Kejadian di pencucian mobil meninggalkan ketakutan untuk Gabina, setelah puas membuat Abina memohon ampun dan menangis di jalanan.
Kerina, Melody dan Denis pun pergi dari sana meninggalkan gadis itu sendirian, Abina memeluk dirinya takut dan meratapi diri sembari apa salah dia sehingga diperlukan seburuk itu.
Di tengah tangisnya ponsel berlayar hitam putih milik Abina berdering sang bapak mencari Bina yang tidak kunjung sampai ke rumah sakit, Bina pun meminta bapak menjemputnya, rasanya Bina tidak sanggup lagi berjalan kaki atau harus berkali-kali menaiki angkutan umum.
Kedua lutut Bina memar akibat tarikan Kerina yang membuatnya jatuh ke aspal, Abina bersusah payah bangkit dan sampai saat semuanya pergi tidak satupun orang yang sekitar peduli, sepenting inikah setatus sosial?
Bina berusaha menutupi semua luka dari bapak, hanya mengatakan dia jatuh sebab jalanan becek karena itu bajunya menjadi kotor.
***
Beberapa hari berlalu.
Abina tidak masuk sekolah selain karena rasa takut dan trauma dia juga sibuk mengurusi ibunya yang tidak bisa ditinggal.
Namun hari ini Abina tidak punya alasan lagi untuk tidak masuk sekolah, ia sudah banyak ketinggalan pelajaran dan bisa-bisa dia tidak mampu mengejar yang sudah ia lewati.
Abina berlarian menuju gerbang belakang sekolah saat melihat waktu beberapa menit lagi bel masuk akan berbunyi. Suasana halaman belakang sekolah sudah sepi, jam masuk kelas siap di mulai seorang penjaga tampak berjalan ke arah gerbang, tiba-tiba suara seperti orang sedang sedang saling pukul dan bertengkar terdengar olehnya.
Abina berhenti beberapa meter sebelum sampai gerbang dan ia lihat kesebuah mobil mewah berwarna hitam metallic dan dua motor besar dengar seseorang sedang berada disana, ada seseorang yang pukuli ada disana. Beberapa orang tampak berpakaian bebas mereka memukuli seorang laki-laki berseragam sekolah tepat di depan matanya, Abina shock ia dengan segala kepanikannya mendatangi mereka, melihat lelaki berseragam itu sudah babak belur.
"Hey apa-apaan ini, pak tolong pak! Ada perkelahian." Teriak Abina mencoba membantu.
Seketika para pemukul itu berhamburan pergi, lelaki yang sudah lebam di pukuli itu masih tampak kuat.
"Pak tolong! tolong ada keributan!"
"Diam sialan!" Lelaki itu langsung menarik Abina cepat membuat mereka masuk ke kabin belakang mobil.
Netra Abina membola sosok Rain kakak kelas kejamnya yang merupakan satu genk dengan Kerina ada di hadapannya dan tubuh mereka saling menempel begitu dekat.
Tampan, wangi, bentuk wajah yang sempurna tidak ada kecacatan sedikitpun Rain, wajar saja dia gilai banyak gadin
Rain merendahkan kepalanya bersembunyi dari penjaga sekolah yang mencari suara teriakan Abina, sampai akhirnya lelaki penjaga gerbang tidak mendapatkan apapun lalu menutup pintu membuat keduanya tetap di luar sana. Netra Abina membola saat mendengar suara gerbang ditutup, dia harus masuk sekolah hari ini, sekuat tenaga dia mendorong Rain yang menahan tubuh dan menutupi mulutnya itu.
"Aku harus masuk!"
"Terlambat, makanya jangan jadi pahlawan!" kata Rain yang padahal wajahnya sudah lebam itu.
"Tapi mereka memukulimu."
"Aku bisa mengatasinya!"
Rain padahal merasa beruntung Abina datang, ia sudah tidak bisa melawan tadi sebab mereka saling keroyok. Semua gara-gara malam tadi, Rain tidak sengaja melemparkan gelas wine kepada salah satu mereka di sebuah club malam saat dia merasa terusik oleh mereka.
Abina tidak lagi peduli ucapan Rain, ia berlari-lari menuju gerbang memanggili penjaga pintu namun tidak didengar, lelaki tua itu sudah berjalan ke depan.
Abina mendesah frustasi artinya dia harus libur lagi saat ini, Abina belum menyerah ia menatapi gerbang tinggi itu, lalu melihat ke sisi lainnya bagaimana untuk bisa ia loncati.
Sialnya tidak ada celah, tembok sekolahnya begitu tinggi dan tidak ada celah apapun, ia tidak bisa berbuat apapun selain pasrah. Abina berdiri lemas didepan gerbang, lalu ia lihat pada mobil Rain, lelaki itu diluar mobilnya sedang menghubungi seseorang, pasti dia sedang menghubungi rekannya yang lain mungkin teman-teman jahatnya itu.
Abina bergegas pergi dari sana mengarah pada jalan lain, namun seketika dua mobil yang sangat tidak asing buat Abina melewatinya.
Ya, itu mobil Kerina dan juga Denis disana, artinya mereka semua bolos sekolah, sebisa mungkin Abina berpura-pura tidak melihat mereka dan berdoa dalam hati mereka tidak melihat dia di jalanan.
“Woy dia bolos juga ya!” Kerin tertawa melihat Abina disana.
Abina pun langsung berjalan cepat, dia takut kejadian beberapa hari itu terjadi lagi, namun sepertinya Kerina tidak membiarkan dia lepas, gadis itu memutar mobilnya lalu mengikuti Abina.
Lawan! Lawan! Lawan Abina.
Sebuah bisikan seakan mendorong Abina untuk melawan, dia bukan gadis lemah, selama ini dia berani melawan siapapun jika itu salah. Abina yang sudah ketakutan berusaha mengumpulkan keberanian sampai akhirnya dia berhenti. Lalu berkacak pinggang seperti menantang Kerina dan Melody yang mengikutinya.
“Kalian mau apa? Apa yang kalian harap dari aku? Tidak puas hari itu? Ya aku tahu kalian anak-anak orang kaya punya nama baik, memiliki segalanya tapi sayangnya tidak punya attitude! Berkarakter seperti orang jalanan yang tidak berpendidikan, brutal! Kasar, tidak sedikitpun memperlihatkan bahwa kalian anak-anak dari kalangan atas yang di ajarkan bersopan-santun.”
Mobil Kerina sudah berhenti, dia dan Melody lalu tertawa dengan cercaan Abina tersebut, “Lo bilang apa tadi?” Kerin kemudian turun dari sana, “Mau di ajarkan sopan santun dan attitude yang baik? Mel... Ayo ajarkan dia!” Melody pun turun dari mobil, keduanya berjalan mendekati Abina seperti siap menerkam.
Abina berusaha tidak takut, “Apa mau kalian? Apa kalian tidak punya pekerjaan lain selain ini, apa seperti ini pergaulan anak-anak orang kaya, kalian seperti anak jalanan yang tidak punya keluarga! Kalian tidak berguna!”
Kedua orang itu langsung menjambaki Abina, ia di tampari mulutnya di bekap lalu di dorong dan dimasukin ke dalam mobil. “Ayo kita belajar sopan santun dan Attitude nak.” Kata Kerina kemudian.
“Mau bawa kemana bikin nambah kerjaan aja!” kata Melody.
“Nanti kita turunkan di jalan atau entah dimana biar dia tahun rasa, ayo cabut!”
Mereka menyumpali mulut Abina dengan sebuah kain lalu mengikat dengan sebuah dasi entah milik siapa, padahal tadi tidak berniat melakukan ini, mereka hanya ingin mengertak Abina saja tidak disangka Abina melawan dan membuat mereka semakin menyiksanya
Kerin, Melody dan Denis tiba di sebuah rumah kosong yang merupakan villa terbengkalai milik keluarga Rain, namun Rain tidak disana, membawa beberapa botol whiskey dan beberapa minuman lainnya mereka nongkrong di halaman villa dimana ada tempat santai berada. Suara musik sudah mengudara kuat, Melody dan Denis sedang saling berpangkuan disana mereka adalah pasangan kekasih, sementara Kerin memilih mengudarakan asap rokok dan menenggak minuman beralkoholnya, tidak ada Rain disana ia masih bersama kekasihnya seorang mahasiswa entah dimana, sampai akhirnya Melody punya usul untuk menurunkan Gabina dari mobil dan memaksanya minum.
Kerina membuka sumpalan kain di mulut Gabina tanpa membuka ikatan tangannya lalu menyodorkan botol minuman b***k itu kemulut Abina, “Minum! Cepat minum! Ini attitude yang baik, seseorang harus mau minum alcohol agar berkprimanusian yang baik.” Haha.
“Jangan! Jangan kak!” Abina menangis.
“Ayo adik Bina! Ayo!”
Mereka semakin memperolok Abina yang menangis itu, tanpa bisa menolak Abina sudah terminum setengah botol minuman beralkohol itu, namun Kerina tetap terus memaksa dia meminumnya, dadaa Abina sudah basah oleh minuman keras itu tapi tidak sedikitpun mereka punya hati.
“Lo berdua tau dia tadi bilang kita semua nggak punya attitude, kita semua seperti anak jalanan yang tidak berguna!”
Sampai kemudian Denis berdiri, ia mendekati Abina lalu mengusap mulut gadis itu, “Seperti apa anak berguna sayang, ayo jelaskan?” Denis memasukan sebutir pil yang tidak tahu apa lalu meminta Kerina meminumkan lagi Abina botol minuman beralkohol itu. "Kita akan bersenang-senang sayang!"
Abina menolak pil itu, ia nyaris memuntahkannya namun Kerina terus memberikannya minuman sampai pil itu tertelan.
“Apa-apaan ini? Kenapa membawa dia kesini?” Tiba-tiba Rain muncul disana, “Apa yang kalian lakukan dengan dia?”Rain shock melihat gadis itu terikat lalu Kerina berdiri didepan gadis itu memegang botol minuman. “Ini kelewatan! Kalian semua bisa di penjara karena ini, bawa dia pergi dari sini, jangan sampai setelah ini kita berakhir dia tahanan, apa gunanya melakukan ini, nggak cukup kemarin?”
“Dia menghina kita Rain—“ sangkal Kerina.
“Bawa dia pergi dari sini, sekarang!” Pekik Rain ia lalu kembali lagi ke mobilnya.
.
Melody, Kerin dan Denis saling berpandangan, mereka melihat Rain berantakan, “Paling juga berantem sama Marissa, jadi rada-rada! Ahhh lo berdua bawa pulang tu anak, siapa yang punya ide bawa kesini.” Denis pun pergi dari sana.
“Denis!”
“Urusan lo berdua!” Teriak laki-laki itu lagi.
Namun seperti tidak punya hati ketiganya pun pergi dari sana meninggalkan Rain yang masih tidur di mobilnya, mereka sengaja membiarkan Gabina disana biar Rain yang akan mengurusnya.
15 menit kemudian Rain terjaga, hujan gerimis mengguyur kawasan Villa, musik masih terdengar memekik disana Rain melihat sekitar teman-temannya sudah tidak ada disana. Kini netranya membola ia lihat Gabina masih ada disana, ia terduduk dengan kedua tangannya yang terikat lalu kepalanya bergerak-gerak mengikuti musik.
Rain turun dari mobilnya lalu mendekati Gabina ia lihat Abina mabuk, “Woy!”
Abina menoleh dengan matanya yang sayup, ia terus menggerakkan tubuhnya seperti tidak terkontrol, “Sial Denis!” Rain sangat paham ini, gadis ini pasti mereka cekokin ekstasi atau semacamnya, dimana Denis punya benda-benda itu sebab dia memang butuh itu guna menghindari pertengkaran orang tuanya.
Rain melihat sekitar apa yang ia harus lakukan pada gadis ini, gadis ini bisa mati jika dibiarkan seperti ini, seketika hujan lebat pun turun, Rain lalu mengangkat tubuh Abina ke dalam area Villa mendudukkan
Abina terus bergerak disana, ia mengantukkan kepalanya pada d**a Rain. Rain lalu menjauh, ia memilih duduk di tempat lain membiarkan Abina bergerak absurd di sofa paling juga nanti lelah tidur sendiri.
Rain yang sedang putus cinta dari kekasihnya Marissa sedang frustasi, ia menarik minuman yang ditinggalkan teman-temannya lalu ikut menenggaknya juga, tanpa sadar bahwa Denis juga memasukkan pil-pil itu ke minuman.
Rain memejamkan matanya lalu tiba-tiba dia terjaga dan tertawa sendiri melihat Gabina yang terjatuh dan membangunkannya.
Keduanya lalu duduk bersebelahan dan tertawa tidak jelas, “Kau harusnya melawan mereka!” kata Rain.
Abina menggerakkan tangannya seperti memukuli, “Aku tidak takut! Aku tidak takut!”
Sama-sama sedang merasakan kegalauan keduanya tertawa tidak jelas dan terus berbincang tidak jelas. Sampai keduanya bergerak mengikuti musik yang berganti dan semakin begitu berisik lalu Rain jatuh di tubuh Bina seperti kehilangannya dayanya.
Efect obat-obatan Denis membuat Rain cepat terereksi merasakan tubuh Bina yang ia tindih, d**a Bina yang berisi dan melihat paha mulusnya. Seketika Rain menyatukan bibirnya pada bibir Bina melumatnya sangat kasar mencoba menikmati bibir merah muda itu, satu tangannya lain meraba paha Bina untuk menurunkan roknya.
“Awas! Apa yang kau lakukan!” Pekik Abina menolak dengan tubuh tidak berdayanya.
Namun pria berusia 18 tahun dua hari lagi itu sudah di pengaruhi obat-obatan yang di minumnya, perutnya bergolak dengan tubuhnya yang memanas ia membuka resleting celananya dan siap memasuki Bina.
Titik inti Bina sudah paksa masuk oleh benda asing yang harusnya tidak pernah terjadi, Bina merasakan sensasi aneh dan Rain sedang berusaha kuat melakukannya.
Howekkk!
Abina mengeluarkan isi perutnya seketika dan membuat Rain yang sedang terbang menjadi setengah sadar, ia melihat wajah cantik Bina yang tidak berdaya itu dengan samar lalu segera menjatuhkan dirinya ke lantai untuk menjauh.
“What the fuckk!” Rain memaki dirinya sendiri apa yang baru saja terjadi, dia begitu terkejut melakukan itu.