PART. 9 AKU INGIN TAHU ISI HATI TANDI

1021 Kata
Tamu sudah pada pulang. Risman dan Abi membereskan bekas makanan. "Aku ke kamar ya, Man." Abi berkata pada Risman setelah selesai merapikan barang. "Iya, silakan." Risman mempersilakan Abi kembali ke kamar. Karena ia sendiri juga akan kembali ke kamar. Abi menaiki anak tangga menuju ke kamar. Sedang Risman meneliti pintu dan jendela apakah sudah dikunci semuanya. Setelah sudah diperiksa semua, Risman kembali ke kamarnya dibelakang. Meski sudah berulang kali Kai meminta Risman pindah tidur di samping kamarnya, tapi Risman menunggu nanti saja kalau sudah menikah dengan Zia. Risman masuk ke kamar, langsung menuju ke kamar mandi yang baru dibuat didalam kamar. Ia melepas pakaian, menyisakan celana dalam. Lalu berdiri di depan kaca. Risman kemudian mengambil sikat gigi dan odol. Diberi sikat gigi taburan odol sebelum dimasukkan ke mulutnya. Lalu dimasukkan ke dalam mulut. Risman menatap wajahnya yang tampak jelas di cermin. Rambutnya yang hitam dan tampak tebal terlihat jelas. Jambang dan kumisnya tidak diijinkan tumbuh di wajahnya. Ia memang tidak mengijinkan sesuatu menghiasi wajahnya yang ganteng. Apa adannya jauh lebih ganteng. Risman mengambil pisau untuk membersihkan wajahnya. Dibersihkan wajahnya dengan menggunakan pisau cukur sampai sungguh bersih. Setelah yakin bersih Risman beranjak ke bawah shower. Risman berdiri dibawah shower dan menyalakan shower. Air shower membasahi tubuh Risman dari atas kepala sampai ke seluruh tubuhnya. Setelah menggunakan sabun dan shampo dibilas dengan teliti sampai bersih. Selesai mandi Risman mengambil handuk dan keluar dari kamar mandi. Ia mendekati lemari pakaian dan mulai mengambil pakaian. Diambil celana pendek saja lalu ia kenakan. Setelah itu ia naik keatas tempat tidur lalu berbaring sambil menarik selimut. Risman membaca doa sebelum memejamkan mata. "Ya Allah jaga ayah, ibu, saudara-saudaraku, dan semua orang yang aku cintai. Ampuni dosa mereka semua. Aamiin." Risman menutup mata mulai untuk tidur. "Aku sayang Zia. Jaga dia ya Allah." Doa terakhir Risman untuk hari ini. * Pagi sekali Risman berangkat ke kebun. Jam tujuh ia sudah ada di kebun membersihkan kebun Kai dulu. Setelah kebun Kai selesai ia makan sarapan yang ia beli dijalan. Jam delapan kurang sepuluh menit Zia dan dua karyawannya datang. Begitu datang mereka langsung melakukan pekerjaan. "Zia kerja yang semalam lagi ya." Zia bicara pada Risman tentang pekerjaan yang harus ia lakukan hari ini. "Zia jangan terkena panas mata hari. Nanti Zia hitam, Zia harus tetap putih." Risman melarang Zia kena panas matahari. "Aku ingin kena panas, Paman. Siapa tahu aku tambah kuat kalau kena panas, Paman." Zia sangat ingin menantang dirinya sendiri untuk berbuat yang lebih baik. "Tidak, Sayang. Jangan melakukan sesuatu yang dilarang. Kulit kamu putih, tidak bisa terkena panas matahari. Kalau kena panas nanti sakit. Aku tidak mau kamu sakit." Risman menggelengkan kepalanya dengan kuat, lebih baik ia menghindari hal itu daripada Zia sakit. "Huh cerewet." Zia marah sambil duduk ditempat kemarin. Risman hanya tersenyum melihat Zia. Ia duduk disebelah Zia. "Jangan marah dong. Kita saling melindungi, saling menyayangi. Saling nyaris memiliki." Risman membujuk Zia agar jangan marah lagi. "Capek tahu di cerewet terus. Kapan Zia bisa happy?" Zia cemberut. Risman tertawa meski dimarahi Zia. "Zia bisa happy pasti. Sudah Zia disini dulu ya. Itu ada orang." Risman mengusap kepala Zia. "Iya." Zia menjawab dengan wajah cemberut. Risman bangkit dari duduknya. Ia berjalan ke halaman depan karena ada dua orang datang. Risman menemui orang itu dan membantu orang itu yang dicari mereka. Tak disangka yang di cari sama. Satu orang untuk di kantor, satu orang untuk dirumah pribadi. Risman dengan kesabaran tingkat tinggi meladeni mereka. Target Risman harus tercapai. Karena itu Risman selalu mencapai tanaman baru untuk dipajang. Tanaman baru selalu jadi daya tarik bagi pengunjung. "Aku tertarik yang itu, Mas. Aku minta dua puluh dulu ya." Kata orang itu pada Risman. "Baiklah. Akan kami pindahkan segera." Risman berkata dengan cepat. Risman minta pada Anang memindahkan ke dekat tanaman yang dipilih tadi ke dekat mobil. Sementara Risman membuatkan nota. Setelah nota selesai dibuat, barang sudah selesai dimuat. "Terima kasih banyak, Mas. Insya Allah lain kali kami ke sini lagi." Orang itu menjabat tangan Risman. "Sama-sama, Pak. Semoga hasilnya tidak mengecewakan. Senang bisa berbisnis dengan Bapak." Risman menyambut tangan yang disodorkan padanya. Setelah orang itu pulang, Risman mendekati pengunjung lainnya. "Bagaimana, Mas?" "Saya mau yang sudah dipisah ini." Pria itu menunjuk yang ia pilih. "Oh baik. Mas mau berapa batang, Mas?" Tanya Risman. "Saya mau sepuluh batang." Kata pria itu menyebutkan jumlahnya. "Sudah Mas pilih semua?" Tanya Risman. "Sudah. Itu sudah saya pilih semua." Pria itu menunjukkan pilihannya. "Baiklah. Mari kita ke kantor." Risman mengajak masuk ke kantor. Setelah beres urusannya, tanaman juga sudah dimuat ke dalam mobil. Risman memberangkatkan tanaman yang ia jual. Harganya lumayan tinggi karena memang diambil dari Jawa. Dan akan di budidayakan di sini nantinya. Setelah memberangkatkan tanaman hias itu masih ada beberapa orang lain lagi yang datang dan membutuhkan pelayanan ekstra. Risman meladeninya dengan riang gembira. Acil Ati datang mengantar makan siang. Tidak perlu diambil karena Acil satunya datang bekerja. Zia menyambut makanan yang diantar itu dengan suka cita. "Terima kasih ya, Acil," ucap Zia. "Sama-sama. Kalau kepedasan maaf ya, Zia." Kata Acil. "Tidak apa, Acil. Ini enak kok." Puji Zia. "Aku pulang dulu ya. Selamat makan Zia." "Terima kasih, Acil." Acil pulang dengan memakai sepeda motor. Zia menyiapkan makanan, sementara Risman sedang di kamar mandi. Mereka baru saja selesai salat berdua. Risman keluar dari kamar mandi. "Acil datang ya?" Tanya Risman saat Zia menata kuliner di atas meja kecil di lantai. "Iya. Nila bakar dengan terong bakar bersantan. Plus sambal Acan yang aku mungkin tidak akan tahan." Zia menyodorkan semua yang akan mungkin ia tidak akan tega menolak memakannya walau pedas. "Kalau pedas sekali jangan terlalu dipaksa, Sayang." Risman mengingatkan karena tidak mau Zia merasa kesakitan. "Sayang, Sayang, Sayang. Kapan di sayangnya?" Zia menggerutu. Risman tertawa. "Setiap hari aku Sayang. Mana pernah aku bohong." Kata Risman mengatakan yang sebenarnya. "Ya lah, terserah saja. Ayo makan." Zia mengambilkan nasi untuk Risman. Terong bakar dan sayur lalapan juga. "Aku masih penasaran loh dengan Pak Tandi. Kira-kira ada rasa tidak ya sama Dila?" Zia penasaran akut dengan perasaan Pak Tandi. "Jangan-jangan kamu yang naksir Pak Tandi, bukan Dila." Risman menatap Zia dengan lembut. Ia yakin Zia tidak tertarik tapi, ia ingin tahu hati Zia. *
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN