Jihan berusaha menenangkan diri. Jantungnya berdetak dengan cepat. Bukan karena ia sedang jatuh cinta. Namun sebentar lagi ia akan masuk ke ruang meeting yang ada di lantai tujuh. Jihan tidak boleh gagal, ini adalah cara instan untuk meningkatkan karirnya di perusahaan ini. Jihan sudah mempersiapkan dengan begitu semangat. Semua bahan-bahan untuk persentase dia siapkan sendiri tanpa bantuan siapapun. Jihan harap hasilnya tidak terlalu mengecewakan. Jika pun ia tidak lolos, ia berharap tidak ada rasa kecewa yang akan membuat dirinya menjadi terpuruk.
"Silahkan masuk," ujar Pak Samsul. Jihan dan kedua karyawan langsung masuk ke dalam ruangan sesuai arahan dari Pak Samsul.
Sebelum melangkah masuk, Jihan sudah melatih bibirnya untuk tersenyum.
Baru satu langkah kakinya melewati pintu, Jihan harus dihadapkan pada kenyataan jika salah satu orang yang ada di ruang rapat adalah orang yang paling tidak ia sukai. Siapa lagi kalau bukan Lp. Dia memang penanggung jawab dari aplikasi kesehatan yang diproduksi oleh perusahaan.
Saat mata keduanya bertemu, senyum Jihan langsung Hilang. Tapi ketika mata Jihan tidak mengarah ke sosok itu lagi, senyumnya langsung terbit.
Jelas sekali, Jihan memperlakukan Lp dengan sangat berbeda. Bahkan ia menyapa orang lain selain Lp dengan sangat sopan dan ramah. Sedangkan Lp ya hanya menyapa ala kadarnya saja. Mana senyumnya terkesan sangat terpaksa sekali. Lp kesal tapi ia tidak bisa bertindak gegabah. Dia harus profesional.
Pak Samsung mengenalkan Jihan dan dua karyawan kepada orang-orang yang ada di dalam ruang rapat. Selain divisi media, ada juga divisi keuangan. Hal ini bertujuan agar tidak terjadinya tumpang tindih ketika satu proposal disetujui tetapi budget yang dikeluarkan tidak masuk akal sama sekali.
"Baiklah, langsung saja." Lp memberi instruksi karena dialah pimpinan tertinggi diruang ini sekarang. Keputusannya adalah sesuatu yang tidak bisa dibantah.
Karyawan pertama maju, kira-kira umurnya sudah tiga puluh tahunan. Dia mulai mempresentasikan ide-ide serta gagasan untuk membuat kemajuan dalam mempromosikan aplikasi ke masyarakat yang lebih luas. Penjabarannya sangat bagus, bahkan Lp terkesima dengan ide-ide yang dia berikan.
Bagaimana dengan ide Jihan? Tentu saja Lp tidak bisa menebaknya. Jika tidak begitu bagus dibanding yang lain, maka maaf saja. Lp akan langsung menolaknya. Hal ini berhubungan dengan divisi-divisi lain sehingga harus memilih yang terbaik diantara yang baik.
Setelah karyawan pertama selesai, selanjutkan karyawan ke dua. Jihan terakhir karena ia lebih muda dan juga masih baru bekerja. Mendahulukan yang senior adalah cara untuk saling menghormati. Tapi sebenarnya tidak ada peraturan tertulis seperti itu, hanya saja Jihan sangat menghargai orang-orang yang lebih senior daripada dirinya.
Jantung Jihan semakin berdetak kencang. Apa karena ada Lp di ruangan ini? Tentu saja tidak. Dia bahkan tidak menghiraukan keberadaan Lp sama sekali.
Tentu saja tidak hanya persentase bekala, tapi ada juga pertanyaan-pernyataan yang diajukan oleh anggota yang ada di dalam ruangan. Pertanyaan yang cukup kritis menandakan bahwa orang yang ada di dalam ruang meeting bukan orang biasa. Bahkan satu orang bisa memakan waktu selama empat puluh menit. Apalagi pertanyaan Lp tidak bisa dianggap sembarangan. Dia bisa membuat pembicara kebingungan. Lp tidak ada niat menjatuhkan tapi ia hanya ingin memastikan bahwa orang yang mengusulkan ide tersebut memang ahli sehingga tidak ada masalah kedepannya.
Bolehkan Jihan sedikit berharap agar Lp memberi pertanyaan yang tidak terlalu menyulitkan dirinya? Ya kali saja dia sedikit punya rasa bersalah, jadi rasa bersalah itu membuat Lp menjadi lebih santai kepada dirinya. Mungkin ini adalah pemikiran yang sangat bodoh sekali.
"Silahkan, Jihan," ucap Lp setelah karyawan kedua selesai. Jihan yang awalnya menunduk karena membaca dokumen proposal yang ada di depannya langsung terkejut. Bahkan beberapa orang juga terkejut. Jarang sekali Lp memanggil nama secara langsung. Bahkan Lp baru ingat nama karyawan jika berulang kali berinteraksi dengan dirinya.
Lp tidak menyebut nama dua karyawan sebelumnya, tapi pada Jihan malah menyebut nama.
Jihan langsung berdiri. Lp sangat menunggu, sejauh mana perkembangan Jihan selama delapan tahun ini. Apa biasa saja atau ada peningkatan yang signifikan? Lp memperhatikan Jihan dari awal bangkit dari kursi.
Jihan menarik nafas dalam-dalam. Ia mulai memaparkan slide demi slide. Penjabaran Jihan sungguh luar biasa. Lp mengakui hal tersebut. Ide-ide serta gagasan juga bagus.
Saat sesi tanya jawab, Lp yang menjadi orang pertama untuk bertanya. Sama seperti sebelumnya, tidak ada perlakuan spesial sama sekali. Jihan menunggu dan pertanyaan Lp sungguh membuatnya kewalahan seperti kedua karyawan sebelumnya. Meskipun begitu, Jihan menjawab dengan sebiasa.
"Saya kurang puas dengan jawaban kamu," ujar Lp setelah Jihan berusaha menjawab. Wajah Jihan sedikit kecewa, dia kecewa bukan karena Lp melainkan pada dirinya sendiri. "Apa kamu pikir jawaban itu sudah cukup?" tanya Lp memastikan.
"Belum, Pak," jawab Jihan.
"Kalau begitu saya beri satu kesempatan sepuluh menit untuk memikirkan, menganalisis serta menjabarkannya," lanjut Lp lagi.
"Baik, Pak."
Sembari menunggu Jihan, Lp sedikit berdiskusi dengan Pak Samsung dan beberapa orang. Tentu saja semuanya bagus sehingga terdapat beberapa perbedaan pilihan. Lp tidak ingin hanya mengandalkan pilihannya sendiri. Semua yang ada di dalam ruang meeting juga memiliki peran yang sangat penting sehingga suara mereka harus dipergunakan dengan bijak.
"Apakah sudah?" tanya Lp.
"Sudah, Pak."
Interaksi Jihan dan Lp sama sekali tidak ada melibatkan masa lalu. Keduanya sama-sama terjebak dalam peran karyawan dan atasan. Tidak lebih dari itu. Soal tidak suka, maka itu dibahas di luar pekerjaan.
Jihan mulai memaparkan jawaban yang sudah ia pikirkan selama sepuluh menit. Orang-orang yang ada di ruang rapat begitu serius untuk mendengarkannya.
Setelah Jihan selesai memaparkan jawaban, Lp sama sekali tidak menunjukkan respon apa-apa. Lebih tepatnya ia tidak berkomentar sama sekali.
Tiga pilihan yang sulit tidak hanya untuk Lp tapi juga untuk yang lain. Lp memutuskan ide siapa yang akan dipakai berdasarkan suara terbanyak dari orang-orang yang ada di dalam ruangan. Dia tidak mau memutuskan sendiri.
Pak Samsul menyuruh ketiga kandidat untuk keluar terlebih dahulu. Agenda selanjutnya adalah penentuan dan waktu yang dibutuhkan sekitar lima belas menit.
Lp mulai memberi instruksi setelah memberi waktu untuk orang-orang di dalam ruang rapat selama lima menit. "Yang setuju dengan ide dari kandidat pertama, silahkan angkat tangan."
Dari delapan orang yang ada di dalam ruangan, ditambah dirinya sehingga jumlah keseluruhan adalah sembilan. Ada dua orang yang memilih kandidat pertama. Sisa tinggal tujuh suara.
"Yang setuju dengan kandidat dua, silahkan angkat tangan."
Ada yang mengangkat tangan.
"Sisanya berarti kandidat ketiga, apakah benar?"
"Iya, Pak." Beberapa orang menjawab dengan serentak.
Jihan dan dua karyawan yang menjadi kandidat untuk mengajukan ide dan gagasan menunggu dengan perasaan tidak karuan. Semuanya bagus-bagus.
Pak Samsul menyuruh tiga karyawan dibawah divisinya untuk kembali masuk ke dalam ruang meeting karena hasil sudah ditentukan.
Jihan duduk sambil mendengarkan hasil perundingan yang sudah dilakukan.
"Sebelumnya, saya ingin mengatakan bahwa ketiga ide sangat-sangat bagus. Kami bahkan bingung untuk memilih yang mana. Tapi tentu saja harus memilih satu diantara ketiganya. Jadi jangan berkecil hati, masih ada proyek-proyek yang lain kedepannya." Lp bertindak sebagaimana pimpinan pada umumnya. Ia tidak mau membuat ide dari karyawan yang tidak terpilih berkecil hati.
"Selamat untuk... Jihan. Ide kamu mendapat suara terbanyak."
Jihan menutup mulut saking tidak percayanya. "Saya, Pak?" tanyanya sambil menunjuk diri sendiri.
"Ya. Semoga kedepannya kamu bekerja dengan penuh tanggung jawab."
Suara tepuk tangan sebagai apresiasi terdengar. Jihan ingin melompat kegirangan, tapi ia tidak bisa melakukan itu. Masih banyak orang di dalam ruang rapat dan orang-orang tersebut bukan karyawan biasa seperti dirinya.
Rapat selesai, Lp dan beberapa orang langsung keluar karena ada yang masih ingin dibicarakan.
Pak Samsul memberi selamat kepada Jihan. Walaupun masih karyawan baru, tapi dia sangat bisa diandalkan. Tentu saja yang memiliki kemampuan akan dilirik.
"Terima kasih, Pak."
Pak Samsul tersenyum. Dia memberi beberapa wejangan agar Jihan menyiapkan mental terhadap pekerjaan yang tidak akan mudah kedepannya.
"Oh ya Pak, apa boleh bertanya?" Jihan berbicara dengan hati-hati.
"Tentu, apa itu?" Pak Samsul sedang menyusun beberapa dokumen yang ada diatas meja untuk dibawa kembali ke ruangannya.
"Maaf sebelumnya, siapa yang dipilih oleh Pak Lp?" tanya Jihan. Entah kenapa Jihan penasaran.