Risman tahu Pak RT tidak diinginkan untuk hadir.
"Kami sengaja membawa Pak RT sebagai saksi." Risman menyampaikan niatnya membawa Pak RT.
"Terima kasih Risman, dan Pak RT. Dengan begini jelas tujuannya." Ayah Dila mengucapkan terima kasih banyak pada Risman dan pada Pak RT.
"Kami ingin pernikahan ini dilakukan dengan lancar tanpa ada kendala."
Ayah tiri Dila mengajukan lamaran agar diterima.
"Kami tidak menginginkan ada lamaran. Dila tidak ingin ada pernikahan, titik." Ayah kandung Dila tetap menolak adanya pernikahan antara Dila dan Pak Tandi.
"Tadinya Dila sudah sepakat."
"Aku merasa tidak sepakat dengan rencana ini." Dila mengatakan isi hatinya. Dila tidak ingin dianggap menyanggupi pernikahan.
"Nona Dila sudah menolak. Berarti tidak bisa diteruskan." Seorang polisi menyampaikan maksudnya.
"Dila sudah berjanji menerima." Ayah tiri Dila semangat menjelaskannya.
"Saya tidak pernah ada berjanji menerima lamaran orang lain. Apalagi lamaran Pak Tandi." Dila menolak janji itu. Dila yakin sekali ia tidak pernah ada janji seperti itu pada Pak Tandi.
"Kamu sudah berjanji didepan almarhumah ibumu." Ayah tiri Dila terus memaksa.
"Kalau benar ada yang mendengar janjiku siapa orangnya. Aku yakin sekali tidak ada berjanji kepada Pak Tandi." Dila tidak mau mengakui janjinya.
"Jika memang benar ada yang mendengar janji Dila, harap bisa diberitahukan." Pak polisi minta ada yang mengakui janji itu.
"Dila memang tidak mengatakan secara jelas. Tapi tujuannya sudah pasti ke situ." Ayah tiri Dila memastikan tanggapannya tentang ucapan Dila.
"Apa yang Dila katakan, tidak selalu sama dengan yang Bapak maksudkan." Risman mengatakan tentang yang Dila maksudkan.
"Aku tidak pernah mengatakan aku bersedia menikah dengan Pak Tandi. Aku bahkan tidak memiliki pandangan apapun terhadap Pak Tandi," kata Dila. Dila tidak ingin lagi, pura-pura punya perasaan suka atau apapun juga terhadap Pak Tandi. Dalam pikirannya tidak ada perasaan apapun.
"Nona Dila sudah menyatakan, tidak ada hubungan apapun dengan Pak Tandi. Maka sudah jelas hubungan ini tidak benar adanya, Pak Suro." Pak Polisi menyatakan keputusannya.
"Begini Pak Polisi, Pak Suro ini punya hutang pada saya sebesar dua puluh juta. Saya tidak berniat menagih dalam waktu dekat. Saya sabar menunggu sampai dia niat membayar. Saya hanya minta setelah seratus hari tolong segera dibayar." Pak Tandi berhenti sebentar.
"Tidak ada tuntutan dari saya untuk menikah dengan Dila. Istri saya saja yang memaksa saya agar menikah dengan dia. Kalau Dila tidak mau tidak masalah. Saya akan menunggu hutang dibayar." Pak Tandi mengucapkan kata yang dipegangnya sendiri.
"Nah sudah jelas info dari Pak Tandi, Pak Suro. Pak Tandi tidak minta dinikahkan dengan Dila. Dia hanya minta agar hutang Pak Suro dibayar dengan tepat." Pak Polisi memberi penjelasan pada Pak Suro.
"Berarti kasus ini hanya keinginan Pak Suro. Bukan kemauan Dila." Pak RT memberikan tanggapannya.
"Bagaimana Pak Suro?" Risman bertanya pada Pak Suro. Pak Suro hanya bisa diam. Pak Suro bermaksud terbebas dari tagihan hutang Pak Tandi. Dengan membayar hutang lewat Dila, itu artinya ia tidak perlu lagi memikirkan hutang itu. Tapi Dila sendiri menolak, Pak Tandi juga tidak ingin memaksa, terpaksa Pak Suro mengalah saja akhirnya.
"Saya tidak bisa membayar lebih cepat, Pak Tandi. Kalau Pak Tandi mengijinkan, saya membayar lebih dari satu tahun, akan saya usahakan." Pak Suro akhirnya berkata pasrah.
"Baiklah Pak Suro. Akan saya beri tempo Pak Suro satu tahun dalam membayarnya." Pak Tandi setuju.
"Terima kasih Pak Tandi." Ayah tiri Dila mengucapkan terima kasih pada Pak Tandi.
"Nah sudah selesai semuanya. Jadi sekarang sudah beres. Dila bisa ke Martapura dengan ayahnya. Semoga hidupmu lebih bahagia, Dila." Pak Polisi mengucapkan syukur atas kasus yang selesai.
"Alhamdulillah."
Semua orang bersalaman.
"Maafkan Ayah ya Dila." Pak Suro memeluk Dila dengan perasaan meminta maaf.
"Iya, Ayah. Maafkan aku juga." Dila menghapus air matanya di pipi yang membasahi.
"Maafkan Ayah ya, Dila. Pak Danu maafkan aku." Pak Suro mengulurkan tangannya pada Pak Danu. Pak Danu menyambut uluran tangan Pak Suro.
"Kita saling memaafkan."
Kedua pria itu saling memaafkan. Pak RT, wakil ketua RT, Risman, Zia, dan semua orang merasa lega.
"Selamat ya, Dila, akhirnya selesai juga masalah ini." Zia memeluk bahu Dila. Dila menyambut pelukan Zia.
"Terima kasih, Zia."
Setelah ada pembicaraan yang terjalin akhirnya mereka pulang ke rumah masing-masing. Dila pulang ke Martapura bersama ayahnya dan saudaranya. Pak Suro pulang ke rumah bersama Pak Tandi dan saudaranya. Pak RT pulang ke rumah bersama Wakil RT. Zia dibonceng Risman pulang ke rumah.
Mereka semua lega karena masalah selesai. Mereka tiba kembali di kebun saat ada beberapa orang yang datang ingin melihat tanaman. Risman kembali meladeni pembeli yang datang, sedang Zia menyelesaikan pekerjaannya.
*
Zia diantarkan Risman pulang ke rumah.
"Iya." Via berlari melihat Zia datang.
"Via Sayang." Zia menyambut Via setelah memarkir sepeda motornya.
"Duduk, Man. Aku buatkan minum." Elia menyambut mereka.
"Terima kasih, Kak." Risman menyahut cepat. Zia dan Risman duduk. Nini dan Kai keluar dari dalam kamar.
"Amma dan Abba." Risman menyalami Nini dan Kai Zia.
"Apa kabar, Man?" Tanya Kai.
"Alhamdulillah baik." Risman menjawab dengan cepat.
"Syukurlah. Kabar baik yang paling ingin kita dengar." Kata Nini dengan senang.
"Yang paling kita tunggu tanggal melamar kapan nih, Man?" Tanya Kai. Risman tersenyum pada Kai.
"Maunya sih cepat, Abba. Tapi belum sampai waktunya sekarang." Risman tidak ingin dianggap menolak Zia, karena rasa hatinya sungguh jatuh cinta. Tapi usia Zia belum tiba waktunya.
"Usia Zia tinggal beberapa bulan lagi, Man. Tidak akan lama lagi." Kai mengingatkan.
"Iya, Kai. Tidak akan terasa tentunya."
"Zia ingin cepat nikah. Tapi Pamannya ogah," kata Zia dengan wajah cemberut. Risman tersenyum berusaha membujuk Zia agar tidak marah.
"Jangan marah dong. Yang penting nanti tepat waktunya." Risman merayu Zia.
"Zia ini ingin cepat, Man," ujar Elia.
"Sudah lulus tinggal menunggu sebentar lagi, Amma. Paman tidak mau dipercepat." Zia cemberut. Elia mengerti keinginan putrinya, tapi yang namanya harus sesuai jadwal tidak mungkin dimajukan.
"Eh, tadi ada kasus loh, Amma." Zia teringat dengan Dila.
"Kasus apa?" Tanya Amma nya.
"Kasus Dila dengan Pak Tandi."
"Kasus apaan, Zia?" Sang Nini tampak sangat penasaran mendengar cerita Zia tentang kasus Dila dan Pak Tandi.
"Perjodohan nih ya?" Tanya Kai nya pada Dila.
"Ya betul sekali." Zia menjawab mantap.
"Hah bagaimana bisa? Dila itu masih gadis. Tandi seorang pria yang punya istri. Lagipula Tandi itu kelihatannya setia. Tidak asal ambil istri saja." Kai meragukan cerita Zia.
"Kenyataannya memang begitu Kai."
"Tidak begitu, Zia." Risman meluruskan.
"Memang begitu, Paman."
"Ada selanya, Zia sayang."
Risman menceritakan secara singkat tentang Dila dan Pak Tandi.
*