Elena dan Zack mengatur nafas mereka yang terengah-engah usai melakukan pergumulan panas mereka malam ini. Seperti biasa, Zack akan menarik Elena untuk tidur beralaskan lengan kekarnya kemudian lengan kirinya akan dia lingkarkan di perut Elena.
“Terima kasih sayang, kamu liar sekali malam ini. Aku suka.” Bisik Zack lembut di dekat telinga Elena, membuatnya merinding. Sesekali Zack ciumi leher belakang Elena, membuat Elena juga menggelinjang kegelian.
Ya, Elena memang liar malam ini. Beda dari malam-malam panas mereka sebelumnya, biasanya dia pasif, tapi sekarang tidak. Emosi yang menggunung, sudah sampai di bibir kawah dan siap dimuntahkan. Gejolak emosi itu membuatnya menggila hingga tanpa sadar dia yang menjadi sangat binal dan nakal malam ini. Kali ini gantian Zack yang pasrah pada permainannya.
Elena berikan senyum kecil tapi tentu tidak dapat dilihat Zack karena lelaki itu berada di belakang Elena. Bukan senyum gembira tapi senyum miris karena Zack masih saja memujinya setelah pengkhianatan yang dia lakukan.
Lebih liar mana aku atau Tatyana? Kamu lebih suka goyangan siapa, aku atau Tatyana? Dasar pembohong! Baiklah Zack, kita akan mulai interogasi ini. Aku ingin tahu apakah kamu masih bisa berbohong lagi padaku setelah ini.
“Zack, aku ingin beri tahu sesuatu padamu. Ini hal yang penting dan mungkin akan mengejutkanmu.” Elena merubah posisinya, menjadi miring ke kiri agar bisa melihat langsung ke wajah Zack. Menatap langsung ke manik mata tajam Zack dan untuk tahu apa reaksi suaminya itu.
“Apa tuh? Waah aku berdebar menunggu kejutan itu. Kamu tahu aku sangat suka kejutan kan?” Senyum lebar tercetak di bibir Zack, menanti kabar mengejutkan dari Elena. Andai saja Zack tahu kabar apa yang akan disampaikan Elena, dia pasti akan sangat menyesal sudah menantikan kabar itu.
“Aku rasa, amnesiaku sudah hilang. Aku sudah sembuh Zack, alhamdulilah.” Siku Elena membentuk segitiga agar dia bisa bertumpu di tangan kirinya. Senyum kecil terbit di bibir seksinya usai memberi tahu informasi kesembuhannya.
Bukannya ucapan syukur yang didapat dari Zack, tapi wajah Zack yang mendadak menjadi pucat pasi bagai tiada darah mengalir. Tapi temaram lampu kamar bisa menyamarkan reaksi Zack hingga dia mampu mengatasi keterkejutannya ini dengan piawai.
“Kok kamu gak ucap syukur alhamdulilah sih Zack?” Tanya Elena, pura-pura heran. Padahal dia sudah menduga reaksi Zack seperti itu karena terlalu kaget mendengar kabar sembuhnya amnesianya.
“Eeh iyaa sayang, maaf, karena terlalu kaget aku sampai lupa ucap syukur. Alhamdulilah akhirnya kamu sudah sembuh. Apakah dokter sudah memastikan itu?” Tanya Zack dengan d**a berdebar.
Jika dinyatakan sembuh, itu artinya Elena sudah bisa mengingat semua kejadian? Kehilangan kehamilannya juga apa yang terjadi di kamar presidential suite itu, melihat saat aku dan Tatyana sedang… aargh! Siaaal! Demi apa ini semua? Aku tahu saat ini akan datang, tapi tidak menyangka secepat ini! Elena masih belum juga sungguh hamil!
"Sudah. Tim dokter spesialis dan psikiater sudah lakukan pemeriksaan secara lengkap dan detail.”
Elena bangkit dengan tubuh polos, kemudian memakai piyama kimono, dia menarik laci nakas dan mengambil sebuah map berlogo sebuah rumah sakit swasta kelas premium di Jakarta. Diberikannya map itu ke Zack dengan dilempar di atas kasur.
“Kamu bisa baca laporan itu.” Suara Elena mendadak terdengar dingin, sedingin tatapan matanya kepada Zack.
Zack mengubah posisinya menjadi duduk bersandar pada head board tapi hanya mampu mencerna sedikit saja dari laporan itu. Laporan itu butuh konsultasi dengan dokter untuk bisa tahu apa maksudnya. Dia hanya tahu arti kata normal.
“Artinya Zack, aku sudah tidak amnesia lagi. Aku sudah bisa mengingat dengan pasti kejadian-kejadian sebelum aku kecelakaan. Termasuk bahwa aku keguguran karena kecelakaan itu.” Suara Elena terdengar sangat dingin menusuk di telinga Zack. Sampai detik ini Zack masih bisa bernafas sedikit lega karena Elena hanya menyinggung tentang keguguran yang dia alami, tapi tidak menyinggung Tatyana. Atau… belum?
Zack melihat ke arah Elena dengan tatapan yang tidak dapat dia artikan. Dia sendiri tidak tahu harus berkata apa. Apakah sekarang saat yang tepat untuk berkata yang sejujurnya?
“Elen sayang, aku…”
“Kenapa kamu bohong padaku Zack?” Elena melempar satu buah test pack yang tadi dia raih, tepat ke muka Zack.
Belum juga dia mengaku, Elena sudah tersulut emosi.
“Elen…, aku…”
“Aku keguguran karena kecelakaan itu. Tapi kamu berbohong padaku. Kamu sengaja membuat skenario bahwa aku tetap hamil. Awalnya aku memang tidak curiga, tapi perutku tidak pernah membuncit bahkan setelah lewat beberapa bulan. Kamu juga selalu membuat seribu satu macam alasan jika aku minta untuk dilakukan USG di rumah sakit. Ini, aku berikan foto USG rahimku yang kosong!” Kembali satu lembar kertas yang ternyata adalah kertas USG Elena mendarat di kasur. Zack mengambil kertas itu dengan perasaan campur aduk. Dihelanya nafas berkali-kali untuk meredakan ketakutan dan coba berpikir jernih harus berbuat apa untuk mengatasi hal ini.
Zack berdiri, memakai piyama kimono dan putari ranjang itu untuk mendekat ke Elena yang duduk di tepi ranjang. Zack duduk tepat di hadapan Elena. Diambilnya tangan Elena untuk dia genggam.
“Dengarkan aku Elen, tentu ada alasan kenapa aku lakukan hal ini. Kondisimu saat itu sedang tidak stabil. Kita sudah dua kali kehilangan bayi. Dengan kondisi fisikmu yang terluka cukup parah karena kecelakaan, jika kami beri info bahwa kamu keguguran untuk yang ketiga kali, aku tidak yakin kamu sanggup menerima berita itu. Psikismu akan terganggu, jadi aku putuskan untuk membuat skenario bahwa kamu tetap hamil. Maaf sayang, maafkan aku karena tidak berkata yang sejujurnya padamu. Tapi aku lakukan itu semua dengan berbagai pertimbangan.” Sebuah alasan yang cukup masuk akal bagi Elena.
Elena melihat ke arah Zack penuh kebencian, “aku tahu kamu akan pakai alasan itu, Zack. Tapi kita tidak sedang baik-baik saja! Rumah tangga kita sedang tidak baik-baik saja. Seharusnya sebagai suami, kamu memberiku dukungan bukan malah berbohong dan membuat skenario demi skenario untuk menutupi kebohonganmu. Aku tahu bahwa obat-obatan yang diresepkan dokter juga ada yang anti depresan kan? Aku tidak gila Zack! Malah kamu yang membuatku jadi gila dengan skenariomu ini! Aku benciiii kamu!” Teriak Elena dengan air mata berlinang.
Tidak ada pukulan, tidak ada tendangan, tidak ada physical abuse tapi justru hal ini yang membuat Zack semakin menderita. Dia lebih memilih dihujani pukulan, tendangan atau caci maki Elena, jika itu bisa membuat istrinya puas. Nyatanya? Air mata Elena menjadi kesakitan bagi Zack. Dia tidak pernah ingin melihat Elena menangis!
“Maaf sayang, aku sungguh minta maaf.” Hanya itu yang mampu Zack ucapkan. Dia coba rengkuh Elena tapi tangannya ditepis kasar. Zack tahu diri, dia tidak mau memaksa. Tapi sungguh, dia sangat ingin memeluk Elena.
“Kenapa kamu lakukan ini Zack? Tega kamu padaku? Mama dan papamu juga sama saja kan? Mereka juga tega lakukan ini padaku!”
“Tidak Elen, mama dan papa sama sekali tidak tahu tentang ini. Justru eyang yang tahu. Aku sudah bilang ke eyang tentang ini, minta persetujuan beliau. Mana aku berani jika eyang tidak menyetujui rencana ini, Elen.” Jawab Zack, membela papa mamanya.
“Bohong! Eyang tidak mungkin menyetujui ini!” Bentak Elena, tidak percaya dengan apa yang baru saja didengarnya.
“Aku tidak bohong Elen, kamu bisa tanya ke eyang. Kami lakukan hal ini karena melihat kondisi psikismu saat itu. Aku salah karena tidak infokan hal ini, aku minta maaf. Tapi tolong mengertilah Elen, ini semua demi dirimu.” Bujuk Zack, tak habis akal.
“Demi aku katamu Zack? Bohong! Kamu sepandai-pandai pembohong yang pernah aku kenal Zack. Kalau katamu semua demi kebaikanku, lalu apa ini hah?” Elena berikan ponsel pintarnya. Mata Zack membola, seakan hendak lepas dari rongga mata saat melihat foto yang terpampang di layar ponsel itu.
Foto dirinya dan Tatyana sedang b******u!
“Kamu gulir saja, bukan hanya satu, tapi aku punya puluhan fotomu dan Tatyana juga bersama satu perempuan murahan lain sedang b******u! Kamu pengkhianat Zack! Kamu tega mengkhianati aku? Kenapa hah? Apa salahku? Apa kurangku?” Kali ini Elena lepas kendali. Dia mengamuk, memukuli d**a Zack dengan dua tangannya, menendangi lelaki itu hingga dia puas. Tidak ada balasan sama sekali dari Zack.
Zack sengaja diam saja, menerima segala pukulan dan tendangan Elena. Dia tahu, itu tidak akan bertahan lama. Elena sedang kalut, emosinya memuncak, dia pasti akan segera kelelahan setelah puas memukuli dan menendangnya.
“Kamu jahat Zack!!” Teriak Elena, penuh kebencian.
“Iya, aku jahat. Maaf Elen, maaf.” Tidak hanya Elena yang menangis, kali ini Zack juga menangis.
“Apa kurangku Zack? Apa salahku? Kenapa kamu tega mengkhianatiku?” Pilu, tangisan Elena sangat pilu hingga membuat d**a Zack seperti terpilin.
“Kamu sempurna sayang, tidak ada kekurangan atau salah. Aku yang jahat, aku yang tega padamu. Aku khilaf Elen.” Narasi indah Zack tapi tentu saja semua percuma.
“Kamu menjadikanku layaknya orang gila Zack, semua ini hanyalah kebohongan belaka untuk menyelamatkanmu kan? Aku benci kamu! Sungguh amat benci! Pergi!” Elena menunjuk pintu kamar, mengusir Zack, suaranya penuh benci dan dendam.
“Pergi kamu Zack! Pergi dari kamar ini! Pergi dari rumah ini! Pergi kamu dari hidupku! Pergi kataku!” Teriak Elena, kembali dia memukuli d**a bidang Zack. Kembali histeris, tidak terima dengan pengkhianatan yang dilakukan oleh suami tercintanya.
Hati Zack semakin terpilin, kesakitan dan kesedihan Elena bisa dia rasakan. Sayangnya hal ini tidak dia pikirkan saat dia menikmati servis yang diberikan Tatyana. Penyesalan selalu datang terlambat kan?
“Pergi kamu Zack!” Bentak Elena.
“Aku tidak akan pergi dari sini walaupun kamu usir. Kamu sedang kebingungan sayang. Lebih baik kita istirahat dan bicara dengan hati dan kepala yang sudah tenang besok. Tidurlah, kita butuh istirahat kan?” Zack merengkuh pinggang ramping Elena, memeluknya sangat erat hingga tidak mampu lagi meronta. Perlahan namun pasti, tenaga Elena melemah dan dia diam saja di pelukan Zack.
Merasa istrinya sudah tenang, tidak lagi histeris, Zack merebahkan tubuh mereka di kasur dan meletakkan kepala Elena di atas lengan kekarnya, dijadikan sebagai bantal. Satu hal yang dia tahu sangat disukai oleh Elena. Tangan kiri Zack memeluk erat Elena yang masih terisak dengan mata terpejam.
Dikecupnya kening Elena, dalam dan lama. Kemudian pindah ke mata Elena.
“Maaf sayang, maafkan aku. Tidurlah, aku tidak akan ke mana-mana.” Bisiknya lembut, berharap kalimat ajaib itu mampu membuat Elena tertidur lelap.
“Tidurlah Elen.”
Tanpa Zack tahu, apa yang berkecamuk di hati dan pikiran Elena. Satu demi satu kebohongannya terungkap. Perempuan mana yang suka dikhianati sih? Tidak ada!
Baiklah Zack, jika kamu tidak mau pergi, itu artinya aku yang akan pergi. Kamu pengkhianat dan pembohong! Kita lihat saja nanti apakah kamu masih bisa berbohong lagi. Aku atau kamu yang pergi dari rumah ini? Aku lelah Zack!