempat tidur sana yang juga menjalin hubungan dengannya saat ia berpacaran dengan Yusuf.
Mas, jujur aku tidak ikhlas kamu menikah dengan Teh Rissa, tapi ... semua ini harus aku lakukan, Mas. Semoga kamu mengerti. Tunggu aku, Mas, aku pasti kembali. Aku akan menjadi satu-satunya wanita yang kamu cintai dengan sepenuh hati.
Azan subuh berkumandang, Yusuf terbangun dari tidurnya dan langsung mencari dimana keberadaan Larissa. Benar saja, wanita itu kembali tidur di bawah tanpa bantal ataupun guling. Cepat Yusuf turun dari tempat tidur, lalu menggendong Larissa dengan hati-hati untuk ia letakkan di tempat tidur. Syukurlah istri desanya itu tidak terbangun. Yusuf membetulkan selimut Larissa sebelum ia masuk ke kamar mandi untuk berwudhu.
Tadinya ia ingin membangunkan istrinya itu, tetapi ia tidak tega. Wajah Larissa nampak benar-benar lelah dan seolah-olah menyimpan sesuatu yang amat berat. Kenapa bisa kehidupan Larissa sangat berbeda dengan kehidupan Mutia? Apa ia benar-benar dilupakan keluarganya? Ada apa sebenarnya pada keluarga Mutia?