Di markas pusat.
Penerima laporan itu terdiam sejenak setelah memutuskan sambungan telepon dengan Lucas. Dia memandang ke arah rekannya yang lain. Mereka sedang sibuk dengan berbagai macam tugas mereka sendiri. Beberapa dari mereka sedang mengintai aktifitas para prajurit dari berbagai macam kamera pegintai yang dipasang pada drone.
Dia masih duduk di tempatnya. Bagaimana caranya dia bisa mengatur penjemputan itu segera. Tapi, jika prajurit itu kembali dan menceritakan kejadian yang ada di sana. Bisa bahaya untuk dia dan jajaran petinggi lainnya. Ini adalah misi terselubung. Tidak ada yang boleh tahu sedikit pun tentang hal itu. Kemudian dia memutuskan untuk melapor pada atasannya. Dia mengirimkan sebuah pesan pada orang tersebut.
‘Ada seorang prajurit yang berhasil menebas kepala makhluk itu. Dan penjemputan akan segera dikirimkan. Lalu, bagaimana dengan kerahasiaan misi ini?’
Pesan telah terkirim. Tapi, dia masih harus menunggu balasan dari atasannya. Sebelum dia memberikan perintah para pilot untuk segera menjemput si prajurit dan si peneliti. Dia menggoyang-goyangkan kakinya dengan resah. Matanya menjelajah ke sekitarr. Lalu, kembali ke layar ponselnya. Saat ponsel itu tiba-tiba menyala dan menunjukkan balasan dari sang atasan. Dia pun merasa lega. Kini, dia telah mendapatkan perintah secara langsung. dia dengan mantap menemui sang pilot. Memberitahukan rencana yang sudah dia siapkan.
“Siap!” jawab sang pilot.
Penjemputan itu akan segera dilakukan. Mereka bersiap. Peralatan untuk mengambil sampel dari makhluk itu telah dimasukkan ke dalam helikopter. Juga beberapa cadangan makanan juga mereka bawa. Baling-baling helikopter mulai bergerak. Menggoyangkan beberapa benda yang ada di dekat sana. Hembusan angin yang kencang itu membuat beberapa prajurit yang melepaskan kepergiannya menutup matanya sedikit. Menghindari ada masuknya benda kecil dan membuat mata mereka perih.
“Penjemputan telah berangkat. Siapkan apa yang harus di ambil dengan segera!” ucapnya, saat sambungan telepon itu terhubung.
“Siap!” jawab Lucas.
Pada akhirnya dia pun merasa lega. Satu nyawa prajuritnya bisa dia selamatkan. Lucas menepukkan tangannya. Kemudian memberikan aba-aba dengan tangannya untuk membuat mereka semua berkumpul ke arahnya. para prajurit dan juga Fero berdiri menyimak apa yang akan disampaikan oleh sang kapten.
“Penjemputan telah disiapkan dan menuju ke sini. Bob, bersiaplah. Dan kau fero, segera selesaikan tugasmu dengan baik!” ucap Lucas.
“Siap!” jawab mereka serentak. Walau itu ditujukan untuk salah seorang dari mereka. Semuanya dengan kompak menjawab siap.
“Aku rasa ... lebih baik tidak ada yang kembali malam ini!” ucap Fero pada Lucas.
Lucas menoleh, dia memandang peneliti wanita itu dengan tatapan curiga. Kenapa dia menolak ada yang kembali? Apa ada yang seang dia sembunyikan?
“Ada apa? Kenapa kau mengatakan hal itu? Apa ada sesuatu yang belum aku tahu?” desak Lucas. Dia sudah tidak bisa mentolerir ucapan Fero yang selalu saja menikkan emosi para prajurit. Termasuk dirinya.
Fero menggigit bibir bawahnya. Dia tidak tahu, apakah dia harus mengatakannya atau tidak. Dia dilanda kebingungan. Jika dia menyampaikan apa yang dia ketahui. Nyawanya akan menjadi taruhannya. Tapi, jika dia tidak mengatakannya. Nyawa orang lain yang akan menjadi taruhannya. Ini buruk!
“Kenapa hanya diam? Apa kau masih ingin berada di sini? Jangan main-main dengan misi ini! nyawa kita semua dalam bahaya!” bentak Lucas. Dia benar-benar tidak mengerti dengan cara berpikir Fero. Selalu saja dia menjadi pengacau. Begitu pikirnya.
“Aku ....” Fero mentap ke arah lain. Mencoba menenangkan dirinya sendiri. Mencoba untuk bisa memberikan infromasi tanpa membahayakan nyawanya sendiri.
“Kau hanya menghambat! Jika tidak bisa membantu, lebih baik kau diam saja!” kali ini Lucas langsung meninggalkannya. Dia tidak tahu, Fero mencoba menghentikannya dengan mengulurkan tangannya.
“Kapten!” panggilnya.
Tapi, semuanya terlambat. Lucas telah berjalan jauh dan tidak mendengarkan panggilan darinya. Fero mengusap wajahnya dengan kasar. Dia duduk dan menundukkan kepalanya. Dia mungkin akan selamat. Tapi, prajurit itu tidak mungkin. Ucapan dari pemimpinnya masih dia ingat dengan jelas. Tidak ada yang boleh tahu tentang misi terselubung. Dia menutup wajah dengan kedua tangannya.
“Ada apa?” sebuah suaa mengagetkan Fero dan membuatnya menoleh.
“Ah, tidak ada,” jawabnya asal. Dia memperbaiki posisi duduknya. Sedikit bergeser, karena Hito tiba-tiba ikut duduk di sampingnya.
“Kenapa? Apa alasanmu melakukan itu?”
Fero menoleh ke arahnya. Mengernyit, tidak paham dengan apa yang sedang dibicarakan oleh prajurit tersebut.
“Apa maksudmu?” balasnya dengan tenang.
“Kenapa kau membuat Lucas marah? Apa yang sudah kau katakan padanya?” desak Hito. Ternyata, sedari tadi dia terus memperhatikan percapakan diantara keduanya. Melihat ekspresi marah di wajah Lucaas. Membuat Hito penasaran. Ada apa sebenarnya dengan mereka berdua.
“Tidak ada,” jawab Fero. Dia membuang muka. Melihat ke arah lain.
“Lucas tidak akan semarah itu, jika ucapanmu tidak memprovokasinya!”
“Aku hanya mengusulkan pendapatku. Dia tidak suka, itu saja! Kau sama menyebalkannya dengan Leo!” ucap Fero. Dia menunjuk tepat ke wajah Hito, lalu ke arah di mana Leo sedang duduk. Kemudian dia berdiri dan pergi. meninggalkan Hito duduk sendirian di sana. Pria itu menoleh ke arah Fero dengan pertanyaan yang terus berputar di kepalanya. Kenapa? Ada apa?
Hito hanya bisa diam. Dia termenung dan memandang ke arah langit malam di luar jendela. Hembusan angin yang menerpa wajahnya mmebuatnya teringat dengan sentuhan istrinya. Dia rindu pada keluarganya. Entah, apakah dia masih bisa mendapatkan kesempatan untuk menerima sentuhan itu lagi, atau tidak.
Bob mempersiapkan diri untuk penjemputan tersebut dengan sangat senang. Dia merasa akan segera bertemu dengan keluarganya. Bertemu dengan istrinya, menemaninya melahirkan, dan menggendong anaknya yang menggemaskan. Semua itu memenuhi pikirannya. Dengan senyum merekah dia mengemas perlengkapan miliknya. Tanpa dia sadari, fero melihat ke arahnya dengan tatapan sedih. Hanya Fero yang tahu, hanya dia yang paham dengan situasinya. Dan dia pun wajib untuk segera kembali ke markas. Atasannya telah menunggu untuk segera meneliti sampel tersebut.
Bagaimana ini? Apakah aku harus menunda penjemputan ini?
“Apa kau sudah siap?” tanya Lucas padanya.
“Kapten, tidak bisakah penjemputannya besok saja?” pinta fero. Dia terus merengek. Tapi tidak menjelaskan apa yang dia ketahui pada Lucas. Hal itu membuat Lucas semakin jengah dan tidak merespons ucapannya.
“Selama kau tidak menejlaskan apa alasan dari permintaanmu itu, aku tidak akan menundanya lebih lama lagi. Istri Bob akan segera melahirkan! Dan dia harus bersasma dengan istrinya saat itu terjadi! Jadi, siapkan semua barangmu dan segera pergi dari sini. Ada banyak nyawa yang harus aku lindungi!” ucapnnya dengan nada tinggi. Dia sudah teerlalu emosi dengan ucapan fero yang tidak jelas ujungnya. Dia langsung pergi dan tidak lagi peduli dengan panggilan Fero padanya.
Fero merasa bersalah dengan kondisi itu. Tapi, dia tidak mempunyai pilihan lain selain menutup rapat mulutnya. Karena, dia juga tidak ingin nyawanya menjadi taruhannya.
Deru suara baling-baling helikopter memcah keheningan di sana. Dengan perlahan helikopter itu mendarat di atas atap gedung. Fero menelan ludah. Dia akan segera kembali dan melakukan penelitian kembali. Tapi, Bob ....
“Cepatlah, turunkan semua barang dan letakkan barang-barangmu ke dalam helikopter dengan segera!” perintah Lucas pada Bob. Pria itu mengangguk dan melakukan perintah dari sang kapten. Dia menurunkan beberapa kotak besar. Lalu, dia menaikkan tas miliknya. Juga kepala makhluk aneh tersebut. fero mengikutinya. Dia menoleh ke arah Hito sebentar. Lalu, dia turun dan menyelipkan sebuah kertas padanya.
“Maafkan aku! Hubungi aku, agar aku bisa memberikan kabar untukmu!” bisiknya. Dia pun bergegas masuk kembali ke dalam helikopter tersebut. duduk dengan perasaan gelisah. Dia menatap para prajurit yang ada di bawah sana. Perjalanan itu hanya sebentar, tapi menyisakan rasa kekeluargaan yang cukup membekas dalam hatinya. Saling menjaga, tolong menolong, mebantu satu sama lain, berbagi cerita, dan masih banyak lagi. Bagi dia yang selama ini hanya tinggal di dalam laboratorium, dengan segala macam penelitian yang ada di dalamnya. Pengalaman itu membuatnya merasa nyaman dan cukup mengisi kekosongan hatinya. Dia merasa lebih hidup dari sebelumnya. Dia sangat bersyukur, tapi juga merasa tidak beruntung. Dia harus menyaksikan sebuah kejadian yang akan memaksanya ntuk mengingatnya seumur hidup.
Helikopter melaju dengan kecepatan tinggi. Tidak butuh waktu lama. Mereka sampai di markas pusat. Di markas yang dekat dengan tembok labirin besar kota tersebut. mereka turun dengan segera. Membawa kotak besar beirisi kepala makhluk tersebut. kemudian melapor pada pimpinan di sana.
Fero mengangguk sebentar ke arah sang pimpinan. Kemudian dia membuka kotak itu. Menunjukkan keberadaan kepala makhluk aneh dan menyeramkan itu padanya.
“Lanjutkan perjalananmu segera!” ucap si pimpinan. Ya, Fero telah ditunggu oleh mobil yang sudah siap mengantarkannya menuju laboratorium tempat mereka melakukan penelitian. Dia menoleh ke belakang. Melihat keadaan Bob yang sedang melaporkan kehadirannya.
“Terima kasih telah mengizinkan untuk kembali,” ucap Bob dengan senyum di wajahnya. Rasa syukur tergambar dengan jelas di sana.
Pimpinannya hanya mengangguk. Tapi, dilanjutkan dengan ucapan yang membuat Bob tercengang mendengarnya.
“Kau tahu bukan, ini adalah misi rahasia?” ucap pimpinannya.
“Siap benar Jendral,” jawabnya dengan sikap siap.
“Maka ... kau juga sebaiknya tahu, tidak ada yang boleh mengetahui misi ini di luar sana.”
“Siap, saya akan menajga rahasia ini sampai mati!” jawab Bob denegan sangat yakin dengan dirinya sendiri. Tentu saja, mana mungkin dia berani melakukan pembelotan pada perintah yang diberikan oleh sang jendral.
Jendral itu pun tersenyum, “Sampai mati?” ucapnya denga nada yang tidak bisa dimengerti oleh oleh Bob. Seperti ada sesuatu yang disembunyikan olehnya.
“Kau boleh pergi!” lanjutnya.
“Siap!”
Dia memberikan hormat pada sang jendral. Lalu, Bob mengambtil tas miliknya. Mulai melangkah pergi dari sana. Tapi, beberapa prajurit menghalaunya. Tatapan mereka sama sekali tidak bersahabat. Bob merasa bingung dengan keadaan itu.
Ada apa?
Para prajurit itu menangkapnya, menyeretnya menjauh dari sana. Dia memberontak, berteriak dengan keras.
“Ada apa ini Jendral? Kenapa mereka menangkapku? Apa yang sebenarnya sedang terjadi?” teriaknya menuntut penjelasan.
“Kau harus menjaga rahasianya sampai mati!” jawab sang Jendral dengan suara dingin dan ekspresi menyeringai. Senyum licik itu terhias di wajahnya yang kaku. Menunjukkan kekejaman tingkat tinggi yang menyeramkan.
Firasat Fero benar, dia hanya bisa meneteskan air mata saat melihat kejadian itu ada di depan kedua matanya. Dia tidak bisa melakukan apa pun untuk menlong Bob. Dia melihat dengan jelas, mereka menyeretnya dengan keras. Menuju ruangan di balik sana. Teriakan kesakitan Bob bisa tertangkap oleh pendengaran Fero. Fero menghela napas panjang. Sopir yang ada di sampingnya mentapnya penuh rasa penasaran.
“Apakah bisa berangkat sekarang?”
Fero hanya mengangguk setuju. Lebih baik dia segera pergi dari sana. Mendengar suara jeritan yang begitu memilukan membuatnya merasa bersalah dengan sangat dalam. Hatinya terasa sakit. Seperti diremas dengan sangat keras.
Bob memberontak, berteriak dengan sangat keras. Lalu, salah satu prajurit itu melepaskan kaos kakinya. Menggulung, dan menyumpalkannya ke mulut Bob. Mereka kembali memukulinya. Darah telah bercucuran di sekujur tubuhnya. Bob hanya bisa mengerang karena mulutnya disumpal. Tak ada satu pun yang akan menolongnya di sana. Kini, dia merasa lebih baik bersama dengan para rrekannya. Jika, pada akhirnya dia hanya akan dibunuh oleh para petinggi mereka. Dia harus berakhir dengan begitu miris. Meninggal dalam keadaan babak belur dan mengenaskan. Tendangan-tendangan terus mereka lakukan. Hingga darah segar keluar dari mulut Bob.
“Sudah cukup! Bawa dia ke kandang Aurora!” ucap salah satu dari mereka. Pria itu mengambil sebatang rokok, lalu menyulutnya. Dia tersenyum tipis. melihat kesakitan yang dirasakan oleh rekannya bukanlah hal yang bisa mengetuk hatinya. Dia sudah melakukan itu berkali-kali. Membunuh hanyalah bagian dari tugasnya. Melakasanakan perintah adalah kewajibannya. Begitu prinsipnya.
Bob yang sudah berlumuran darah diseret oleh mereka. Hingga meninggalkan bekas darah di lantai dan tanah. Suara gemerincing kunci yang digunakan membuka ruangan terdengar nyaring. Serigala di dalam kandang itu mulai berdiri dari tidurnya. Hidungnya telah mencium harum yang sudah lama dia inginkan. Rasa laparnya akhirnya bisa dia akhiri hari ini. Serigala betina putih itu membuka mulutnya dengan lebar. Lidahnya mengusap bibirnya. Tetesan liurnya terjatuh ke tanah. Melihatnya saja mereka mundur dan merasa ngeri. Tapi, mereka malah mendorong tubuh Bob masuk ke dalam sana. Lebih tepatnya, mereka melemparkannya ke arah Aurora. Kemudian dengan cepat mereka kembali mengunci ruangannya. Tubuh Bob baaikan daging segar yang disajikan di depan kedua mata Aurora. Serigala itu langsung menerkamnya. Menggigit dan menggerogoti setiap inci bagian tubuh Bob. Bob yang sudah diambang kesadaran tidak bisa melakukan apa pun. Dia hanya bisa memohon pada Tuhan. Memohon kematian untuk dirinya.
Sayang, maafkan aku. Tidak mampu kembali dengan selamat ke pelukanmu. Jaga anak kita dengan kasih sayangmu. Aku mencintaimu. Ini terlalu sakit Tuhan, cabut saja nyawaku sekarang.
Bersamaan dengan berakhirnya hembusan napas Bob, suara tangisan anak yang baru saja dilahirkan di dunia menggema di seluruh ruangan. gadis kecil itu telah lahir dengan kecantikan sempurna. Sehat dan menggemaskan. Istri Bob tersenyum bahagia melihatnya. Walau dalam hati dia juga merasa sedih karena tidak bisa ditemani oleh suaminya.