Hari kemarin, adalah saat-saat bahagia Aira bersama Ayah. Satu harian yang begitu membuat hatinya senang bukan main. Iya, Aira si tokoh utama wanita yang ada dalam cerita.
Sosok ramping itu kini terlihat tengah menikmati buku bacaannya yang Julio beri beberapa waktu lalu. Mengenai buku n****+ tersebut, ada sedikit drama ketika Alpha mengetahui kalau pemberinya adalah si dokter bedah spesialis mata.
Selama satu jam lelaki yang sering dibilang orang-orang mirip aktor Korea itu memasang mode merajuk. Tentu saja merajuk dengan Aira. Katanya sih merajuk tapi, saat si bungsu hendak mengupas apel, pisau dan buahnya langsung direbut oleh gerangan.
Katanya, “Nanti kamu kena pisau.”
Padahal mah cuma mengupas saja. Sewaktu masih tinggal di rumah, Aira bahkan sering diam-diam masak di dapur tanpa sepengetahuan Ayah dan Alpha pastinya, buktinya dia tidak apa-apa kan.
Dasar Kak Alpha saja yang kelewat parnoan.
Sekarang, ia sendiri di dalam kamar rawatnya. Kak Alpha ada operasi dadakan, sepertinya kalau Aira tidak salah dengar tadi seorang suster datang dengan tergopoh sebab ada korban kecelakaan di UGD.
Dokter Julio dan Kak Bintang juga sempat menemaninya sesaat sebelum panggilan pekerjaan juga memanggil mereka.
Maka, berakhirlah dirinya menikmati kesendirian dengan n****+ kerajaan yang dokter Julio beri tadi. Oh iya, Ayah sudah kembali ke rumah sejak dua jam lalu.
Krek ...
Daun pintu terbuka, Aira menoleh saat mendengar derit tersebut.
“Hai Aira ...”
Wah, satu kata yang sangat mewakilkan terucap dari bibir gadis tersebut. Siapakah yang datang?
“Dokter Tae Young, tumben kemari tiba-tiba. Mencari Kak Alpha ya?”
Ya, ini orangnya. Yang menyebabkan kata wah itu terucap dari lisan Aira.
Dokter bedah terkenal kelas dunia yang memiliki paras seperti tokoh kartun. Benar menurut rumor yang beredar, sangat tidak nyata.
Tampan maksimal tanpa cela.
Ya ampun, baru kali ini Aira melihat makhluk adam setampan ini. Walau baginya, tetap lebih tampan Kak Alpha.
“Oh bukan, saya cari kamu.” Begitu kalimatnya.
Mencarinya? Ada apa?
“Operasi Alpha masih berlangsung lima belas menit sebelumnya, dan saya rasa akan cukup lama untuk dia kembali.”
Aira mendengarkan dengan seksama. Atensinya tak lagi fokus pada n****+ di tangannya tapi, pada siluet badas sekelas dokter Tae Young yang memang mudah menarik perhatian siapa pun.
Dengan wajah seperti ini? Tentu saja kan.
“Jadi, saya bermaksud menemani kamu. Kamu tidak keberatan kan?”
“Eh, nggak kok, Dok. Justru saya merasa tidak enak kalau Dokter di sini. Dokter pasti sangat sibuk juga,” jawab Aira cepat.
Ngomong-ngomong pelafalan yang dokter Tae Young ucapkan agak meleyot alias tidak sepenuhnya benar. Logat dan nada caranya bicaranya pun lucu, kentara sekali seperti bukan orang Indonesia.
Ahh iya, Kak Alpha kan pernah bilang kalau dokter Tae Young datang dari Korea Selatan.
Pantas saja vibes-nya seperti oppa-oppa.
Aira bukan penggemar Kpop ataupun Kpopers tapi, ia menyukai beberapa lagu Korea dan suka pada kegigihan para idol negeri gingseng tersebut dalam mencapai tujuan mereka menjadi seorang penyanyi dan penari.
Hal tersebut Aira rasa dapat menjadi contoh yang baik bagi masyarakat awam. Apalagi pada remaja-remaja seusianya.
Semangat pantang menyerah, selalu berusaha, dan berlatih maksimal, Aira sangat bersimpati dengan hal tersebut.
“Ya, lumayan sibuk tapi, kamu juga salah satu pasien saya. Jadi, seharusnnya tidak masalah kan kalau saya di sini sekarang?” Dengan tatapan intens tapi lembut dan senyum tipis yang manis like sugar dokter Tae Young bertanya.
Sesuatu dalam diri Aira merasa cair.
Duh ... segar sekali. Pemandangan yang indah. Begitu kira-kira batinnya bersuara.
“Hehe ... iya. Tidak masalah kok, Dokter.”
Keduanya sama-sama tertawa.
Namun suasana tersebut tak terjadi lama, karena Aira kembali melanjutkan kegiatan membacanya. Tanggung, sedang dalam tahap yang mendebarkan jadi gadis berperawakkan langsing tanpa tumpukkan lemak berlebih itu pun hening.
Dokter Tae Young juga sudah kembali sibuk dengan notifikasi di ponselnya yang berbunyi terus-terusan. Oh ya, jangan lupakan beberapa lembar kertas ukuran A4 yang ia bawa di dalam map birunya.
Tentu saja, dokter seperti dokter Tae Young amat sangat mustahil kalau tidak sibuk.
“Aira?”
Lima puluh menit berlalu, buku di atas pangkuan Aira masih di sana, kegiatan membacanya pun belum usai juga. Begitu pun dengan dokter Tae Young yang mendapat e-mail masuk semakin banyak.
Tapi, pria berwajah baby face itu sempatkan untuk memanggil sosok di hadapannya.
“Belum selesai membacanya?” Begitu pertanyaan yang Aira dengar.
“Eh, belum, Dok.” Agaknya ia terkejut.
Ya ampun sedang seru sekali.
“Sudah dulu ya membacanya, lanjutkan besok saja. Sudah satu jam lebih kamu membaca, sekarang istirahat dulu,” perintah dokter Tae Young.
“Hmm, iya baiklah, Dokter.”
Meski jawabannya demikian tapi, dokter Tae Young masih bisa menangkap raut tidak rela di paras pucat Aira.
Oleh sebab itu, ia pun beranjak dari posisinya. Mengeluarkan stetoskop dan beberapa keperluan lainnya untuk mengecek keadaan pasien.
“Sampai di sini dulu,” ujarnya lembut. Sebelah tangannya menutup buku terbuka di genggaman Aira yang sudah gadis itu beri tanda.
Dokter Tae Young juga membantu Aira kembali berbaring di ranjang. Mengatur posisi tempat tidur agar tidak terlalu tinggi agar Aira merasa nyaman.
Kemudian, meraih stetoskopnya.
“Saya periksa sebentar ya, Ra.”
“Uhum.”
Selesai, pemeriksaan tersebut cukup cepat namun tidak bisa dikatakan terlalu cepat juga. Kondisi yang dokter Tae Young dapat akan segera ia bicarakan kepada wali pasien, Alpha.
Alih-alih memberikan beberapa butir obat yang tergeletak rapi di nakas, dokter Tae Young malah mengeluarka segelas cairan berwarna hijau tua yang sangat pekat dari dalam tote bagnya yang tadi ia bawa. Lantas, membuka tutup sterilnya untuk ia angsurkan pada Aira.
Tak lupa menyediakan segelas air putih hangat kukuh untuk diminum setelah meminum cairan berwarna hijau tua.
“Hari ini sampai besok tidak minum tablet atau kapsul obat dulu ya, Ra.”
“Kenapa, Dok?”
“Sebagai gantinya minum ini. Untuk menetralisir cairan tubuh kamu dari obat-obatan, dan membersihkan sirkulasi darah. Punggung kamu selalu sakit setiap kali habis minum obat kan?”
Aira mengangguk cepat.
Tidak salah lagi, itulah alasn utama kenapa gadis ini sering kali membuang obat-obatnya. Namun, mengaku sudah meminumnya jika suster ataupun rekan-rekannya yang lain bertanya.
Ya, dokter Tae Young mengetahui berita ini dari Kaindra tentu saja.
“Ini tidak sepahit yang kamu kira. Warnanya memang tidak meyakinkan tapi khasiatnya sangat baik.”
“Rasanya tidak seburuk pil-pil itu kan, Dok?” Dengan tampang sepolos kertas putih dan nada sendunya Aira bertanya.
Yang demi dewa, dokter Tae Young sendiri tidak sampai hati mendengar dan melihat kelirihan itu.
Cepat-cepat pria berambut hitam itu mengangguk, “Cukup baik,” sambarnya dengan senyum menenangkan.
“Apa jadwal terapi radionuklirnya diundur lagi, Dok?”
“Hum, sampai lusa. Itu pun kalau kondisimu memungkinkan.”
Ngomong-ngomong, mengenai terapi itu memang sempat diundur beberapa kali. Alasannya tidak jauh dari keadaan fisik pasien. Namun alasan rincinya tidak bisa mereka jelaskan pada sosoknya langsung.
Alpha yang berhak tahu semuanya. Dan sampai hari ini masih lelaki itu sembunyikan faktanya baik-baik.
“Oke Dokter akan Aira habiskan.”
Dokter Tae Young tersenyum lembut, mengusap surai legamnya yang jatuh menjuntai dengan indah.
Betapa sayangnya sosok seperti Aira harus mengalami ini semua. Namun, kembali lagi pada takdir Sang Pencipta. Tidak ada yang bisa menolak kehendak-Nya.
Dan baru Tae Young sadari mengapa banyak yang menyayangi gadis kecil ini. Itu karena, kepribadiannya yang semenyejukkan ini.
Aura yang terpancarkan seolah memberi kehangatan, kelembutan, kebaikkan yang tidak akan mendatangkan suatu bahaya. Inilah daya tarik sesungguhnya seorang Aira.