Gabina sedang sibuk memoles lipstik merah merona pada bibir tipisnya, hari barunya akan di mulai, menjadi seorang sekretaris Chief Executive Officer di perusahaan bernama Sky inc group.
Beberapa kali gadis itu memajukan bibirnya sembari merapikan kembali pakaian, lalu mengomentari sendiri penampilannya hari ini yang begitu berbeda dari biasanya seperti di kantor lamanya.
"Cantik! ah tidak, muncung mu terlalu merah, kau malah seperti penggoda, Bina!" Gabina lantas mengusap lagi bibirnya dan menggantinya dengan warna yang lebih lembut.
Hari pertama dimulai setelah Gabina berhasil melewati proses yang sangat panjang dan akhirnya diterima, Gadis dengan lulusan administrasi bisnis itu sebelumnya tidak ingin berpindah dari tempat lamanya, sebab sudah begitu nyaman walau dia hanya mendapatkan gaji yang pas-pasan.
Namun karena dia sedang membutuhkan uang yang cukup banyak untuk pengobatan sang bapak yang harus melakukan terapi stroke yang di jalani, Gabina rasa dia harus keluar dari zona nyamannya dimana dia tidak kunjung naik jabatan dan tidak juga mendapatkan kenaikan gaji.
Awalnya Gabina tidak yakin dia akan diterima dimana saingannya cukup banyak dan memiliki standar yang bisa dibilang jauh diatasnya namun siapa sangka kemampuannya dan pengalamannya di tempat lain membuat dia bisa diterima di perusahaan ini.
Langkahnya lalu tergesa-gesa keluar dari toilet, sampai akhirnya dia berhenti di sebuah koridor, seorang wanita yang kemarin ada dia ruangan interview sudah ada di koridor menunggunya.
“Sudah siap Gabina?” kata Greta orang yang bertanggung jawab mengantarkan Gabina keruangan chief executive officer itu.
“Sudah, Bu.”
Greta kemudian membawa Gabina menaiki sebuah lift untuk naik ke lantai yang Gabina belum tahu.
“Di lantai 9 ruangannya.” kata wanita paruh baya itu singkat.
Gabina berusaha menetralkan kegugupannya, ia menggumkan banyak doa berharap ini adalah tempat yang baik untuknya, tempat yang nyaman, lingkungan yang baik dan bisa dijadikan rumah kedua selain rumahnya.
Lalu yang paling terpenting adalah semoga pria yang merupakan ceo perusahaan ini, yang akan ia bantu segala urusannya dan ia temui selama jam bekerja adalah orang yang baik, menyenangkan dan sosok yang bersahabat.
Sampai kemudian Greta mengetuk pintu gema ketukannya mengudara dipanjang koridor lalu membuat pintu terbuka dengan sendirinya.
“Selamat siang Pak!” Greta mengayunkan langkahnya masuk lalu mengulur sebuah map coklat dimeja Ceo itu.
Mendadak desah shock seperti menahan nafas terdengar mengudara disana, langkah Gabina mendadak berhenti, saat lelaki yang duduk kursi kebesarannya itu memutar tubuh menghadap kepada mereka yang datang.
Mata Gabina membelalak, kepalanya mendadak pitam seperti mendapatkan pukulan kuat dan kakinya seperti berat sekali menopang tubuhnya karena melihat sosok yang duduk itu.
Sementara laki-laki tampan bestelan jas rapi yang duduk itu tampak biasa saja meraih map yang di ulurkan Greta, sedetik kemudian laki-laki itu mengangkat wajah melihat kepada Gabina yang masih berdiri di tempat.
BRUAKK!!!!
Dalam hitungan detik Gabina terhuyung dan terhempas jatuh ke lantai, Greta dan laki-laki itu langsung menyoroti Gabina terkesiap.
“Gabina!” teriak Greta langsung berjongkok meraih tubuh Gabina.
Dan laki-laki di sana juga segera keluar dari tempat duduknya menghampiri Gabina yang jatuh dan langsung memejamkan mata tidak sadarkan diri itu.
“Hubungi petugas kesehatan kita, Greta!” laki-laki itu tidak tahu ada apa dengan wanita ini namun ia mencoba memeriksa nafas dan nadinya hendak melakukan pertolongan keselamatan jika perlu.
***
10 Tahun yang lalu.
"Buka! Buka! Buka bajunya!"
Teriak siswa-siswi yang sedang berkerumun kepada seorang gadis berkaca mata yang sedang berdiri tertunduk di hadapan seorang seniornya yang sedang duduk diantara kedua senior lain di kanan dan kiri berdiri bak dayang-dayangnya.
Laki-laki yang duduk itu adalah E-rain Skala Rainandjaya atau biasa dikenal dengan nama Rain, dia merupakan putra pertama Skala Langit Rainadjaya dan Maruna Olivia, keluarga pengusaha sukses kaya raya pemilik Sky inc group sebuah perusahaan yang bergerak di bidang properti hingga perusahaan investasi terkemuka yang berkonsentrasi di bidang sumber daya alam dan insfrastruktur.
Rain juga seorang ketua OSIS dan merupakan laki-laki favorit dan incaran banyak gadis-gadis disekolah itu maupun sekolah lain.
Dan yang berdiri ketakutan itu adalah Gabina si anak baru yang sedang sial.
Ini merupakan hari ke 3 untuk orientasi penerimaan siswa baru di SMA Patra Bangsa Internasional itu. Harusnya kegiatan itu sudah selesai satu jam lalu, dimana siswa-siswi baru sudah diperbolehkan masuk ke kelas kembali.
Namun tidak terjadi kepada Gabina atau biasa di panggil Bina, gadis berkaca mata berkulit kuning langsat, berambut gelombang sepunggung, tubuh tinggi langsing seperti model dan wajahnya dipenuhi jerawat itu dia dilarang keras untuk pergi dari lapangan.
Nasib buruk sedang menimpa Bina dia menjadi bulan-bulan disana, di tarik dari barisan sedari pagi lalu di minta berjemur di hadapan para seniornya, semuanya terjadi sebab kemarin Gabina menegur salah satu kakak kelasnya yang sedang melabrak seseorang dikamar mandi.
Tidak Bina sangka itu akan berbuntut panjang, gadis yang ia marahi itu tenyata merupakan salah satu dari anggota osis panitia yang ikut andil dalam orientasi siswa.
Mereka duduk di bangku kelas 12 dan bukan anak-anak biasa, mereka di takuti dan disegani disana, mereka anak-anak orang kaya dan kalangan atas.
Mereka terdiri dari beberapa anggota geng, yang paling mencolok ada geng yang di dalamnya terdapat seorang laki-laki bernama Rain, lalu gadis cantik berprofesi sebagai model majalah bernama Kerina kakak kelasnya yang Bina tegur kemarin itu di toilet.
"Buka woy! Kostum lo salah! Lo ngga dengar di suruh pakai baju apa hari ini, lihat teman-teman lo semua pakai kostum tadi!" Pekik Kerina kepada Bina yang menunduk takut.
Gabina masih memakai sebuah papan nama yang menggantung di lehernya bertuliskan sebuah panggil untuknya 'Monkey'
Gabina diminta membuka pakaian yang ia salah kenakan dihadapan Rain, laki-laki berwajah tampan blasteran, Rain terkenal bersikap dingin dan misterius namun sekali bertindak dan tidak menyukai ia akan sangat mengerikan.
Rain selain sangat popular dia juga merupakan ketua geng tanpa nama yang di segani itu, mereka terdiri dari bebarapa orang yaitu Denis, Kerina dan Melodi.
Mereka adalah anak-anak kalangan kelas atas yang terbiasa dengan dunia hedon mereka, berpesta, mengendarai seperti mobil-mobil mewah, memakai narang branded selalu berada ditongkrongan berkelas mereka.
"Woy monyet tuli lo ya!" Pekik Kerina lagi sembari menarik rambut panjang Bina, "Kemarin nyolot banget lo sialan! Jangan menyiksa orang lain kak, nggak boleh kasar! Ini sekolah buka ring tinju kakak nggak boleh seperti itu, ini perbuatan buruk dan merugikan orang lain." Kerin bermenye-menye memperagakan kemarahan Gabina kemarin.
"Nenek lo dirugiin?" Sambung Melody rekan Kerina dan Rain yang lain.
"Auhh!"
Bina mengeluh sakit atas rambutnya yang di jambak namun dia tidak punya keberanian untuk melawan, ia melihat wajah Kerina begitu sangat kesal padanya, begitupum rekan-rekan Karin disana yang lain juga tampak menjadikan dia bulan-bulanan ejekan.
Tiba-tiba Kerina tertawa mendapatkan sebuah ide cemerlang saat melihat tulisan monkey di d**a Bina, ia pun berinisiatif mengambil permanen marker miliknya didalam tas lalu membalik papan nama di d**a Bina itu lalu menuliskan disana.
I'm a bitchh! Sale 50%.
Rain dan yang duduk dengan santai dan cool di sebuah kursi mendadak melebarkan senyumannya. Padahal dari tadi dia diam melihat anak baru yang sangat bukan typenya itu. Gadis itu kurus berjerawat, rambut sangat cupu dari atas hingga ke bawah tidak menarik sekali,tidak ada yang menonjol sedikitpun.
"Seorang pelacurr seperti ini, siapa yang akan sudi menyewanya? 50% di kasih gratis juga mikir 100 kali." Lelaki itu pun bangkit dengan gaya coolnya,"Di rumah lo ada air hmmm? Berangkat sekolah sudah mandi?" Cibir Rain dengan lirikannya yang mengejek mengarahkan matanya ke atas hingga kebawah kepada Gabina, lelaki itu pun segera pergi dari sana.
Kerina dan yang lain pun tertawa, "Ngarep lo kan? Benda buluk di sebalik baju lo di lihat, Rain? Jangan mimpi kuman Girl! Mandi sana! Cuci tu mukak pake air cucian keras biar glowing. Ingat urusan kita belum selesai sekarang waktu gue sudah habis."
Kerina dengan kasar mendorong pundak Gabina lalu pergi dari sana di ikuti yang lain.
***
Gabina Kimimela.
Putri kedua seorang satpam disebuah perusahaan swasta, ibunya penjual makanan di kantin sekolah Sekolah Dasar namun sudah 2 bulan ini ibu Gabina tidak berjualan. Ibu Gabina mengalami sakit jantung dan akhir-akhir ini sedang kambuh dan harus melakukan pengobatan serius yang menyebabkan sang bapak harus bekerja extra di dua tempat demi pengobatan sang ibu.
Gabina memiliki seorang kakak yang tinggal di kota lain sudah menikah dan memiliki dua anak, hidupnya juga pas-pasan hanya cukup untuk keluarganya jarang bisa membantu pengobatan sang ibu.
Beruntung Gabina merupakan siswa berprestasi. Gabisa masuk ke sekolah elit ini sebab mendapatkan beasiswa jalur khusus siswa prestasi dan di tuntut untuk terus mempertahankan prestasinya guna mendapatkan biaya uang sekolah hingga pembiayaan yang lain secara gratis.
***
Beberapa jam kemudian.
Bel pulang mengudara disekolah, suara berisik pun mulai kembali terdengar di jam pulang sekolah yang sudah tiba.
"Pulang di jemput, Vie?" tanya Bina pada teman sebelahnya.
"Iya bokap jemput hari ini, Bin kamu nggak takut?"
"Takut apa? tentang tadi perbuatan anak-anak OSIS itu?"
"Bin, kata orang-orang kalo udah berurusan sama Karin, Rain, Denis, Melody dan geng, hidup kamu bakalan kacau disekolah. Kamu sih kenapa coba pakai bantu-bantuin orang kemarin, padahal nggak kenal juga!" kata Via dengan nada gusar kasihan melihat Bina di perlakuan begitu kejam.
"Vi, mereka itu kelewatan nyiram wajah anak perempuan toilet itu kemarin! Gimana aku nggak nolongin, semuanya basah dari atas sampai bawah, gimana dia mau masuk kelas."
"Cuma disiram kan! Bukan dibunuh? Anak itu sekarang masih hidup Bin, nah kamu? Kamu akan selalu terkena siksaan mereka entah sampai kapan, kamu sih pahlawan salah jalan! Ya, semoga aja semua yang aku takuti nggak terjadi."
"Kamu tenang aja!" Usap Bina bahu temannya itu, "Thanks udah khawatirin aku, aku seneng deh kita ketemu satu kelas lagi di SMA."
"Gara-gara kamu nih, kenapa juga pinter banget jadi diminta mama buat sekolah di sini juga kalau nggak nanti di banding-bandingi, si Bina itu, blaaaa... Blaaaa masuk sekolah favorit! weekkk!" Ejeka Via
"Terpaksa nih?"
"Lumayan, hemm pulang naik apa ayo bareng."
"Aku mau ke rumah sakit, ibu tadi malam kumat lagi jantunya."
"Sakit lagi? Kemarin baru pulang Bin?"
"Iya, ibu diharuskan melakukan pemasangan ring di jantung tapi perusahaan bapak kerja nggak mau nanggung Vi, ini aku sama bapak lagi usahain buat bikin kartu kesehatan dari pemerintah buat ibu."
Via memeluk teman dekatnya itu, "Ibu pasti sembuh, aku rindu bekal nasi uduk buatan ibu. Sabar ya Bin, semuanya akan membaik."
Pelukan dua sabahat itu begitu hangat dan mengharu biru di dalam ruangan kelas yang berlangasur sepi itu. Sampai akhirnya Via berpamitan pulang sebab sang mama sudah menunggunya.
***
Suasana sekolah mulai sepi, Gabina akhirnya memutuskan untuk pergi dari sekolah, dia seolah berani di hadapan Via, nyatanya Bina takut menghadapi para seniornya itu. Gadis itu pun berjalan pelan keluar gerbang sekolah, sembari mengawasi sekitar berharap Kerina atau geng-nya yang lain tidak ada.
Gabina biasa menggunakan angkutan umum untuk kesekolah atau kemanapun namun dia harus berjalan kaki dulu keluar area kawasan sekolah menemukan angkot tujuannya itu.
Rasa lapar dan ngantuk siang ini begitu menyerang Bina, semalaman tidak tidur karena ibu yang menadadak harus dibawa ke kerumah sakit, uang cuma cukup buat ongkos, boro-boro mau beli makan.
Berusaha menahan itu semua Bina terus melangkahkan kakinya menatap bayang senyum ibu, dia yakin ada jalan dimana sang ibu bisa kembali pulih.
Tiba-tiba...
"MANDI GRATISNYA CANTIK!"
BRRRRRRR!!!!!!!!!
Suara teriakan mengudara bersama semprotan air dari tempat Bina berjalan, seseorang menyiram Bina dari belakang dan ia berusaha menepis dengan tangannya air yang langsung membuatnya basah kuyup.
Kerina dan Melody muncul di hadapan Bina memegang selang air, mereka sedang memarkirkan mobil mereka di sebuah tempat semacam tempat pencucian mobil, di sisi lain ada Rain dan Denis yang tampak duduk di sebuah meja menenggak minuman dan mengudarakan asap rokok mereka.
Bina semakin di siram habis-habisan kenapa semua orang seakan tidak ada yang melihatnya, dari kaki hingga kepala sudah lusuh dan mungkin buku-buku dalam tasnya pun sudah basah.
Gadis itu menangis tidak bisa berkata-kata lagi, teriakannya pun tidak lagi berguna, entah apa yang sudah mereka buat hingga semua orang disana yang melihat seakan buta dan menutup mata.
Kedua gadis itu semakin menyukai tangisan Bina, sementara kedua lainnya yang sedang duduk dan mengudarakan asap rokok mereka tampak acuh tidak peduli, melihat sekilas lalu tertawa tampak biasa saja seolah itu hanyalah sebuah lelucon biasa.
Bina berjongkok menahan air yang masih di terus disirami Kerin dan Melody , ia lihat Rain bangkit dari duduknya Bina berharap laki-laki itu memerintah dua rekannya untuk berhenti menyiram, sialnya tidak sama sekali.
Laki-laki itu malah mengendikkan bahunya menuju mobil, "Gue balik duluan."kata Rain.
"Kak tolong aku!" Teriak Bina kemudian meminta pada Rain berharap dia punya hati, namun kejamnya dia malah semakin di hardik.
"Minta tolong ke siapa lo!" Pekik Melody.
"Rain?" kata kedua gadis itu tertawa.
Melihat Gabina seperti itu Rain pun kemudian mengayunkan langkahnya mendekati Bina yang berjongkok itu, merendahkan tubuh sembari mengulurkan tangan.
"Mau di bantu?"
Bina dengan cepat meraih tangan Rain menatap penuh harap meminta pertolongan, namun seketika Rain menjauhkan tangannya seraya mencibir "Kotor! Mandi dulu yang bersih, tidak ada yang tahu mungkin kau membawa wabah penyakit menular." Lelaki itu pun segera pergi dari sana.
Bina meremasi tangannya yang tidak disambut, sakitnya luar dalam apa lagi dia langsung ditertawakan penuh hinaan oleh Kerina dan Melody, entah apa salah dia hingga sampai diperlakukan seperti ini, siapa mereka semua kenapa seperti tidak punya hati.
"Rain lo beneran balik? Gimana si monyet ini?" tanya Kerina kapada Rain.
"Siapa peduli? Mangsa lo bedua." Jawab Rain acuh ia pun menjalankan mobilnya pergi dari sana.