Perasaanku benar-benar tidak enak saat Pak Hariz meneleponku sebelum maghrib tadi. Benar saja, aku disuruh ngaterin Ami ke butik buat fitting sampai malam. Hiks, padahal kan perjanjiannya sampai sore habis belajar baca saja. Ini kami baru balik setelah isya. Ami sudah terlelap di pangkuan Ayahnya, sementara aku memangku kakinya yang menjulur. Kami bertiga duduk di jok tengah, padahal aku tadi sudah menawarkan diri agar duduk di belakang saja, agar Ami bisa tidur bebas di kursi yang bisa dimodifikasi ini. Namun, Ami merengek dan Pak Hariz memintaku duduk bersama mereka. Pak Dewo melajukan mobil dengan lihai, membelah jalanan malam yang cukup padat. Tidak ada yang bicara, hanya suara musik klasik yang mengalun pelan, terdengar dari speaker mobil. Baru kali ini aku masuk butik, pun juga m