Cklak.
Pagi hari Gabina terjaga oleh suara seseorang yang membuka pintu, Gabina tersentak lalu mengedarkan matanya ke sekitar, ia berada di sebuah ruangan yang cukup mewah tampaknya ini sebuah kamar, Gabina pun langsung melompati tempat tidur itu saat melihat seorang laki-laki yang tidak ia kenal mendekati.
“Kau siapa?” Teriak Gabina.
Laki-laki itu dengan santai meletakkan bungkusan di meja yang ada disana, “Minum obatmu, kau mungkin masih pusing, kau mabuk tadi malam dan seseorang memasukan ekstasi kedalam minumanmu. Kenalkan aku Airon! Adik sepupu Rain cowok tadi malam yang juga hangover bersamamu di Villa, si berengsek itu memintaku mengantarkanmu pulang dan dia sudah pulang sebelum di hajar orang tuanya karena bolos sekolah.”
Gabina menatap nanar papper bag yang dibawa cowok itu, Gabina tidak bisa mengingat jelas apa yang terjadi yang dia ingat adalah dia dibawa oleh Kerina, Melodi juga cowok bernama Denis itu.
Saat itu mereka menarik Gabina keluar dari mobil di sebuah tempat yang Gabina tidak tahu dimana, lalu di paksa menenggak minuman dan menelan benda kecil kedalam mulutnya. Tidak ada Rain yang dimaksud disana, tapi mungkin benar dia sudah mabuk dan tidak sadarkan diri saat Rain datang.
Gabina masih memakai baju sekolahnya yang kotor dan terasa bau, ia langsung berjongkok disana, kenapa dia diperlakukan seperti itu apa salah dia.
“Ganti pakaianmu! Aku akan mengantarkan kau pulang, aku tidak tahu dimana rumahmu begitu juga Rain. Tenanglah aku tidak berteman dengan mereka kau jangan takut, Rain mungkin bisa diusir dari rumah jika kedua orang tuanya tahu dia seperti itu."
Gabina bangkit dari sana, ia mencari tasnya benda itu ada diranjang, ia akan pergi dari sana tidak perlu pertolongan siapapun.
“Mau kemana? Ganti pakaianmu, aku membelinya, jangan takut jika aku mau berbuat buruk sudah aku lakukan malam tadi saat membawamu kesini.”
“Aku mau pulang! Aku tidak butuh pakaian atau apapun.” Gabina membayangkan wajah sangat ayah yang pasti sudah begitu khawatir sebab dia yang tidak kembali.
Air menarik tangan Gabina, “Mandilah! Jika kau takut aku tunggu diluar. Orang lain malah akan melihatmu aneh dan berfikir buruk dengan penampilan kotormu ini. Kau bisa katakan pada kedua orang tua mu menginap dirumah teman tapi jika melihat kondisimu kotor seperti ini saat pulang mereka pasti akan khawatir.” Air mengulur bungkus pakaian itu kepada Gabina lalu pergi dari kamar itu.
Di dalam kamar mandi Gabina menatap wajahnya dikaca, kenapa dia begitu sesial ini? Tidakkah ini berlebihan memberi dia sebuah masalah, apa yang pernah dia lakukan selama hidup, kenapa harus bertemu dengan orang seperti Rain, Kerina, Melody dan Denis.
Gabina kembali berjongkok dia lalu memuntahkan isi perutnya yang membuatnya sangat mual, Gabina terseduh-seduh, ia hanya ingin tenang bersekolah, tenang menjaga ibu dirumah sakit tapi kenapa begitu sulit. Gabina merasa takut sekali menghadapi hari esok saat bertemu mereka lagi, hal apa lagi yang akan mereka buat padanya bahkan sudah sampai di tahap yang begitu kejam memaksanya minum alkohol dan menelan ektasi.
Gabina terus memuntahkan isi perutnya, dia butuh pertolongan seseorang untuk berlindung, siapa yang akan menolongnya.
“Ayah! Ibu!” Hikss.
Gabina terus menangis begitu frustasinya, ia berguyur dibawa shower untuk membersihkan diri, tiba-tiba saat melakukan buang air kecil ia merasa sedikit perih di titik inti dirinya, Gabina menerka-nerka apa yang terjadi, saat ini dia tidak sedang menstruasi atau sakit apapun.
Dada Gabina memanas, ketakutan menghinggapinya, apakah dia juga di nodai? Gabina mencoba merasakannya lebih dalam tapi sakitnya tidak terlalu berarti, mungkin ini hanya karena dia menahan buang air kecil saja.
***
Satu minggu berlalu
Setelah hari yang begitu menyeramkan untuk Gabina itu terjadi, sampai hari ini bapak masih sering bertanya-tanya kemana Gabina pergi malam itu, sebab bapak bermimpi buruk sekali tentang Gabina, namun Gabina tidak mungkin menceritakan kejadian menakutkan itu, bapak akan sedih dan pasti murka sekali kepada mereka semua.
Gabina tidak ingin menyusahi bapak, sebab bapak tidak mungkin bisa juga melawan anak-anak orang kaya itu, mereka hanya akan terhina dan dibalik bersalah.
Gabina terlalu takut mengambil resiko untuk melawan atau melaporkan, ia fikir hanya akan menambah masalah baru.
Sudah beberapa hari ini Gabina sedikit tenang bersekolah sebab tidak bertemu dengan Rain dan geng, dikabarkan siswa-siswi kelas 12 sedangkan melakukan kegiatan alam diluar kota jadi Gabina bisa dengan tenang beraktivitas disana.
“Binaaa! Binaaa!” Teriak Via sahabat Gabina menghampiri Gabina didalam kelas.
“Kenapa Vi?”
“Mana ponsel kamu? Bapak kamu menelepon aku katanya ibu kamu drop, tadi sempat susah bernafas beberapa waktu.”
“Apa?” Seluruh tubuh Gabina rasanya kehilangan dayanya, ia melemas dan langsung meluruhkan air mata. Tidak menimbang, Gabina menarik tasnya dan ia bangkit dari tempat duduknya.
“Bina tunggu!” Via mengejar sahabatnya itu, ia mengeluarkan uang dari saku kemeja sekolahnya. “Pergi naik taksi, jangan tunggu angkot! Maaf aku nggak bisa anter kamu, aku do’ain semoga semuanya baik-baik aja, cepat pergi nanti aku yang izin ke wali kelas kita.” Via memasukan uang ke saku baju Gabina lalu memeluknya sekilas dan meminta cepat Gabina segera pergi dari sana.
Gabina berlarian dikoridor sekolah sembari menyeka air matanya, fikiran Bina sudah buruk, ia begitu ketakutan sebab malam tadi ibu sudah meracau yang aneh-aneh seperti bertemu dengan nenek dan di jenguk neneknya yang sudah meninggal.
“Ibu, Bina masih butuh ibu! Tolong bertahanlah, temani Bina sampai jadi orang sukses dan bisa merubah nasib keluarga kita.”
Saat sudah sampai dipintu gerbang Gabina melihat beberapa Bus terparkir disana, tampak siswa-siswi turun dari Bus-bus itu, sepertinya itu adalah para siswa kelas 12 yang melakukan study tour ke luar kota itu, artinya Rain and the genk sudah kembali. Gabina semakin mempercepat langkahnya ia tidak boleh bertemu iblis-iblis itu ia segera keluar dari gerbang dan berbelok ke arah dimana biasa taksi atau angkutan lain berada.
Tapi tampaknya anak-anak kelas 12 juga sudah ramain di luar menunggu angkutan untuk pulang. Gabina tidak peduli itu, dia terus berlari ke pemberhentian taksi dan melihat beberapa taksi yang menunggu penumpang disana.
Namun mendadak Gabina berhenti karena terkesiap, di sana Kerina dan Melody sedang berdiri dan memanggil taksi juga, mereka berpakaian bebas seperti yang lainnya baru kembali dari study tour itu. Ada Rain juga Denis didepan taksi lain menenggak kaleng soft drink.
“Taksi!” Gabina menerobos begitu saja, ia tidak lagi peduli dengan Kerina juga Melody. “Pak antarkan saya kerumah sakit—“
“Apa-apan lo woy, kita duluan yang manggil.” Kerina berbohong padahal dia memanggil taksi lain yang sudah pergi.
“Please kak, biarin aku duluan! Aku harus kerumah sakit.”
“Peduli apa apa gue anjing! Guys naik buruan!”
Rain dan Denis melihat Gabina yang berdiri menatap sedih karena tidak dibiarkan pergi lebih duluan dari sana, Rain yang tidak semabuk parah Gabina mengingat kejadian hari itu dimana dia melumat bibir Gabina rakus, lalu terlena dengannya nyaris menodainya.
“Biarin dia duluan!” kata Rain.
“Dih, siapaa dia? Naik buruan kita udah telat!” kata Kerina, “Jalan kaki sono, Monkey b***h!” umpat Kerina.
Denis pun menarik Rain untuk naik ke taksi.
“Biarin dia dulu!” kata Rain lagi.
“Sejak kapan lo jadi peduli, sejak malam indah itu?” Perolok Denis.
Rain yang tidak ingin diperolok teman-temannya karena membela Gabina pun tidak lagi berkata apapun, ia memilih pasrah mengikuti mereka.
Saat akan masuk kedalam taksi mata Rain dan Gabina bertemu, Gabina langsung meludah penuh hinaan dan membuang wajahnya,”Pasukan Iblis tidak punya otak.” umpat Gabina pelan sekali.
Namun Rain mendengar itu, ia langsung murka dia kembali turun dari taksi lalu menarik tangan Gabina.
“Bilang apa tadi?”
Gabina menggelengkan kepadanya, “Bilang apa?”
“Bilang apa tadi!” Pekik Rain lagi sembari menarik tangan Gabina semakin kuat, lelaki itu murka sebab dia padahal sudah berusaha bersikap baik tapi Gabina malah mencari masalah.
Semua mata disana melihat itu, begitupun para taksi-taksi disana.
“Tolong dengar semua taksi yang ada disini, jangan ada yang mau bawa dia dari sini! Jangan ada yang bolehin dia naik taksi kalian, jika tidak, tempat ini saya tutup!” Ancam Rain, semua orang disana tahu siapa Rain, dia merupakan cucu dari Hans Rainandjaya kakeknya adalah keluarga konglomerat pemilik yayasan sekolah ini yang aktif memberi kebijakan-kebijakan disana.
“GABINAAA!!!!” Via dari dalam gerbang berlari-lari, Via menangis mengejar Gabina dia luar yang ia lihat ternyata belum juga pergi, Gabina menepis kasar Rain segera menghampiri sahabatnya itu.
Disana Via langsung berhambur memeluk Gabina ia tidak kuasa mengatakan bahwa bapak Gabina baru menghubunginya dan mengatakan Ibu Gabina sudah meninggal dunia.