Bab 45

1080 Kata
“Kak Chandra ...” Aira berseru senang. Seseorang yang baru saja masuk ke ruangannya dengan jaket denim itu langsung melangkah lebar ke arahnya. Aira yang sedang duduk di sofa sembari menikmati makan siangnya. Ada Alpha di sana. Begitu sosok tinggi tegap Chandra sampai di hadapannya, Aira langsung menghambur ke pelukkan lelaki itu. Dia rindu. “Kak Chandra kenapa tidak pernah ke sini lagi sih? Sudah lama sekali rasanya.” Aira sampaikan keluhannya. Ia sedang mengadu. Posisi Chandra yang berlutut agar menyamakan tingginya dengan Aira pun mengusak surai panjang itu dengan sayang. Tubuh kecil Aira masih menempel padanya, dan ia usap pula punggung ringkih berbalut seragam rumah sakit tersebut. “Maaf ya, Princess. Kakak sedang sibuk sekali beberapa minggu terakhir ini.” Dalam pelukkan Kak Chan, Aira menggumam tidak jelas. Alpha dan Bintang yang meyaksikan adegan Teletubis keduanya pun terkekeh di tempat. “Uluh ... gemas sekali sih. Adik siapa ini hmm?” “Adiknya Kak Alpha Riandra,” jawab Aira cepat. Chandra sungguhan gemas sekali dengannya, dan ia kecup lama puncak kepala Aira. Baginya, Aira bukan lagi sekedar adik sahabatnya. Gadis ini sudah menjadi adiknya juga, terserah Alpha menyetujuinya atau tidak. Intinya, Chandra benar-benar sangat menyayangi gadis kecil ini. Banyak sedikitnya ia mengetahui bagaimana riwayat kecil Aira sampai sekarang. Termasuk kesalahan yang pernah Alpha perbuat pada Aira dulu, lagi, gadis kecil ini tidaklah sesehat gadis remaja lainnya. Aira istimewa. Dan hal tersebut membuat rasa sayang itu tumbuh semakin besar. Sama seperti Alpha, Chan selalu ingin menjaga, melindungi, dan memperlakukan Aira sebaik mungkin. Gadis ini terlalu naif dan lembut untuk disakiti. Aira terlalu rapuh, Aira yang selalu mementingkan orang lain dari pada dirinya sediri, Aira yang tertutup dan masih banyak lagi skap Aira yang kadang membuat Chandra tidak bisa untuk tidak menggelengkan kepalanya. Aira ... sekali lagi dan tidak pernah bosan Chandra mengatakannya, kalau Aira adalah anak yang luar biasa Tuhan titipkan pada Alpha dan keluarga kecil itu. Chandra merasa beruntung bisa mengenal sosoknya. “Iya, tentu saja adik Kakak yang paling cantik. Aira Sabila.” Suara Alpha terdengar. Lelaki itu berdiri menghadap kedua pasang manusia yang sudah memberi jarak di depannya sembari bersedekap. Seulas senyum tampan tertanam di pinggiran bibirnya. “Mau juga dong dipeluk,” sambar Bintang ikut-ikutan. “Sama Dokter Lia saja sana Kak Bintang.” Jawaban Aira membuat Alpha seketika tertawa. Sementara Chandra hanya terkekeh. Ya, kabar mengenai hubungan Bintang dan Lia dengan cepat menyebar. Kalau sesama dokter bedah itu sedang menjalin hubungan asmara. Ntah siapa yang memulai rumor tersebut. Bahkan keduanya sering kali menjadi perhatian beberapa suster ketika keduanya lewat. Berhubung pada beberapa kasus operasi lainnya mereka sering menjadi satu tim, sehingga banyak waktu keduanya berduaan. Meskipun itu hanya jalan bersama menuju ruang operasi. Namanya juga netizen ya, kalau tidak kepo dan menyinyiri orang lain hidupnya tidak akan tenang. Meski demikian, baik Bintang maupun Lia tak mau ambil pusing. Terserah orang-orang saja hendak beranggapan seperti apa. Walau salah satunya memang sungguhan ada yang memiliki rasa. “Kok jadi Dokter Lia sih, Princess. Kakak kan maunya kamu.” Lelaki bertubuh agak kecil dari yang lainnya itu cemberut. Aira segera menghampiri Kak Bintang yang berdiri di sebelah kakaknya. Namun, secepat kilat. “Sudah, jangan main peluk-pelukkan terus. This is Aira’s time to sleep Dokter Bintang.” Itu Alpha, kalimat terakhirnya ia ucakan meniru nada adiknya yang selalu terdengar lemah lembut. Gadis berparas ayu itu tidak masuk ke dalam dekapan Kak Bintang tapi, Kak Alpha. Lelaki itu segera menarik tangannya begitu saja saat Aira mendekat. Sehingga yang Bintang dapati hanya memeluk udara. “Ck, masa denganku juga posesif sih, Al. Airanya tidak akan kuambil kok,” gerutu Bintang. Chandra tertawa keras. Ini, saat-saat yang sangat ia rindukan dari sahabat-sahabatnnya . Alpha, Bintang, dan adiknya yaitu Aira. “Sini jeruknya Kakak saja yang kupas, Kakak suapi juga ya. Kakak masih kangen nih sama kamu.” Chandra berujar dengan pandangan ke arah satu-satunya perempuan di sana. Jeruk dalam genggaman Alpha bahkan ia rebut begitu saja. Aira menganggukkan kepalanya semangat, “Iya, mau!” serunya riang. Keempatnya tersenyum bahagia. Terutama Aira, rasa rindu gadis itu pada sosok Chandra terpuaskan hari ini juga. Sepanjang siang itu, ia minta makan disuapin Kak Chan, duduk pun tidak mau jauh-jauh dari Kak Chan. Melupakan sejenak pembahasan di cafe tadi bersama Bintang dan Kaindra. Bersama ketiga orang tersayangnya ini memang ampuh sekali memperbaiki mood-nya yang sedang down. Chandra merasa sedang pulang. Ya, di tengah-tengah tiga orang ini mebuatnya tenang dan nyaman. Ia juga merasakan kehangatan yang utuh, sesuatu yang terasa tulus. Pilihan yang tepat, yang diambil oleh Chan untuk menunda jadwal rekaman bersama artisnya karena hendak menjenguk kesayangannya terlebih dahulu. Kebahagiaan itu benar-benar nyata, walaupun tidak keseluruhan. Bahkan tak jarang pula Chandra melamun sembari mengupas kulit jeruk. Pikirannya masih melayang pada pembahasan mereka bersama Kai beberapa saat lalu. “Astaga, kenapa hanya aku orang yang baru mengetahui ini. Apa Alpha sudah tahu tentang ini?” Kai dan Chan pun mengangguk. Ya, Chan menjelaskan semuanya pada Bintang. Mengenai kekasihnya, Winny yang sedang sakit sama seperti Aira. Hanya saja kanker yang diderita Winny lebih berbahaya bahkan sudah memasuki stadium akhir. Dan maksud Chan mengumpulkan para sahabatnya yang berprofesi sebagai dokter itu untuk membantunya menangani kasus Winny. “Untuk pasien kanker yang sudah berada dalam stadium itu mungkin akan sedikit sulit, Chan. Tapi, aku akan tetap mencoba operasi itu.” “Apalagi diagnosa perkiraan umur telah Winny terima dari seorang Profesor.” Bintang menambahi. Ya, mereka bisa apa dibandingkan profesor yang jelas-jelas sudah lebih ahli dari mereka. “Winny sudah menyetujui operasinya. Aku hanya ingin melakukan yang terbaik dan sebaik-baiknya cara.” Kaindra mengangguk, ia paham betul itu. Mengeluarkan selembar kertas yang merupakan rekam medis kesehatan Winny ke atas meja. Yang langsung Bintang ambil detik berikutnya. “Kurang dari dua bulan?” ucapnya terperangah. Perkiraan yang tertulis di sana. Dan diberi garis bawah merah pada tulisannya. “Winny sudah sangat pasrah dan membuat garis itu. Oleh sebab itulah, dia tidak mau setiap kali kuajak berobat atau sekedar memeriksakan keadaannya.” Suara parau Chan mengalun. “Aku mohon pada kalian, lakukan yang terbaik untuknya.” Kaindra segera berucap, “Dokter bukan Tuhan, apa yang kami ucapkan dan kami prediksikan tidak selamanya selalu benar. Terlebih ini menyangkut umur dan nyawa seseorang. Kami hanya bisa berusaha sebaik mungkin dan berdoa demi keberhasilan setiap pasien yang kami tangani. Operasi itu ...” Pada saat Kai melirik Bintang, ternyata lelaki itu juga sedang menatapnya sama lekat. Anggukan keduanya pun terlihat seirama, bersamaan. “Akan dilaksanakan secepatnya,” sambung Kai dengan tekad penuh.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN