Sepulang mereka dari bioskop, mereka berdua mampir disalah satu restoran.
Rangga sudah seperti kakaknya, sekalipun mulutnya yang kadang pedas ketika bicara. Tapi semua itu sudah dimaklumi oleh Gea. Karena mereka sudah berteman lama, jadi orang tua Gea juga tidak keberatan jika Gea keluar dengan teman-temannya. Sekalipun Gea tahu bahwa temannya ini adalah pria b******k juga. Tapi dia yakin jika Rangga tidak akan melakukan hal macam-macam kepadanya.
Begitu makanan pesanan mereka tiba, Rangga menatap Gea dengan tatapannya yang heran dengan temannya yang satu ini tidak pernah pacaran sama sekali seperti yang lainnya.
"Ge!!"
"Hmmm?"
"Waktu itu pernah gue lihat lo sama perempuan,"
Gea menelan makannya, "Siapa?"
"Ada, pokoknya cantik banget. Yang jelas bukan ipar lo yang model itu?"
"Kapan emang?"
"Waktu di toko kue kayaknya,"
Gea mengingat-ingat lagi kejadian ketika dia pergi ke toko kue, "Berdua?"
"Iya berdua,"
Gea baru ingat itu adalah istri kedua kakaknya, yang di mana hingga saat ini istri kedua kakaknya justru selalu baik kepadanya. Dia juga sangat nyaman jika menceritakan apapun pada istri kakaknya itu. Dibandingkan dengan istri pertama kakaknya yang hanya sibuk mengejar karir dan terpaksa menikah dengan Reno.
"Mulai bengong deh lo," Gea menyeringai dan melanjutkan makannya, "Salamin gue,"
Gea mengambil kentang goreng lalu melemparkannya kearah Rangga. "Mata lo tuh ya jelalatan banget, nggak bisa apa sama satu cewek doang?"
"Ih, sumpah dia tuh cantik banget,"
"Masalahnya itu dia kakak ipar gue bangke,"
Rangga yang tadinya minum langsung tersedak dengan apa yang dikatakan oleh Gea. Yang dia tahu istri Reno merupakan model yang cukup terkenal. tapi, yang dibilang oleh Gea barusan membuatnya terkejut, "Gea, gue tahu kok kalau lo itu nggak mau lihat gue dekat sama temen lo karena lo tahu gue yang kayak gini," pengakuan Rangga.
Tapi Gea justru menggeleng, "Nggak, dia beneran istrinya kak Reno," Gea mengeluarkan ponselnya dan langsung memperlihatkan kepada Rangga foto pernikahan Reno dan Felly yang digelar sederhana.
"Aih, istrinya dua?"
"Kayaknya Kak Reno lebih sayang sama yang ini,"
"Gila, makanya ya gue ajak lo jalan itu cuman mau omongin ini,"
Gea tertawa begitu Rangga mengakui hal yang seharusnya tidak dikatakan oleh Gea mengenai status kakaknya yang memiliki dua istri. Tapi bagaimanapun juga dia harus mengatakan itu karena tidak mungkin Rangga berusaha mengejar kakak iparnya.
"Udahlah, lo tuh kuliah yang rajin aja. Nanti jgua bakalan dapat yang cantik, nggak usah jadi fakboi lagi, mau tabur benih di mana lagi lo sekarang?"
"Elah, berani ngomong gini ke Daffa? Gue jamin deh lo yang paling top kalau berani ngomong beginian sama dia,"
Gea menggeleng, "Nggak mungkin, gue berani ngomong gini juga karena itu adalah lo. Lo kan manusia yang sukanya blak-blakan,"
"Sekalipun omongan lo yang nyeletuk itu nyakitin hati, tetap saja gue anggap lo lagi bercanda. Siapa sih yang nggak tahu lo sialan? selain nyebelin, tentunya lo juga cantik, sih,"
"Awas ntar lo naksir sama gue,"
"Idih, gue nggak berani sama abang lo. Yang ada gue nggak bisa muasin diri lagi sama cewek-cewek gue kalau gue jadian sama lo. Dan satu hal, lo nggak cocok dapat pria b******k. Lo bisa aja tuh dapat pria yang lembut, nggak kayak gue, sadar diri kok gue. Lo itu nggak pantas di sakitin,"
Gea mengusap air matanya dan memanyunkan bibirnya. "Gue kok terharu banget sama lo?"
"Gue serius, Gea. Ada kalanya gue serius ada kalanya gue bercanda. Tapi mengenai perasaan gue nggak pernah ngarep sama lo kok. Gue akui kalau lo itu cantik, makanya gue nggak pernah berani macam-macam sama lo juga karena lo itu baik. Lo yang paling ngerti, lo nggak pernah nyeletuk di depan orang banyak mengenai hidup orang lain. Kadang ya gue buntuti lo kalau lo lagi ngobrol sama cowok, nggak mau lo itu kenapa-kenapa, dan kalau gue lihat lo ngobrol sama Pak Deni, kadang gue ngerasa ada suasana hangat yang gue lihat dari lo sama dia. Sekalipun lo terlihat nggak nyaman,"
"Mulai ngaco nih anak,"
"Nggak, gue lagi serius kalau gue lihat Pak Deni itu nyaman sama lo,"
"Nyaman bagaimana? Dia dosen kita loh,"
"Kan gue pernah bilang kalau dia itu adalah orang yang sengaja ngajar barangkali cuman nyari calon istri. Apalagi dia nggak digaji gitu,"
"Bodoamat,"
Rangga menarik napasnya dan tersenyum kearah Gea, tatapannya mulai menggoda yang kemudian membuat Gea terlihat jijik dengan tatapannya itu. "Ge, yakin lo nggak tertarik?"
"Tertarik sama siapa?"
"Pak Deni,"
Gea tidak menjawab apapun. Yang ada dikepalanya mengenai dosen itu adalah menyebalkan dan juga sangat berlebihan ketika menghukumnya. Dia sering curhat juga kepada Felly mengenai dirinya yang punya dosen tapi menyebalkan. Tapi tidak pernah menceritakannya kepada Reno, karena sudah dipastikan Reno akan meledeknya jika dia membicarakan pria dihadapan kakaknya. Selama ini Gea dikenal perempuan yang pemalu dan tidak pernah menceritakan mengenai laki-laki. Jika dia menceritakannya, pasti dia akan menjadi sasaran empuk kakaknya.
Apalagi sekarang ini dia bersama dengan Rangga yang mulutnya kadang sering ceplas-ceplos pada yang lainnya. Tidak mungkin dia menceritakan tentang perasaan kesalnya. Gea memang sudah berusaha untuk bangun lebih awal, tapi tetap saja dia terlambat untuk bangun. Dan, itu bukan pertama kalinya dia seperti tiu. Gea juga sering mendapat hukuman dari dosennya yang lain.
"Bengong melulu deh!! Mikirin Pak Deni beneran deh lo! Karena dia yang masi bujang kan,"
"Ngaco melulu deh dari tadi, heran gue,"
"Ya siapa tahu kalau lo naksir beneran, atau nggak lo naksir sama gue?"
"Naksir sama lo? Kayaknya sekalipun lo adalah pria yang ada di muka bumi ini dan lo satu-satunya yang tersisa, tetap aja gue nggak bakalan mau sama lo,"
"Alasannya?"
"Ogah aja, yakali gue mau kayak yang lainnya jadi korban lo,"
"Hah, sialan. gini-gini gue masih ada hati nurani kali, ya udahlah mending lo makan aja dulu. Setelah itu kita bakalan jalan-jalan lagi, nanti gue antar lo kalau udah larut malam. Kan gue bisa ngeles apapun sama nyokap sama bokap lo, lagian nggak ada abang lo,"
"Ya juga sih, dia emang nggak di rumah,"
"Nah itu, jadi kan kalau ada dia gue malu. Jadi berhubung nggak ada dia, maklumi aja kita jalan-jalan begini. Kapan lagi coba habis nonton, terus jalan-jalan, makan juga,"
"Lain kali lo kalau mau ngajakin gue liburan ya seharian full gitu, kan gue nggak bosen,"
"Gampang, yang penting lo mau aja gitu jadi pacar pura-pura gue cuman buat mutusin cewek gue,"
"Nggak mau terlihat sama cewek lo, malas banget gue,"
"Nah kan ini nih kalau gue minta bantuan lo nggak pernah mau,"
"Nyakitin hati orang itu perbuatan yang nggak pernah bagus, bego. Lo juga gonta ganti mulu perasaan, sialan banget. Lo pikir gue seneng apa dijadikan kambing hitam. Terus kalau dia ketemu gue nanti, yang ada gue dibejek-bejek,"
"Elah, gue nggak pernah apa-apain dia kali. Gue cuman mau tobat kayak yang lo bilang tadi, gue udah malas berurusan sama cewek. Jadi nggak ada salahnya gue mau putus gitu sama mereka,"
"Mereka? Berarti lebih dari satu?"
Rangga menyeringai, "Tiga, tapi yang mau diputusin itu satu,"
"Terus yang dua?"
"Calon istri gue,"
"Sinting lo,"
"Satunya hamil,"
"Gila, tanggung jawablah,"
"Bukan punya gue, gue nggak pernah sama dia. Cuman kelihatan aja gitu, cowok mana bisa dibohongi sih, Ge. Gue juga baru kenal dia beberapa minggu ya kali perutnya segede gitu, dia pernah ngajakin ngelakuin itu,"
"Lo mau?"
"Ya kagak, semesum-mesumnya gue masih milih-milih, nggak main celup sana celup sini,"
"Emangnya teh?"
"Eh tapi gue serius, gue mau sembunyi,"
"Tapi kan bisa minta tolong sama yang lainnya,"
"Lo mau gue di buron?"
"Ya nggak gitu juga,"
"Please banget ya!! Gue nggak mau akhiri masa-masa lajang gue dengan cara tanggung jawab untuk hal yang nggak gue lakuin,"
"Tapi beneran kan itu bukan hasil lo?"
"Sumpah, bukan. Lagian kalau gue sayang, mana pernah sih gue rusak. Mikir kali gue, yang dua noh masih utuh, nggak pernah gue apa-apain. Gue b******k ada masanya,"
Gea mengangguk melanjutkan makannya dan memilih untuk tak menjawab karena tidak mungkin dia membantu begitu saja tanpa mencari tahu kebenaran terlebih dahulu.