Bab 51

1086 Kata
“Spinal Cord Injury?” “Iya, cedera sumsum tulang belakang. Hal ini dikarenakan penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu yang panjang sehingga membuat ligamen keram.” “Sudah sejauh mana? Apakah semakin memburuk?” “Tidak semengkhawatirkan itu, Al. Hanya saja pada bagian tertentu jika terlambat ditangai bisa menyentuh organ vital.” “Lalu, perkembangan sel kankernya secara keseluruhan?” “Pencegahan untuk memperlambat penyebarannya sudah teratasi, ramuan herbal yang Dokter Tae Young rekomendasikan sangat membantu. Hasil pemeriksaan sel kanker Aira terakhir kali mulai menunjukkan perubahan yang signifikan,” jelas Kaindra. Sebersit sinar kehidupan tampak memenuhi wajah Alpha. Rona kemerahan yang terlihat sedikit muncul, setidaknya tidak sepucat yang tadi. Lelaki bersnelli dengan model rambut hair-up yang menampilkan dahi kerennya itu pun menghela napas lega. Tentu saja, Alpha bisa bernapas sesaat. “Lusa, jika persentase sel inang kankernya berada di titik yang sama, hari itu juga terapi radionuklirnya akan kita laksanakan.” Alpha mengangguk setuju. “Prof. Fany juga berkata demikian. Kerja jantung Aira pun tidak seekstrem saat terakhir kali kita melakukan opeprasi mata waktu itu atau kejadian tempo lalu di kamarnya. Setidaknya kali ini aman kan?” “Aman,” jawab Kai cepat. Tak terdengar keraguan sedikit pun dari suaranya baritonnya. Puk! “Tenang, Al. Kita akan berusaha bersama-sama. Kau juga harus pandai mengolah emosimu, jangan sampai kau ikut sakit.” Tepukkan penyemangat Kaindra layangkan di bahu Alpha. “Keadaan Aira memang tidak cukup baik tapi, dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya, ini adalah puncak titik terang kita. Jadi, kau jangan berkecil hati.” Sebab tak ada hasil yang mengkhianati usaha. Kepercayaan pada Yang Maha Kuasa dan segala bentuk permohonan demi kebaikkan yang kita panjatkan. Jika memang terbaik dan bukan mengandung kejelekkan, Yang Kuasa kan mengabulkan. Di dunia ini, tidak ada yang pasti kecuali, Dia. Begitupun keyakinan, usaha, doa, kerja keras akan terbayar seketika. “Ngomong-ngomong, hari ini kekasihnya temanmu itu akan mulai menjalani pemeriksaan dan sesi terapi aktif dari hari ini.” Setelah keheningan beberapa saat, Kaindra kembali membuka suara. “Winny?” “Uhum, sempat terjadi kegaduhan tapi sepertinya sudah Bintang atasi.” Ya, Alpha sudah mengetahuinnya. Hari itu, sepulangnya Bintang dan Kaindra dari pertemuan di cafe depan rumah sakit dengan Chandra, sorenya Bintang langsung mengatakan hal tersebut kepadanya. Alpha juga tidak terlalu terkejut, sebelum Bintang, banyak sedikitnya ia sudah mengetahui bagaimana kondisi Winny yakni kekasih Chandra yang sebentar lagi akan melangsungkan acara pertunangan mereka. Tapi, sudah pasti acara tersebut gagal. “Setelah seribu purnama akhirnya gadis itu luluh juga,” ucap Alpha pada akhirnya. Kaindra mengangguk sekenanya. Kekeraskepalaan seseorang, sebatu apapun jika ditangani dengan kelembutan apalagi pada orang tersayang akan lunak pada akhirnya. Huh ... Alpha jadi merasa deja vu. Seperti kisahnya masa dulu, hanya Aira yang bisa menjinakkannya. Meskipun sampai sekarang juga masih sama. “Oh ya? Wow! Kedengarannya seru sekali.” Juno, bocah laki-laki yang seharian ini menempeli Aira terus. Pagi-pagi buta dengan kupluk karakter dan piama rumah sakitnya yang sama dengan dirinya, bocah itu menghampiri Aira sembari memasang senyum lebar. Dan dari pagi tersebut, anak itu begitu semangat bercerita segala macam pada Aira yang masih menikmati sarapan paginya di atas brankar. “Huum, Mama yang naik dengan Juno. Papa cuma melihat kami dari bawah saja.” “Komedi putarnya besar sekali, Kak. Tapi sayang waktu itu kita belum bertemu.” Diakhiri dengan wajah cemberutnya Juno mengerucutkan bibir mungilnya. “Hehe ... mungkin belum saatnya Juno. Sekarang kan kita sudah bertemu.” “Iya! Dan Juno senang sekali bisa bertemu dengan Kakak cantik.” Aira tersenyum gemas, sebelah tangannya yang menganggur ia bawa mengusap pipi kecil Juno. “Iya, Kakak juga senang.” Bocah itu pun tertawa. “Kakak cantik, makannya pelan-pelan ya nanti tersedak. Maaf Juno terlalu banyak bicara padahalkan Kakak cantik sedang makan.” Yang gadis itu balas dengan anggukkan ramahnya. Krek ... “Selamat pagi jagoan dan Tuan Putri cantik ...” Bintang hadir bersama Kaindra di sebelahnya. Suara cempreng pria mungil itu pun mengalun merdu. “Halo Dokter,” balas Juno tak kalah merdu. Lantas, bocah laki-laki itu segera turun dari kursinnya dengan cara melorot. Dan berlari ke arah datangnya Kaindra dengan Bintang. Ia langsung berdiri di depan salah satu dari mereka dan mengulurkan tangannya seolah minta digendong. “Dokter-dokter ...” Kaindra yang melihat hal tersebut pun terkekeh ringan, begitu juga dengan Bintang. Lantas, Kai angkat tubuh kecil seringan bulu itu ke dalam gendonganya. “Kelihatannya seru sekali. Apa yang Juno dan Kak Aira bicarakan di sini?” Kai bertanya. “Banyak, Dokter. Juno bercerita tentang semua hari-hari Juno yang menyenangkan,” jawab si kecil bersemangat. “Oh ya? Dalam rangka apa? Tiba-tiba sekali, padahal Juno yang Dokter kenal tidak mau banyak bicara, katanya biar keren.” Terselip nada jahil di dalamnya. Kai pun tersenyum-senyum dengan mata memicing. “Tidak apa-apa Dokter, Juno hanya ingin meninggalkan kenangan yang manis untuk Kak Aira.” “Kenangaan manis? Memangnya Juno mau ke mana?” Aira ikut bersuara setelah makanan dalam piring di hadapannya sudah bersih. “Ada deh, rahasia!” celetuknya nakal. Kaindra tak bisa untuk tidak menjawil pipi dan dagu kecilnya sebab di matanya, bocah ini terlihat sangat menggemaskan. Begitu pula Bintang dan Aira yang seketika tertawa. Tidak pernah ada suasan hening yang melanda jika di sana ada sosok si imut kecil Juno. Anak ini menjadikan hari-hari yang menyesakkan bagi Aira selama tingga di rumah sakit menjadi indah. Ya, sesuai perkataan Juno. Bocah ini berhasil membuat kenangan yang indah padanya. “Juno, Kak Airanya akan diperiksa sebentar lagi. Juno main sama suster dulu ya?” Kai berujar pelan, masih membawa bocah laki-laki itu dalam gendongannya. “Iya! Nanti kalau sudah selesai kita bisa main lagi kan?” “Tentu saja.” “Oke deh, sampai bertemu lagi Kakak cantik. Juno selalu mendoakan Kakak.” “Terima kasih Sayang ... Kakak juga selalu mendoakan kesehatan Juno,” balas Aira lembut. Meski bibrnya tersenyum tapi, matannya berair. Tidak tahu kenapa, rasanya kali ini ia sangat sedih. Juno sesayang itu pada dirinya. Dan rasa sayang Aira pada anak lelaki itu pun tulus. Semoga Tuhan selalu memberikan kebahagiaan untuk Juno, lirih batin Aira. “Ayo, Princess. Kita bersiap-siap ya,” ujar Bintang. Membantu membereskan meja kecil dan peralatan bekasa makan Aira. Sementara Juno, Kaindra hantarkan kembali ke ruangannya yang tidak terlalu jauh dari ruangan Aira. “Kak Bintang.” “Hum ...” “Kak Alpha mana?” “Ohh, masih di ruangan Dokter Tae Young bersama Dokter Julio tadi. Sebentar lagi pasti kembali,” jawab Bintang cepat. Karena bisa ia lihat, ada raut sendu di sana. Aira merindukan Alpha.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN