My Boss My Wife

2272 Kata
Ini malam kedua makan malam dengan anggota tambahan. Dan Sheira masih saja merasa iri dalam hati melihat ke harmonisan keluarga Ares. Terutama kedua orang tua Ares yang tampak selalu menyayangi satu sama lain. Bahkan hanya lewat tatapan saja Sheira sudah dapat melihat betapa besar cinta mereka. Ia hanya tersenyum se adanya dan menjawab jika di tanya. Karena,sekali lagi Sheira bukan lah perempuan setype Gracia. Sama dengan Shania, dia hanya diam menikmati makan malam serta canda tawa yang di buat Gracia dengan Ares. Dua adik nya itu selalu bisa memberi tawa dalam keluarga mereka. Shania melirik pada Ares yang kini sedang melirik pada Sheira. Entah hanya perasaan saja atau memang Ares tampak takjub atau memuja melihat Sheira tertawa. Dan itu jelas membuat hati Shania remuk seketika. Selama ini ia sudah mencoba untuk menghapus perasaan nya pada Ares, namun ia sama sekali tidak punya daya untuk melakukan nya. Bahkan sampai saat ini perasaannya masih sama pada Ares. Dan pertemuan siang mereka tadi berakhir dengan buruk. Dia akui, tidak seharusnya ia bersikap seperti siang tadi. Ares benar, hubungan mereka hanya sebatas adik kakak walau mereka tau jelas bagaimana hati ke dua nya. Sret "Kakak ke kamar duluan ya, " pamit Shania semakin tidak nyaman dengan pemandangan di hadapan nya. Setelah berkata seperti itu Shania langsung pergi setelah Keynal mengangguk. Sheira menatap kepergian Shania dengan heran. Lalu menoleh kesamping pada Ares yang kini sedang menunduk sambil menghela napas berat. Ve yang melihat itu hanya bisa menatap sendu pada anak sulungnya. Ia merasa kalau semua ini mulai tidak benar. Menyembunyikan status Ares sejak awal bahkan ia sudah bisa menebak akan seperti apa keduanya. Namun ia tidak berfikir akan separah ini. "Udah kak, Kak Shania memang gitu orang nya, pendiam cuek gitu " ujar Gracia menghibur. Sebenarnya bagi nya sendiri juga sudah biasa dengan sikap kakaknya. Toh, dari dulu juga sikap tertutup Shania baik di luar mau pun di dalam rumah. Sheira mengangguk mengerti, kembali ia menikmati makan malam nya. Obrolan kembali terjadi, Ares mulai lelah dengan semuanya. Dia melirik lagi pada keluarga satu persatu. Termasuk Sheira. Setelah makan malam selesai Sheira memilih untuk langsung kembali ke kamar. Ia harus membereskan barang - barang yang baru di ambil di apartemennya. Tidak banyak, hanya pakaian kerja dan juga beberapa keperluan pekerjaan nya. Dan juga menata alat rias di meja rias yang datang sore tadi. "Besok aku mulai kerja " ujar Ares begitu ia keluar dari dalam kamar mandi. Sheira masih tampak tidak perduli. Membuat Ares mendengus dan memilih untuk menyalakan tivi dan juga PS nya. Sheira di sibukkan dengan laptop nya. Sambil menelfon seseorang dan membahas pekerjaan yang hampir sebulan ini ia tinggalkan. Sunyi tanpa percakapan apapun di antara keduanya terus berlangsung hingga Sheira mengantuk dan memilih tidur duluan. Membiarkan Ares sendiri memain kan game nya. *** Seperti apa yang di katakan Narendra kemarin. Kalau hari ini Ares akan mulai kerja di kantor perhotelan almarhum Opanya. Dan sekarang ia sudah terlihat rapi dengan kemeja biru muda dan celana khaki hitamnya. "Ini " ujar Ares memberi kan satu kredit card pada Sheira setelah ia selesai dengan dirinya. Sheira melirik pada credit card yang di sodorkan Ares padanya. Lalu melirik Ares bergantian. Huft Ares menghela napas melihat sikap Sheira yang diam saja. Bahkan termasuk datar. "Ini semua tabungan aku, kamu boleh pake. Sekarang aku sudah jadi suami kamu, jadi aku harus menafkahi kamu. " "Dari uang orang tua mu ?" "Tapi aku menabung nya sendiri " "Cih.. " "Untuk sementara, setelah aku mendapat kan gaji pertama ku, maka gaji ku yang akan ku beri kan pada mu " ujar Ares mulai geram kini. Sheira memandangi Ares masih dengan tatapan datar. Kemudian ia memilih mengabaikan nya, dan memutuskan untuk keluar tanpa mengambil kartu kredit tersebut. Sret Tapi, Ares lebih dulu menarik tangan Sheira dan membawanya menjadi membentur dindin di samping pintu. Tatapan Ares menunjukkan kemarahan. "Dengar!. Aku paling tidak suka di remehkan!. Aku bisa mentoleransi semua sikap kamu, aku bisa mengerti semua ke cuekan kamu. Tapi ini tanggung jawab ku !!" Sheira memandangi Ares dengan berani. Walau ia bisa melihat dengan jelas kemarahan Ares. "Aku gak minta " "Tapi aku suami kamu!" "Hanya status " jawab Sheira datar. Itu membuat Ares harus memejamkan matanya dengan kuat. Meredam emosi yang semakin besar. "Oke ?" Ujar Ares sedikit memberi jarak. Ia menatap datar pada Sheira. "Kita gugurin aja anak itu..." PLAK!! Tamparan keras mendarat di pipi Ares. Sheira menatap dengan emosi kini. Ia benar - benar tidak percaya dengan ucapan Ares yang semakin menunjukkan sebajingan apa laki - laki di depan nya. Ares diam, ia memegangi pipinya. Menatap frustasi pada Sheira. "Kalau kamu tidak mau anak ini, aku bisa mengurusnya sendiri !" Ujar Sheira dengan nada dingin. Ia mendorong Ares mundur. Lalu membuka pintu dan keluar. "Shei. " seru Ares menyusul Sheira yang tidak perduli. " Sheira !!" Seru nya lagi. Ia melewati Gracia dan Shania yang baru keluar kamar yang menatap keduanya dengan heran. "Sheira tunggu.. " seru Ares mempercepat langkahnya menuruni anak tangga hingga ia bisa menggapai lengan Sheira. Ia berterimaksih pada sepatu tinggi yang di kenakan Sheira sehingga membuat langkah Sheira tidak secepat langkahnya. "Lepas !" Ares menggeleng, ia menatap menyesal pada Sheira. "Aku minta maaf, aku bingung sama kamu Shei.. plis jangan bikin semua semakin sulit " ujar Ares memohon kini. Shania dan Gracia memandangi keduanya dari atas dengan tatapan iba pada adiknya. Begitu juga Ve dan Keynal yang melihat sendiri keributan keduanya dari pintu ruang makan. "Semua salah kamu !" "Aku tau, dan aku minta maaf.! " ujar Ares masih menahan tangan Sheira. "Aku tidak akan menuntut apapun sama kamu, tapi jangan seperti ini. Aku hanya ingin melakukan tugas ku sebagai suami yaitu menafkahi kamu " "Tidak perlu! " "Shei... " ucapan Ares terhenti saat ia sadar kalau mereka menjadi pusat perhatian orang rumah. Dan Sheira juga sama. Ia pun memutuskan untuk menarik Sheira keluar. Tanpa pamit pada semuanya. "Udah, biar mereka selesaikan masalah mereka " ujar Keynal sambil mengajak Ve untuk duduk. "Aku gak bisa liat Ares kayak gitu, sayang " "Dia pasti bisa. Jangan cemas " "Gimana kala... " "Sayang, udah ya. Kalau Ares udah gak bisa lagi. Baru kita turun tangan " sela Keynal. Ve pun akhirnya mengangguk dan memilih menyiapkan sarapan. Di luar Ares dan Sheira kembali melanjutkan perdebatan mereka. "Lepas " "Sheira, sekali ini aja. Setelah ini aku janji gak akan minta ini itu sama kamu. " ujar Ares lelah. Sheira tampak menimang. "Oke! Tapi setelah ini kita urus urusan masing - masing. Jangan pernah ikut campur dalam hidup ku " Ares mengangguk dengan terpaksa. Sheira pun mengambil kredit card yang di sodorkan Ares padanya. Lalu langsung masuk kedalam mobil nya. Ares hanya bisa kembali menghela napas lelahnya. Kemudian mengacak rambut nya dengan frustasi. Dan memilih untuk masuk kembali ke dalam rumah. *** Mobil audi merah berhenti di depan lobby sebuah gedung pencakar langit. Dari pintu kemudi Sheira turun dengan muka tanpa ekspresi. Namun tetap saja orang - orang selalu menatap padanya. Menatap dengan penuh memuja. Ia berjalan dengan angkuh memasuki lobby kantor. Mengangguk seadanya setiap sapaan para karyawan yang ada di lobby. "Bu, Sheira udah balik tuh " bisik Irma pada Vira yang duduk di balik meja resepsionis. "Trus ?" Tanya Vira yang tampak tidak perduli. "Ya enggak, udah hampir sebulan gak keliatan " ujar Irma tampak kikuk. Vira teman semejanya hanya menggeleng mendengat teman kerjanya yang memiliki sifat yang terlalu kepo. Tidak lama kemudian Narendra menyusul masuk dengan santai. Ia hanya senyum seadanya membalas sapaan orang - orang. Sheira yang menunggu lift terbuka hanya mendengus malas. Ia memilih langsung melangkah masuk saat pintu lift terbuka. Dan di susul Narendra yang ikut masuk. "Pak Rendra emang ganteng banget ya.. haaa. " ujar Irma menatap kagum dan terpesona. "Iya " kali ini Vira mengangguk setuju. Bahkan para wanita yang lain tampak ikut setuju dari pandangan mereka. "Gimana liburan kamu?" Tanya Narendra melirik Sheira di sampingnya. Sheira tidak merespon ia malah menyibukkan diri dengan ponsel di tangan nya. Narendra diam sejenak mengamati wanita cantik itu. "Aku minta maaf " "Basi " ucapnya datar tanpa menoleh. Menyimpan ponsel nya ke dalam blazer nya. Lalu menatap lurus pada pintu lift. "Shei.. plis ngertiin aku, kamu tau gimana Mama kan ?" "Kapan aku gak pernah ngertiin kamu Ren? Bahkan aku selalu mengerti kamu !" Ujar Sheira dengan nada sedikit geram. Ia menatap dingin bahkan. "Shei aku.. " "Udah lah Ren, aku lagi gak mood ngomong sama kamu " ujar Sheira malas. Ting Lift terbuka di lantai 20. Sheira melirik sejenak kemudian melangkah keluar. Ia berjalan melewati bilik para karyawan nya. Dan terus berjalan menuju ruangan yang bertuliskan manager. Hanya satu - satunya ruangan Sheira di lantai 20 itu. "Ami, tolong laporan nya ya " ujarnya pada wanita yang sudah duduk di balik meja yang ada di depan ruangan nya. "Iya Bu " jawab Ami dengan sopan dan hormat. Kemudian Sheira langsung masuk kedalam ruangan nya. Setelah hampir sebulan ia meninggalkan pekerjaan nya dan hari ini ia langsung di suguhkan banyak nya berkas dan juga file yang harus ia chek. Sheira memang pekerja keras. Ia akan selalu melakukan yang terbaik untuk kerjanya. Tidak mudah untuk nya bertahan di posisi nya sekarang. Tanggung jawab nya besar. Tok tok tok Terdengar suara ketukan pintu dari luar ketika Sheira sudah tenggelam dalam kerjaan yang di antar Ami sekertarisnya satu jam lalu. "Masuk " saut nya tanpa menoleh. Cklek Pintu terbuka, seorang pria paruh baya masuk. Dan di ikuti seorang pria muda dan tampan. Sheira mengangkat kepalanya dan sedikit kaget namun dengan cepat ia menguasai dirinya sendiri. "Maaf, Bu Sheira. Ini Ares, dia yang akan mengganti Firman yang tiga hari lalu keluar " ujar Pak Bastian. Sheira beranjak dari duduk nya. Ia tersenyum tipis melihat reasksi terkejut suami nya itu. "Ah.. ya.. baik lah " "Kalau gitu saya serah kan sama ibu, masih ada kerjaan lain soal nya " Sheira mengangguk masih menatap lurus pada Ares yang tampak masih terkejut. Setelah kepergian Pak Bastian, Sheira berjalan ke hadapan meja nya. Melipat ke dua tangan di depan. Masih dengan senyuman mengejek pada Ares. "Kamu jauh - jauh kuliah di Amrik hanya untuk menjadi staff biasa ?" Tanya Sheira dengan nada meremehkan. Ares langsung mendengus, ia melangkah mendekat. Mengabaikan rasa geli nya sediri mengetahui kalau bos nya adlah istrinya sendiri. "Ini hukuman dari Papi " jawab Ares duduk di sofa. "Siapa yang nyuruh kamu duduk ?" "Pegel berdiri terus " jawab Ares sedikit merengek. "Aku sekarang atasan kamu ya ?"ujar Sheira geram. "Tapi, aku suami kamu. Masak gak boleh duduk di .." "Res, dengar !" Ucap Sheira melangkah menghampiri Ares. Ia duduk di hadapan Ares menatap dingin pada laki - laki di hadapan nya. "Ini kantor. Dan aku tidak mau ada yang tau kalau kita suami istri ?" "Kenapa ? Kamu malu ?" Tanya Ares heran. Ia tidak tersinggung namun ia hanya ingin tau alasan dari Sheira. "Aku gak jelek - jelek banget. Bahkan banyak yang naksir aku sejak sekolah dulu. " Sheira mendelik mendengar ke pede'an Ares. " terserah, pokoknya aku tidak mau ada yang tau kalau kita suami istri " "Alasanya ? " tanya Ares. "Tunggu.. apa kamu punya pacar di sini ? Atau tunangan ? .. tapi kalau aku liat cewek jutek,galak dan juga arogan kayak kamu mana punya pacar. Hahah.. mana ada yang mau sama macan betina. Tuh cowok pasti sakit jiwa kalau sam...." ucapan Ares terhenti saat ia menyadari sesuatu. Ia langsung melirik pada Sheira yang menatap berang padanya. "Iya iya.. aku akan diam aja, gak akan ngasih tau kalau kita suami istri " ujar Ares dengan malas. Namun kemudian ia tersenyum manis. Sheira mendengus malas kini. Ia berdiri dari sofa. "Mau kemana ?" Tanya Ares saat melihat Sheira bangun. "Keluar " "Oh.. yaudah " respon Ares menyandarkan punggung nya ke sofa. Membuat Sheira menatap tajam padanya. Menyadari tatapan tajam itu Ares hanya bisa nyengir bodoh. Ia ikut berdiri dan menghampiri Sheira. "Kamu cantik walau jutek gitu " puji Ares jujur. Namun Sheira mendengus malas ia langsung berbalik dan keluar dari dalam ruangan nya. "Ami, ini Ares. Dia karyawan baru yang akan menggantikan Firman, kamu tunjukin meja nya di mana " ujat Sheira pada sekertarisnya begitu ia keluar. Ami melirik pada Ares, dan membalas senyum Ares yang lebih dulu tersenyum ramah. "Mari " ujar Ami lembut. Ares mengangguk, ia berjalan melewati Sheira dan menuju tempat karyawan lain nya. "Ini meja kamu " ujar Ami ketika tiba di salah satu bilik yang ada di area sudut ruangan. "Itu.. bu menejer nya emang gitu ya ?" Tanya Ares menilik pada Sheira yang masih berdiri menatap nya. Ami diam hanya tersenyum saja. "Betah kerja sama dia ?" Tanya Ares lagi. "Dimas, ini Ares. Kata bu Sheira, Ares ini pengganti Firman " ujar Ami menoleh pada Pria yang duduk di bilik sebelah Ares. "Oh.. ya Mi " jawab pria bernama Dimas. Lalu Ami pamit. Sheira juga sudah masuk kedalam ruangan nya. "Ares " "Dimas " balas Dimas menjabat tangan Ares. "Loe keliatan masih muda banget " "Hehe.. loe merasa udah tua ya ?" Seloroh Ares membuat Dimas mendelik. Namun ia tidak marah. "Enak aja, gue baru 26 ya !" "Gue 20 " "Buset dah.. bocah amat loe tong " seloroh Dimas dengan logat betawi, Ares hanya tertawa pelan. "Jadi, gue harus ngapain nih... bang, Mas, atau Om nih gue manggil nya ?" "Mbah aja sekalian " sewot Dimas semakin membuat Ares terkekeh geli. Ares memang type cowok yang supel, ia mudah bergaul sama siapa aja. Sekali kenal maka bisa langsung akrab. Contoh seperti sekarang. Padahal baru beberapa menit yang lalu Dimas dan Ares kenalan. Dan sekarang tanpa sungkan mereka berdua bekerja sambil bercanda. Dimas memberi tau apa yang harus Ares kerjakan. Memberia beberapa arahan dan juga contoh. Setelah nya Ares sudah paham. *** TBC....
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN