Pretty memasuki hall mewah tempat Libby mengikuti kontes kecantikan ‘Queen of High School’. Seperti biasanya dalam kontes tahun ini, Libby bersaing ketat dengan seorang cewek pongah bernama Jeanifer. Saat Pretty datang, mereka berdua sibuk adu melotot. Di tengah mereka berdiri Dylan yang bersikap serba salah.
"Apa kalian bisa berhenti saling menatap? Aku ngeri melihat pandangan kalian," kata Dylan jengah sembari mengusap tengkuknya.
"Oh, My Dylan, lo jangan khawatir. Pandangan itu bukan buat lo. Itu untuk seseorang yang gak tau diri banget!" sindir Jeanifer pedas, dia melotot geram pada Libby.
"Hah?! My Dylan! Yang benar saja! Apa hubungan lo sama Dylan?! Kalian itu cuma misan," sembur Libby tak terima.
"Misan? Gue itu calon istri Dylan, kami sudah dijodohkan dari kecil!"
"Jeany, perjodohan kita batal. Apa kau melupakannya?" ralat Dylan tenang.
"Bagiku enggak batal, Dylan!" ucap Jeany ngotot.
Dylan menghela napas dan mengangkat bahunya.
"Terserah kamu. Yang jelas aku tak mengakuinya," kata Dylan dingin. Kemudian dia berlalu meninggalkan kedua gadis itu.
"Dylan tunggu!" seru Jeany. Gadis itu berlari mengikuti Dylan.
"Dylan tunggu ... cih, murahan banget!" cibir Libby nyinyir. Lalu tatapannya bertemu dengan Pretty.
"Pretty!" panggilnya ceria sembari menyunggingkan senyum lebarnya.
Pretty balas tersenyum kemudian mendekati Libby.
"Pretty, kau kemari mau mendukungku, kan?" tanya Libby narsis.
"Geer lo," ledek Pretty.
"Betul enggak?"
"Yoi, Say," kekeh Pretty geli.
Cup. Libby mengecup pipi Pretty lembut. "Makacihhh," Libby berkata manja.
Cup. Pretty mengecup bibir Libby sekilas. "Good luck, Beb. Gue cuma bisa menyuntikan semangat juang."
"Pakai ciuman?" gumam Libby setengah ternganga.
"Begitu, kan, ajaran elo?" ucap Pretty nyantai.
Benar juga. Libby mengangguk. Pretty tertawa lalu berjalan mundur sambil mengacungkan jempolnya. Setelah itu dia berjalan menuju ke hall utama. Di tengah perjalanan Pretty melihat si botak yang sedang berbincang dengan si loreng. s**t! Mengapa mereka berada disini? Pretty segera menyembunyikan diri dibalik tikungan tembok.
"Rojak, lo sudah bertemu Tuan Dragon? Bicara apa dia?" tanya Botak penasaran.
"Sudah. Tuan Dragon mengatakan transaksi besar akan diadakan tiga hari lagi. Kita semua harus siap."
Apa? Tuan Dragon disini? Transaksi besar tiga hari lagi? Hati Pretty alias Rex Dewantoro berdebar keras. Dimana transaksi itu berlangsung? Dia harus mendapatkan informasi ini.
"Transaksi dimana?" Si botak bertanya lagi.
Rex menunggu jawaban itu dengan hati berdebar. Ayo lekas katakan!
"Di Cafe Star."
Belum sempat Rojak menyelesaikan ucapannya, ada seseorang yang berteriak, "hei siapa disitu?!"
Sial! Si tindik mengetahui kehadiran Rex alias Pretty.
"Bunuh dia!" seru si pria bertindik itu sambil menunjuk Rex.
Rex bergegas membalikkan badannya dan berlari secepat mungkin. Tiga pria gembong n*****a itu mengejarnya sekuat tenaga. Rex berlari melewati lorong~lorong, berusaha mencari tempat persembunyian dengan membuka pintu~pintu yang berjejer di lorong itu. Hanya satu pintu yang bisa dibuka, Rex segera memasukinya.
Ternyata itu ruang ganti sekaligus ruang rias untuk peserta kontes kecantikan yang kebetulan sedang kosong. Pretty bersembunyi di ruangan itu, mengandalkan telinganya dia memantau keadaan di luar.
Sial! Tiga b******n itu mulai membuka pintu~pintu berjejer di lorong. Rex memaki dalam hatinya. Mana ruangan ini tak berkunci! Apa dia akan ketahuan? Tiba~tiba mata Rex terpaku pada satu kostum dress pesta dan wig palsu yang tergeletak di meja rias. Tak ada waktu lagi! Rex langsung menyambar dress pesta itu.
Sementara itu diluar, tiga b******n itu berusaha membuka semua pintu itu namun terkunci.
"k*****t, dimana penguntit itu tadi? Kalau ketemu biar kupatahkan tangan dan kakinya!" maki Botak murka
"Kita bunuh saja! Dia berbahaya bila dibiarkan hidup. Jarot, apa kau melihat wajahnya dengan jelas?" tanya Rojak pada temannya si Tindik.
"Hanya samar. Jarak kami terlalu jauh," keluh Jarot.
"Pintu terakhir! Wah tak terkunci," kata Botak senang.
"Hei, kalian! Mengapa berkerumun di depan ruang kostum?" Tiba~tiba terdengar teguran dari seorang ibu paro baya.
Ketiga pria itu menoleh dengan terkejut.
"Oh, kalian berniat mengintip peserta kontes kecantikan, kan?! m***m!!" Ibu itu memukul kepala mereka bertiga. "Pergi sana!! Atau mau saya panggilkan security?"
Ketiga pria itu saling memberi kode, lalu mereka memutuskan mundur untuk sementara waktu sambil mengawasi pintu itu dari kejauhan. Kemudian ibu paro baya itu masuk ke dalam ruangan.
"Nah, rupanya kau disini! Buruan, giliranmu hampir tiba, Tineke!" tegurnya pada sosok bergaun pesta yang membelakanginya.
Sosok itu berbalik dengan gemulai dan ibu itu terperangah seketika.
"Kau ... kau ... kau ...."
Pretty yang memakai dress pesta itu menanti dengan hati berdebar. Apa penyamarannya sudah terbongkar?
***
Di area panggung terlihat Libby yang berdiri bersebelahan dengan Jeanyfer. Mereka tersenyum manis, namun matanya memandang dengan sorot sarat permusuhan.
"Lihat saja, tahun ini gue akan mengalahkan elo," gumam Jeany sinis dengan senyum palsu terukir di wajahnya.
"Mimpi lo! Semua orang tahu siapa juara bertahan kontes ini," bisik Libby mencibir, namun bibirnya tetap menyunggingkan senyum manis. Kedua gadis itu saling melotot dengan senyum manis penuh kepalsuan di bibir mereka. Untung kemudian suara MC mengalihkan perhatian mereka berdua, kalau tidak bola mata mereka bisa melompat dari sarangnya karena kebanyakan digunakan untuk melotot.
"Yah, dan inilah peserta kontes kita terakhir yang tadi minta perpanjangan waktu karena kesehatannya sedikit terganggu ... Tineke Sumampouw!!"
Tepuk tangan mengiringi kemunculan sesosok tubuh yang berjalan anggun dan sangat luwes dengan gaun pestanya. Semua mata menatap kagum pada sosok berkilau itu.
"Ih, gilak! Cantik amat, bidadari ya?"
"Ini peserta the best deh kayaknya!"
"Kalau yang ini mah gue naksir berat! Tineke, I love you!"
"Tineke ... marry me, please!"
Libby dan Jeanifer memperhatikan pesaing beratnya dengan tatapan sirik.
"Siapa dia?" Mereka bertanya bersamaan saking penasarannya.
Mereka bertatapan penuh rasa curiga, sebelum berangsur mengendurkan rasa permusuhan diantara mereka.
"Namanya Tineke. Cih, apa sih hebatnya dia?!" ejek Jeany.
"Iya, paling cantik di luar doang! Bakatnya nol besar!" sambung Libby mencemooh.
"Tapi, mengapa gue merasa familiar dengan wajahnya?" desis Libby sambil menajamkan pandangannya pada sosok bernama Tineke itu.
Dia sangat tinggi, langsing dan amat feminim. Saingan berat nih.
"Tineke, kini saatnya menunjukkan bakatmu. Tineke bisa apa nih?" tanya Si MC dengan mata mengerjap kenes. Rupanya si MC sudah terjerembap dalam pesona Tineke.
"Aku akan menunjukkan bakatku menari, semoga kalian suka. Mungkin aku bukan yang terbaik, tapi aku akan berusaha membuat kalian puas akan penampilanku."
Jawaban yang diplomatis dan memikat. Libby menggertakkan gigi, dia merasa kalah set.
"Wow, Tineke kita ini sangat low profile. Sungguh pribadi langka di jaman sekarang. Oke, mari kita saksikan tampilan Tineke Sumampauw menari dengan pita~pita cantiknya!"
Dan Tineke aspal alias Pretty menari dengan menggerakkan pita~pita panjang hingga berkelok~kelok, berliku~liku, dan menyusun bentuk yang begitu indahnya. Tidak hanya itu, dia juga ikut menari mengikuti irama dan terlihat serasi dengan pita~pitanya. Aksi panggungnya membuat semua penonton terpesona. Begitu pertunjukkan itu selesai mereka bertepuk~tangan antusias, bahkan sampai standing aplaus segala!
Libby mengeluh dalam hatinya sekaligus sangat penasaran. Darimana munculnya pesaing beratnya ini?!
"Ck! Masih ada sesi wawancara. Kita lihat saja apa dia pantas menjadi pesaing kita!" cibir Jeany.
Libby mengangguk sambil berdoa, semoga dalam sesi wawancara cewek itu gagal, Ya Lord..
"Tibalah di sesi yang paling penting, sesi wawancara! Tineke, ini hanya pertanyaan yang sangat umum dan mudah dijawab tapi tolong perhatikan ucapanmu, Sayang. Banyak yang nilainya jatuh di sesi ini. Siap Sayang?" tanya si MC centil.
"Atas restu Tuhan dan doa kalian semua, saya siap."
Jawaban awal Pretty langsung menuai simpati para juri dan penonton. Hati Libby dan Jeany semakin panas menyadarinya.
"Oke, ini dia pertanyaannya. Apa yang akan kau lakukan dalam mendukung tindakan positif untuk mengatasi isu pelecehan kaum wanita dan anak~anak?"
Huh, pasti dia akan mengkaitkan dengan perdamaian dunia! Itu tipikal jawaban klasik peserta kontes putri-putrian! Pikir Libby sinis.
Tineke berdeham dulu sebelum menjawab pertanyaan.
"Pertanyaannya memang mudah mengucapkannya, tapi jawabannya tak sesederhana itu. Betul begitu, Kakak MC?" canda Tineke alias Pretty untuk mengurai ketegangan.
MC itu tertawa senang, dia betul~betul telah terpikat dengan kontestan terakhir ini.
"Pelecehan wanita dan anak~anak itu ...." Pretty mengatakan dengan gemulai, lalu mendadak dia merubah intonasinya menjadi sarat emosi dan kegeraman. "Itu BIADAB!! Itu j*****m!! Itu TAK BISA DIMAAFKAN!! Kurang ajar banget!! Pelakunya mesti dibully! Di hukum seberat mungkin! Diasingkan, diisolasi, jangan lupa dikebiri! Biar tahu rasa! Gak bisa main~main lagi. Kalau perlu hukum mati saja!!"
Pretty menjawab dengan emosi tinggi hingga napasnya terenggah~enggah. Lantas dia tersadar telah melakukan kesalahan saat melihat juri, MC, kontestan lain, dan para penonton menatapnya dengan terperangah.
Mampus lo! Skak matt! pikir Libby sambil tersenyum sirik. Tiba~tiba, Tineke tertawa merdu, suaranya kembali gemulai dan santun.
"Itu tadi ungkapan hati setiap wanita normal di dunia ini, betul? Kita maklum, Teman, mengapa mereka bisa demikian. Wanita adalah sosok yang sangat berharga. Dia cikal bakal kehidupan karena dari rahimnya kita berasal. Dia menjaga dan merawat kita tanpa pamrih dan tak kenal lelah. Sedang anak~anak, mereka adalah generasi mendatang, tunas harapan kita. Tak ada yang berhak merusak anak~anak polos dan tanpa dosa ini! Terkutuklah yang melakukan semua ini! Tapi Teman, kita harus bisa self control. Kita kaum wanita berbudi halus dan mengerti perjuangan keadilan yang santun dan bijaksana. Maka bila terpilih sebagai Queen of high school ini, yang akan saya rencanakan adalah.. melakukan kampanye anti pelecehan terhadap wanita dan anak~anak. Juga memberikan pengarahan pada para wanita supaya mereka berani membela harkat dan martabat mereka. Dengan demikian semoga di dunia yang indah ini terciptalah ... perdamaian yang kita impikan bersama. Itu pendapat saya," kata Pretty sambil tersenyum manis dan melambaikan tangannya ala miss universe.
Spontan terdengar sambutan meriah dari semua yang mendengarkannya, bahkan sebagian ada yang menangis bombay mendengar pidato singkat Pretty.
Sepertinya bisa ditebak siapa pemenangnya, Libby dan Jeany menatap lesu pesaing beratnya.
***
Beberapa hari kemudian, di sekolah SMA X.
Tineke Sumampouw yang asli terkejut saat menerima piala juara pertama kontes Queen of high school.
"Mereka menitipkan ke sekolah, karena saat pengumuman dirimu tak muncul di panggung," kata bapak kepala sekolah bangga.
Tineke ternganga lebar, mengapa dia yang menang? Padahal saat itu dia ngendon di toilet melulu karena murus~murus! Apakah jurinya prihatin dengan kesakitannya? Entahlah. Tineke tak habis pikir!
Bodo, ah! Yang penting dia juara! Meski dia montok dan bantet, dia adalah 'Queen of High School’ this year. Mungkin kiblat selera para juri dan penonton telah berubah.
Yuhuuu, era cewek ndut nan semolohai telah tiba!
Bersambung.