15. Satu Nyawa

1875 Kata
Perjalanan mereka masih jauh. Beristirahat sejenak setelah menghadapi begitu banyak zombi yang menyeramkan itu, bisa membuat mereka lebih segar kembali. sisa makanan mereka telah habis dilahap. Kini, mereka harus melanjutkan langkah kembali. Mereka harus menuju salah satu gedung yang tercatat sebagai markas. Mereka harus ke sana untuk beristirahat. Mereka sangat berharap, bisa melewati malam ini dengan aman dan damai. “Setelah ini, kita akan menuju gedung 1A. Kalian siap? Di peta mengatakan itu adalah tempat yang sudah ditunjuk untuk tempat kita istirahat sebelum melanjutkan perjalanan. Di sana ... kita dapat melaporkan semua kejadian. Termasuk kepala makhluk aneh yang sedang digendong di dalam tas Kevin. Bukan begitu, Kev?” Lucas memberikan arahan. Rencananya sudah dia siapkan. Sesampainya di sana nanti, ada banyak hal yang harus mereka kerjakan. Kevin menganggukkan kepalanya tanda setuju. Dia bahkan mengacungkan jempolnya ke arah sang kapten. Mereka semua pun kembali bersiap. Melanjutkan langkah menuju tempat yang sudah ditentukan. Fero melihat ke arah Kevin. Dia menatapnya dengan sedih. Kemudian menggeleng pelan dan mengalihkan pandangannya. “Kenapa kau melihat ke arahnya? Kau naksir pada dia?” sebuah suara menyebalkan itu kembali tertangkap oleh pendengarannya. Fero memutar kedua bola matanya. Menghela napas panjang dan emlirik dengan tajam ke arah sumber suara. Dia terlalu malas untuk meladeni pria tersebut. Entah bagaimana pria itu bisa berada di dekatnya dan melihat apa yang sudah dia lakukan barusan. Sementara itu, Leo masih saja terus mencoba menggodanya. Dengan manik-turunkan alisnya yang tebal itu. Tapi, Fero melangkah pergi. Dia sama sekali tidak tertarik untuk kembali berdebat dengannya. Meninggalkan dia di belakang adalah keputusan yang tepat menurutnya. Perjalanan itu hanya terisi dengan hening. Mereka menaruh pandangan mereka menyeluruh. Mengawasi dengan waspada, mengintai apakah ada gerakan yang harus mereka waspadai atau tidak. Hanya suara langkah mereka yang terdengar. Suara daun dan ranting yang patah akibat injakan kaki mereka. Perkotaan ini telah telihat seperti kota kosong dan mati. Benar-benar menyeramkan. Tidak ada satu pun dari mereka bisa berpikir jernih. Mereka hanya berusaha fokus dan melanjutkan tugas dengan sebaik-baiknya. Jika tidak bisa, mereka mungkin hanya akan berakhir seperti makhluk itu. Terperangkap di dalam tembok besar berbentuk labirin memutar yang tinggi dan kokoh. Bahkan mereka tidak pernah tahu. Jika ada kejadian buruk menimpa mereka. Arah mana dari pintu labirin yang bisa membawa mereka keluar dari tempat itu. Tembok labirin itu begitu tinggi dan besar. Kokoh dan sangat kuat. Bahkan tumbuhan merambat sekalipun tidak bisa membuatnya lapuk. Padahal, kota itu telah ditinggalkan untuk waktu yang lama. Jika rumah-rumah penduduk saja bisa hancur dan roboh. Berbeda dengan tembok yang dibangun dengan batu dan berbagai maccam logam yang melapisinya. Suasana di sana masih terlihat sama. hening, sepi, dan menyeramkan. Helaan napas mereka bahkan terdengar dengan jelas. Kota itu benar-benar tidak berpenghuni. Lagkah Lucas terhenti. Saat dia menyadari ada pergerakan di batas kota. Dia mengangkat tangan kirinya setinggi d**a. Menghalau rekannya untuk tidak bergerak sementara. “Kalian melihat gerakan itu? Di sana!” ucapnya. Dia menunjuk ke arah pembatas polisi di seberang jalan. Masih cukup jauh dari tempat mereka berdiri. Tapi, jika serangan kembali terjadi. Jarak itu tidak cukup aman untuk mereka bisa melarikan diri. “Garis kuning polisi itu?” Leo berbicara. Dia mengernyit dan tidak mengerti dengan ucapan sang kapten. Fero kembali menoleh. Dia merasa begitu mengenal suara yang abru saja menjawab ucapan Lucas. Sejak kapan manusia menyebalkan ini ada di dekatku? “Apa?” ucap Leo tanpa mengeluarkan suara. Dia hanya menggerakkan mulutnya saat mengucapkan itu pada Fero. Fero melengos, dia terlalu lelah untuk meladeni pria menyebalkan yang terus saja berada di dekatnya. Padahal, dia sudah berusaha untuk mejaga jarak dengannya. “Bukan garisnya, lihat di balik pohon-pohon itu! Kau bisa melihat ada pergerakan di dalam rumah juga!” balas Lucas. Anggota timnya melihat ke arah yang diejalskan oleh sang kapten. Beberapa dari mereka menelan ludah. Kedua bola mata mereka bisa melihat dengan jelas. Di dalam area yang diberikan garis kuning itu ada begitu banyak pergerakan. Hito bahkan merinding seketika. Rambut-ramut halusnya meremang dan membuat dirinya merasa ngeri. Melawan makhluk dengan sejumlah itu? Apakah mereka bisa? Apakah kota ini telah dikuasai oleh mereka? Kenapa jumlah mereka cukup banyak?   Hito kembali merasa tegang, dia melihat itu seperti sebuah kobaran api yang siap menlan mereka hidup-hidup. “Baiklah, hari ini kita harus menghindari mereka. Segera menuju gedung 1A yang sudah ditentukan. Melawan mereka dalam kondisi ini, hanya akan membuat kita kewalahan!” Lucas memberikan instruksi dengan menunjuk ke arah kiri. Berjalan sedikit memutar lebih baik. Dari pada harus berurusan dengan kawanan makhluk aneh dan menyebalkan, yang membuat mereka terjebak di dalam misi yang kejam itu. “Tetap tenang dan jangan membuat suara yang bisa di dengar oleh mereka. Walau aku pun tidak yakin dengan hal itu. Entah, mereka bisa mendengar pergerakan kita atau tidak,” ucapnya dengan suara pelan dan bahkan lebih tepatnya dia berbisik pada anggota timnya. Mereka berjalan dengan sangat pelan. Menghindari timbulnya suara yang mungkin bisa membuat para makhluk itu mendengar gerakan mereka. Setelah melewati banyak hal tadi. Rasanya terlalu lelah jika harus kembali melawan mereka untuk saat ini. berjalan dengan langkah pelan membuat mereka selamat dari para makhluk tersebut. gedung 1A telah terlihat di depan mata. Mereka pun bergegas masuk ke dalam sana. Gedung yang dulunya sebuah kantor dengan lima lantai itu terlihat kotor dan menyeramkan. Seperti rumah hantu di kawasan taman bermain. Mereka tidak tahu. Apakah gedung itu telah steril dari makhluk tersebut atau belum. Mereka harus menyisir setiap lantai. Agar bisa mencapai lantai atas untuk membuat laporan. Juga agar memudahkan mereka jika helikopter bantuan datang. “Kalian siap?” Lucas membuka pintu setelah mendapatkan banyak anggukan kepala dari pertanyaan yang dia ucapkan. Dengan gerakan perlahan mereka masuk ke dalam gedung. Masih dengan sikap waspada. Mata yang terus menatap dan menelisik ke setiap tempat. Mereka sama sekali tidak gentar untuk terus maju. Untuk menyelesaikan misi, tentunya untuk menyelamatkan nyawa mereka sendiri. Mereka menyebar dengan cepat. Lantai satu aman. Mereka mulai menaiki anak-anak tangga menuju lantai dua. Mereka terus melakukan hal itu berulang-ulang. Memeriksa, dan memastikan keadaan aman. Lalu, kemudian mereka melanjutkan ke lantai berikutnya. Hingga mereka mencapai lantai lima. Setelah menutup akses menuju lantai bawah dengan banyak barang yang ada di sana. Mereka brsiap membuat markas dan berisitirahat. Beberapa dari mereka telah melepaskan ransel besar yang terus mereka gendong sepanjang hari. Membawa perbelakan dan juga senjata yang berat. Pundak-pundak milik pria-pria pemberani itu terasa mulai pegal. Leo terlihat sedang memijit pundaknya dengan perlahan. Bahkan ada Jo dan Roy yang saling memijit secara bergantian. Lucas segera mengaktifkan ponsel satelit miliknya. Ponsel yang dayanya akan terisi otomatis setiap kali terkena cahaya itu menyala. Dia menghubungi markas pusat dengan segera. “Lapor, tim A telah sampai di gedung 1A.” “Laporkan semua kejadian hari ini! Apakah semua anggota baik-baik saja?” sahut seseorang di seberang telepon. “Aman, kami semua selamat. Kami bahkan berhasil mendapatkan kepala mereka. Petugas akan bersiap menunggu kedatangan helikopter untuk menejmputnya.” Pria di balik telelpon itu mengernyit. Bagaimana mereka bisa mendapatkan kepala makhluk itu dengan sangat cepat? Lucas melihat ke arah layar telepon miliknya. Masih tersambung, tapi dia tidak bisa mendengar suara dari si pria sebelumnya. “Pak?” ucap Lucas. Suaranya membuyarkan lamunan si pria tersebut. “Baiklah, helikopter akan segera mengirimkan logistik dan perbekalan senjata kalian. Siapkan prajurit yang berhasil menebas kepala itu dan siapkan si peneliti untuk kembali ke markas.” “Siap!” jawab Lucas. Dia akhirnya bisa merasa lega. Bisa menyelamatkan satu nyawa untuk kembali pulang. Sayangnya, setelah ini dia tidak akan bisa kembali mengirimkan prajuritnya untuk kembali. Karena, alasan itu tidak mungkin bisa dia gunakan lagi. Jika pihak peneliti telah mendapatkan apa yang mereka butuhkan. Maka, mereka harus melanjutkan mengambil harta benda itu dengan tangan mereka sendiri. Tanpa itu, mereka tidak akan bisa kembali ke sana. “Kevin!” panggilnya pada si pemenggal kepala makhluk aneh itu. Kevin yang sedang duduk santai dengan beberapa rekannya pun berdiri. Dia melangkah ke arah sang kapten yang baru saja memanggilnya. “Iya, Kapten, ada yang bisa saya lakukan?” ucapnya dengan sikap siap. Tentu dengan tangan yang sedang menghormat ke arah sang kapten. Lucas membalas hormat itu, kemudian mereka saling menurunkan tangan. “Aku sudah melapor pada markas pusaat. Kau bisa kembali ke markas malam ini dengan helikopter yang mereka kirimkan.” Dia menjelaskan hal yang baru saja dia dapatkan dari pusat. Kevin terdiam. Dia tidak terlihat senang dengan hal itu. Bibirnya masih rapat. Tidak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya. “Ada apa? Kau tidak setuju dengan hal itu?” lanjut Lucas. Dia merasa diamnya Kevin mempunyai maksud tertentu. Dan pada akhirnya Kevin pun mengangguk. “Saya rasa, lebih baik Bob yang membawanya kembali ke markas.” Kevin memberikan usulan pada sang kapten. Lucas menggaruk kepalanya yang tidak gatal. dia merasa aneh dengan pendapat Kevin yang disampaikan padanya. Dia menatap mata Kevin, menelisik, mencari kebenaran dari sana. “Kenapa?” “Dia ... istrinya sedang hamil besar dan akan segera melahirkan. Dia yang mengira misi ini akan segera selesai. Merasa begitu terpukul karena telah terjebak dalam misi yang entah sampai kapan harus kita lakukan,” jelasnya. Dia merasa iba dan sedih dengan kondisi rekannya. Lucas terhenyak. Ya, kini dia menyadari. Ada banyak kehidupan yang terhubung pada mereka. Ada banyak orang yang menantikan kehadiran mereka kembali. seorang istri yang menunggu suaminya pulang. Juga anak-anak mereka yang selalu bertanya akan kepulangan sang Ayah pada Ibu mereka. Juga ada Ibu yang sedang sangat khawatir menunggu kepulangan anak mereka. Lucas menghela napas panjang. Kemudian dia mengangguk pelan. “Baiklah, tapi ... apa kau baik-baik saja dengan ini? Ini adalah satu-satunya kesempatanmu untuk bisa kembali.” Lucas mencoba memberikan peringatan pada Kevin. Menyatakan pada dia bahwa tidak mungkkin akan ada kesempatan yang sama untuk kedua kalinya. Pihak markas jelas akan menentang kembalinya prajurit ke markas pusat. Jika mereka masih belum bisa menyelamatkan harta benda yang ada di rumah-rumah yang sudah mereka putuskan. Kevin mengangguk dengan mantap. Kedua bola matanya menatap ke arah Bob yang sedang duduk diam sendirian di sudut ruangan. Dia tidak bisa melihat rekannya sedih seperti itu. “Ya, aku yakin. Ibuku mungkin cemas dengan keadaanku sekarang. Tapi, dia ada istri dan seorang anak yang menantikan kehadirannya di sisi mereka.” Suara Kevin mendadak menajdi lirih. Kesedihan itu juga menyelimuti dirinya. Dia tahu, seberapa sakitnya jauh dari keluarga. “Baiklah, jika itu yang kau inginkan. Aku akan mengirim dia dan juga peneliti itu untuk segera kembali ke markas hari ini.” Kevin mengangguk setuju, “Terima kasih, kapten,” ucapnya. Lalu dia pun pergi setelah mendapatkan anggukan kepala dari Lucas. Lucas pun terdiam dan melihat ke arah Bob yang sedari tadi terlihat murung. Dia memang cekatan dalam pertarungan. Tapi, jika fokusnya hilang dan suasana hatinya memburuk seperti itu. Hal itu hanya akan membuat dia menjadi rawan dalam bahaya. Perjalanan mereka masih panjang. Markas yang kini mereka tempati akan menjadi tempat mereka beristirahat selama melakukan misi. Entah akan sampai berapa lama lagi mereka bisa bertahan di sana. Entah, misi itu akan berhasil mereka lakukan atau tidak. Semuanya masih semu. Masih abu-abu dan tidak dapat dipastikan dengan jelas. Lucas yang menjadi pemimpin merasa begitu menyesal telah melakukan semuanya. Dia seharusnya tidak tergiur dengan jabatan yang akan dia dapatkan. Dia seharunya bisa mencium misi berbahaya yang telah mereka siapkan. Dia seharusnya bisa lebih peka dan bisa membaca situasi. Saat dia melihat ada para petinggi yang datang ke markas pusat hari itu. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN