Satu bulan berlalu dengan cepat. Elin sudah semakin mempersiapkan hatinya untuk berbagi suami. Satu minggu yang lalu, pertemuan antara dua keluarga sudah terjadi. Ya, keluarga Elin dan Rendra sudah berkumpul membahas soal keingnan Bu Dina. Awalnya keluarga Elin menolak saol tersebut, tapi Elin terus membujuk ayah dan ibunya untuk merestui keinginannya agar Rendra menikah lagi.
Dengan bujukan Elin, dan Elin mencoba memberi pengertian pada ibu,ayah, dan kakaknya, akhirnya semua setuju dengan keinginan Elin. Namun, setelah semuanya setuju, sekarang Elin sendiri yang merasa down. Hatinya seperti sedang dibolak-balikan oleh sang pemilik hati. Rasa khawatir, rasa takut, dan semua rasa yang tidak mengenakan hatinya satu-persatu menyapanya.
Elin juga sudah melihat isi perjanjian yang nanti harus disetujui dan ditanda tangani oleh madunya. Isi perjanjiaannya adalah, pihak madu tidak boleh jatuh cinta atau merasa memiliki Rendra. Hanya sebatas istri kedua saja, tidak boleh mencintai atau dicintai. Bukan Elin egois menuliskan perjanjian itu, itu semua karena dirinya tidak begitu rela suaminya menikah lagi.
Di surat perjanjian juga tertulis, istri kedua akan di perlakukan sama adilnya dengan istri pertama. Diberi hunian mewah yang harganya setara dengan istri pertama dan di beri fasilitas yang juga nilainya setara dengan istri pertama, dan diberi nafkah sama dengan istri pertama setiap bulannya. Hanya saja istri kedua tidak boleh mencintai Rendra, sebagai suaminya.
Namun, meski seperti itu, Elin masih sangat khawatir bila suatu saat nanti suaminya leboh condong perhatian pada istri keduanya. Itu semua karena istri keduanya bisa memberikan keturunan untuk Rendra. Elin mencoba menepiskan semua rasa itu, walau bagaimanapun itu adalah keputusannya, dan dia yang juga menginginkan Rendra menikah lagi.
“Kenapa hatiku seperti ini? Kemarin aku siap sekali untuk menerima madu, tapi kenapa sekarang aku ragu? Aku takut, takut Mas Rendra akan mengacuhkanku saat maduku memiliki anak. Tapi, aku tidak boleh seperti ini, aku tidak boleh plin-plan. Jauh-jauh hari aku sudah memantapkan hatiku dan aku yang terus membujuk Mas Rendra agar mau menikah lagi. Aku tidak boleh lemah seperti ini, aku harus kuat, aku harus terlihat baik-baik saja di depan semuanya,” gumam Elin.
Elin menatap suaminya yang sedang sibuk dengan pekerjaannya. Dia belum bisa tidur memikirkan apa yang akan terjadi hari esok dan seterusnya setelah ada wanita lain yang menjadi istri suaminya. Apalagi ibu mertuanya besok akan mencarikan kandidat calon istri untuk Rendra. Bu Dina sudah mempersiapkannya sejak tiga hari yang lalu, beliau sudah membicarakan dengan semua karyawan yang ada di butiknya.
^^^
Keesokan harinya, Elin seperti biasa melakukan aktivitas paginya, dia membantu Bi Leli memasak di dapur. Ya, hanya membantu saja, karena Elin memang tidak jago masak. Dia bisa memasak, tapi dia jarang memasak untuk suaminya karena kesibukannya. Kalau hari minggu pun Rendra lebih memilih makan di luar bersama istrinya sekalian menikmati hari minggu hingga sore hari. Entah ke mana perginya, yang penting bagi Rendra, hari minggu adalah hari untuk istrinya full satu hari, dan Rendra tidak mau melewati itu dengan sia-sia.
Rendra selalu memberikan kejutan pada istrinya di hari minggu, entah itu mengajak jalan ke tempat wisata terbaru, lunch romantis di hotel berbintang, nonto film, kencan, apapun itu, bagi Rendra hari minggu adalah hari di mana waktu dia khusus untuk Elin, dan hari untuk membahagiakan istrinya.
“Kita sarapan di rumah?” tanya Rendra.
“Iya, pagi ini aku yang memasak, tapi aku tetap di bantu Bi Leli, sih ...,” jawab Elin.
“Tidak masalah, bagiku, kamu tidak bisa memasak pun aku tetap mencintaimu, kamu istriku, bukan pembantuku, jadi aku tak menuntutmu harus bisa masak, harus bisa soal dapur dan mengurus suami. Aku hanya butuh kamu sebagai pendampingku, mendampingiku di saat aku membutuhkanmu, karena kamu adalah ratu, bukan pembantu,” ucap Rendra dengan memeluk istrinya dari belakang yang sedang menata sarapan.
“Gombalnya suamiku ...,” ucap Elin dengan mengusap pipi suaminya.
“Harus dong, gombalin istri, biar istrinya makin bahagia. Tapi, gombalku tidak gombalan omong kosong, itu nyata, aku mencintaimu,” ucap Rendra.
“Love you too, Mas Rendra. Ayo sarapan, cicipi masakan aku yang mungkin kurang cocok di lidah mas,” ucap Elin.
“Setelah sarapan, aku mau ajak kamu ke suatu tempat. Aku sudah ambil cuti sampai selasa, kamu sudah free, kan? Kan anak-anak kelas tiga sudah ujian,” ucap Rendra.
“Aku free sampai selasa, tapi rabu aku ada rapat,” jawab Elin.
“Bagus kalau gitu kamu kan tidak perlu izin sama kepala sekolah, lagian untuk apa izin, toh sekolahan itu milik ayah,” ucap Rendra.
“Tetap dong aku izin, sesuai prosedur, jangan mentang-mentang menantunya yang punya sekolahan, Mas,” ucap Elin.
“Baik, nanti sebelum berangkat kita ke rumah Pak Irsyadi. Aku antar kamu meminta izin padanya sampai hari selasa,” ucap Rendra.
“Memang mas mau ajak aku ke mana?” tanya Elin.
“Ke suatu tempat, sepertinya kita butuh tempat refresing yang bisa menenangkan pikiran kita, Lin,” jawab Rendra.
Elin hanya bisa menuruti suaminya saja. Percuma menolak ajakan suaminya atau memaksa suaminya untuk memberitahukan pada dirinya ke mana akan pergi, karena sudah pasti suaminya tidak mau menjawab. Itu untuk kejutan, dan mungkin setelah itu akan ada kejutan yang lain.
^^^
Bu Dina sudah berada di butiknya. Setiap hari minggu memang karyawan Bu Dina full, karena peraturan di Butik Bu Dina libur giliran, dan hari minggu tidak boleh ada yang libur karyawannya, karena Butik pasti sangat ramai kalau hari minggu. Namun, hari minggu ini berbeda, Bu Dina sengaja mengumpulkan karyawannya sepagi mungkin sebelum butik di buka.
Bu Dina ingin melanjutkan pembahasan kemarin, tiga hari yang lalu. Ya, membahas soal kandidat calon istri Rendra. Bu Dina mengelurakan seyembara pada semua karyawan di butiknya, untuk mencari calon istri ke dua untuk Rendra dengan syarat dan ketentuan sesuai dengan yang ada di dalam surat perjanjian. Tiga hari yang lalu semua karyawan yang masih single di beri copian surat perjanjian untuk dibaca dan dipelajari, siapa tahu ada yang berminat menjadi calon kandidat istri kedua untuk Rendra.
Mungkin cara ini terbilang cukup ekstrim dan konyol. Seorang ibu mencarikan calon istri ke dua untuk putranya lantara istri pertama tidak bisa memiliki keturunan. Lebih tepatnya belum bisa memiliki keturunan.
“Kalian sudah membaca surat itu? Adakah di antara kalian yang sudi dan berbesar hati untuk menjadi kandidat istri ke dua anak saya?” tanya Bu Dina.
“Bu, apa nanti akan tinggal dengan istri pertama anaknya ibu?” tanya salah satu karyawan.
“Apa hanya dijadikan rahim pengganti saja, Bu? Menitipkan benih di rahim saya, misalnya?” tanya karyawan yang lain.
“Apa benar yang ada di dalam surat perjanjian ini, kalau melanggar dan mencintai putra ibu akan segera diceraikan?” Beberapa pertanyaan terlontar dari mulut karyawan Bu Dina.
“Ada yang ingin bertanya lagi?” tanya Bu Dina.
“Bu, saya ....” salah seorang karyawan yang masih sangat muda sekali mengangkat tangannya untuk bertanya.
“Ada apa Ria? Kamu mau tanya?” tanya Bu Dina.
“Saya Cuma mau tanya, kenapa ibu terlalu ambisi mencarikan anak ibu istri lagi? Kan program bayi tabung bisa, atau mengadopsi anak misalnya untuk pancingan, apa ibu tidak kasihan sama menantu ibu?” tanya Ria.
Ya, Ria murid dari Elin, dia bekerja di butik ibu mertua Elin. Ria di sana menjadi anak kesayangan Bu Dina, karena dia sangat cekatan dan rajin. Namun, Bu Dina tidak mengizinkan Ria untuk ikut, karena dia masih terlalu muda, dan Bu Dina tahu masa depan Ria masih panjang, karena dia baru saja mengikuti ujian nasional dan belum lulus SMA. Lagi pula Ria juga bilang kalau dirinya akan kuliah, karena sudah di terima di Universitas impiannya melalui jalur prestasi akademik.
“Kamu masih terlalu dini, Nak. Kamu tidak ikut sayembara ini, kan?” ujar Bu Dina.
“Iya sih Ria tidak ikut,” jawab Ria dengan ragu.
“Istri anakku juga yang meminta ini, dan saya yang disuruh menantu saya untuk mencarikan kandidat istri kedua putra saya,” ucap Bu Dina.
“Kalau kalian sudah memikirkannya, siapa yang ingin mencalonkan diri, nanti biar Ria yang mengurusnya. Ria bantu ibu mencatat nama siapa yang akan menjadi kandidat calon istri kedua anak ibu,” ucap Bu Dina.
“Baik, Bu,” jawab Ria.
“Oh iya, pertanyaan kalian sudah terjawab semua di dalam surat perjanjian, siapa yang nantinya akan di pilih sebagai istri ke dua, akan tinggal di rumah baru khusus untuknya. Jika memang tidak melanggar apa yang ada di surat perjanjian, menantu saya akan menjadikan kalian benar-benar istri kedua, bukan hanya sebatas rahim sewaan atau rahim pengganti saja, setelah anak lahir nanti di cerai, jadi pahami lagi copian surat perjanjian itu,” jelas Bu Dina.
Ria sempat berpikir ingin ikut sayembara tersebut. Ini adalah kesempatan Ria agar dia bisa cepat melunasi utang orang tuanya. Dengan imbalan dari Bu Dina saat jadi istri ke dua, mungkin dalam waktu tiga bulan akan bisa melunasi semua utang orang tuanya. Namun, Bu Dina seperti tidak mengizinkan dirinya untuk ikut, karena umurnya masih sangat muda.
“Tapi, semua itu kan yang memilih istri pertama, bukan Bu Dina. Bu Dina hanya memberikan daftar nama dan daftar riwayat hidup calon kandidat istri kedua. Apa aku harus ikut, apa aku harus menuliskan namaku juga? Tak peduli Bu Dina memarahiku atau bagaimana nantinya. Ya, aku akan menuliskan namaku di sini, setelah semua kandidat menuliskan namanya di kertas ini,” gumam Ria dengan menatap kertas kosong yang ada di tangannya, karena dia yang di suruh Bu Dina menuliskan nama kandidat calon istri kedua anaknya.
“Yang ingin ikut sayembara ini, silakan kalian bilang pada Ria, biar Ria yang menuliskan nama kalian, saya tunggu sebelum butik di buka,” ucap Bu Dina.
Bu Dina sebenarnya tega gak tega melakukan ini. Semua karena Bu Dina ingin sekali memiliki penerus keluarganya. Beliau tidak tahu harus dengan cara apalahi agar Rendra memiliki anak darah dagingnya sendiri.
“Maafkan bunda, Lin. Bukan bunda mau menyakitimu, maafkan bunda. Semoga ini yang terbaik untuk kalian, dan Bunda yang akan menanggung semua jika dikemudian hari ada apa-apa di antara kamu dan Rendra,” gumam Bu Dina sambil melihat Ria menuliskan nama kandidat calon istri kedua untuk Rendra.
“Ria cantik sekali, dia masih muda sekali. Coba kalau umurnya sudah dua puluh tahun, aku akan meminta langsung dia menjadi istri kedua Rendra, aku yakin Elin juga pasti akan setuju,” gumam Bu Dina dengan menatap Ria yang sedang sibuk dengan tugas yang beliau berikan.
Ria sudah selesai mencatat nama dan mengumpulkan daftar riwayat hidup kandidat calon istri kedua anak Bu Dina. Ria melihat ke arah Bu Dina yang sedang sibuk dengan ponselnya.
“Ini kesempatanku, semoga aku yang dipilih istri pertama anaknya Bu Dina. Ini semua demi bapak, bapak sudah tua, beliau harus menanggung utang yang banyak, aku rela menjadi rahim pengganti saja, demi bapak,” gumam Ria.
Ria akhirnya menuliskan namanya di nomor paling akhir dan diam=diam menyelipkan daftar riwayat hidupnya di antara tumpukan datar riwayat hidup milik kandidat yang lain.
“Bismillah, semoga ini jalan yang terbaik, untuk membantu bapak melunasi utang yang semakin hari semakin menumpuk,” gumam Ria.
Ria bergegas memberikan kertas yang berisi nama kandidat calon istri Rendra. Dia juga menyerahkan daftar riwayat hidup kandidat calon istri Rendra pada Bu Dina.
“Sudah, Ria?” tanya Bu Dina.
“Sudah, Bu. Ini saya taruh di sini, ya?” jawab Ria.
“Oke, terima kasih, silakan kalian buka butik ini. Saya akan ada urusan dengan suplier baju muslim, nanti semua ini akan saya bahas langsung dengan menantu saya. Tiga hari lagi pengumuman siapa yang akan di pilih menantu saya sebagai madunya,” ucap Bu Dina pada semua karyawannya.
Bu Dina langsung meninggalkan butik. Semua karyawannya langsung sibuk bekerja, dan membahas soal sayembara tadi. Banyak sekali yang berharap akan jadi menantu Bu Dina meski menantu selir. Mereka terus membicarakan soal itu, soal persiapannya saat nanti bertemu istri pertama. Ria hanya diam saja, karena dia pun sebenarnya sangat menginginkan itu.