Awalnya Jihan tidak lulus tahap administrasi, bahkan lembar CVnya sudah berada di tempat sampah. Tapi tidak ada yang namanya kebetulan, Lp yakin itu. Buktinya ia datang sendiri ke ruang HRD untuk meminta hard file pelamar yang melamar posisi sekretaris, padahal sebelumnya tidak. Akhirnya Lp menemukan keberadaan Jihan yang sudah delapan tahun tidak diketahuinya. Lp sudah mengurus segalanya sehingga Jihan lolos tahap administrasi. Lp tidak sabar melihat Jihan secara langsung. Bagaimana Jihan sekarang? Pertanyaan itu selalu muncul di dalam kepalanya. Bahkan setiap harinya sambil menunggu jadwal wawancara tiba, Lp sangat bersemangat ke perusahaan. Hal ini menjadi tanda tanya yang besar bagi Zero dan yang lain.
Biasanya pagi-pagi, Lp cenderung bergerak lambat ke perusahaan. Tapi sekarang tidak lagi. Apalagi hari ini, dia sudah berpakaian rapi. Padahal waktu baru menunjukkan pukul tujuh pagi. Perusahaan saja belum buka. Tapi Lp sudah begitu rapi seakan perjalanan menuju perusahaan membutuhkan waktu yang lama.
"Tumben," sindir Yu. Biasanya Zero yang menumpang tidur di rumahnya, tapi sekarang malah Yu. Katanya berada di rumah sendiri sepi. Apa bedanya dengan Lp? Dia juga tinggal sendiri. Harus bagaimana lagi. Mau nikah, tapi masih terjebak dimasa lalu.
"Jadilah pria pekerja keras," jawab Lp.
Yu menatapnya malas. Setelah subuh, Yu tiduran di sofa ruang keluarga. Televisi menyala, tapi dia tidak menontonnya dan malah asik dengan benda persegi panjang. Pantas aja Lp membayar listrik lebih banyak daripada sebelumnya. Lp melangkah menuju dapur. Dia ingin membuat sarapan sederhana yaitu roti bakar.
"Lo buat apa?" tanya Yu dengan suara yang cukup keras sehingga Lp bisa mendengarnya dari area dapur.
"Roti bakar. Kenapa?"
"Gue satu. Eh ya, gorengin juga telur ," pinta Yu.
Lp menghela nafas panjang. Untung teman, kalau tidak mungkin sudah lama diusir. Apa Yu tidak takut rumahnya jadi tempat persinggahan jin satu setan? Apalagi rumah tersebut sering kosong. Entahlah, semoga saja tidak.
"Dengar nggak?" Yu meminta validasi apakah Lp mendengar apa yang ia katakan atau tidak.
Lp hanya diam. Meskipun begitu, ia tetap melakukan apa yang disuruh oleh Yu. Dua butir telur mata sapi dimasak selayaknya. Bagaimana bentuknya, tidak masalah asal rasanya aman. Setelah selesai, Lp menyimpan satu di dalam tudung saji. Satu lagi ia makan bersama dengan roti.
Pukul tujuh lewat tiga puluh menit, Lp bersiap untuk berangkat. Sedangkan Yu masih berada di sofa. Dia sedang bermalas-malasan setelah lembur bekerja. Tapi tidak masalah, asal pekerjaan selesai tepat waktu.
"Pak Herman belum datang ui!" Yu menyeletuk ketika melihat Lp melangkah menuju pintu. Pak Herman adalah salah satu penjaga keamanan perusahaan.
"Biar," jawab Lp dengan santainya. Ia tidak terganggu dengan suara-suara Yu. Paling Yu ingin Lp pergi pada jam biasa, kenapa begitu? Yu ingin ikut sekalian daripada membawa mobil sendiri.
Lp bersenandung ria sepanjang perjalanan. Ia tidak sabar bertemu dengan Jihan. Lebih tepatnya melihat Jihan. Kalau bertemu, Lp belum sanggup. Dia sudah membayangkan apa yang terjadi. Kemungkinan terkecil, Lp ditampar. Kalau kemungkinan terbesar, mungkin Jihan bisa melakukan lebih dari itu terhadap dirinya. Lp cukup tahu diri. Tapi kali ini ia tidak bisa melepaskan Jihan. Mau dibenci sebagaimanapun, Lp akan mengejarnya.
Sesampainya di perusahaan, sudah banyak karyawan yang berdatangan. Jam masuk karyawan yaitu pukul delapan pagi, sedangkan jam pulang yaitu pukul lima kurang lima belas menit.
Sepuluh menit lagi pukul delapan. Tentu saja para karyawan tidak mau terlambat karena akan ada saksi. Perusahaan memegang teguh tingkat kedisiplinan. Hal ini berbanding lurus dengan gaji yang mereka dapatkan. Maka tidak heran jika banyak orang yang ingin bekerja di perusahaan ini.
Lp masuk ke perusahaan. Beberapa karyawan menyapa, Lp membalas sapaan itu sebagaimana mestinya. Ia menuju ke ruangan.
Entah kenapa waktu terasa begitu lambat bergerak. Kenapa lama sekali? Itu yang dipikirkan oleh Lp. Sesampainya di ruangan, Lp tidak melakukan apa-apa kecuali menunggu waktu. Tentu saja jika kita menunggu waktu, maka waktu terasa lambat bergerak. Tapi Lp tidak ingin melakukan apapun. Pikirannya malah terisi oleh Jihan dan Jihan.
Rasa bosan itu datang. Bahkan sudah berulang kali Lp bergerak ke kanan dan ke kiri, tapi tetap saja tidak menghilangkan rasa bosan.
Akhirnya sampai pada pukul sepuluh kurang beberapa menit. Padahal hanya dua jam menunggu tapi Lp merasa seperti lima sampai sepuluh jam. Ia langsung bergegas keluar ruangan. Lp turun ke lantai bawah dimana tempat wawancara berlangsung.
Sudah banyak calon karyawan yang berdatangan. Mereka memakai pakaian yang sopan dan rapi. Terlihat raut wajah gugup dan tegang dari mereka yang sedang menunggu. Tahap wawancara akan di lakukan pukul sepuluh tepat. Hanya Lp yang penasaran dengan tahap ini, teman-teman yang lain malah tidak tahu jika tahap wawancara dilakukan sekarang. Ya mau bagaimana lagi karena hal ini adalah tanggung jawab HRD.
Kalau bukan karena Jihan, Lp juga tidak akan ikut campur ataupun peduli. Hanya karena Jihan, ia malah menjadi mata-mata. Lp mengintip duduk di meja resepsionis. Para calon akan melewati meja tersebut. Lp menutupi wajahnya dengan buku. Lebih tepatnya ia pura-pura membaca buku, padahal sedang memantau. Karyawan yang bertugas di meja resepsionis tidak banyak bicara atau bertanya. Mereka terlihat tegang. Bahkan keringat dingin keluar. Siapa yang tidak panik jika atasan tiba-tiba duduk di dekat mereka?
Deg, jantung Lp berdetak dengan cepat. Di pintu utama perusahaan, ia melihat sosok Jihan. Walaupun ada jarak, tapi Lp bisa langsung mengenali Jihan. Mungkin dari belakang, Lp juga tahu jika pemilik tubuh itu adalah Jihan.
Delapan tahun berlalu, akhirnya ia bisa melihat Jihan secara langsung. Dadanya terasa sesak sekali. Rasa bersalah yang sangat besar membuat Lp tidak bisa untuk langsung mendekati Jihan. Apalagi kalau Jihan tahu dia bekerja diperusahaan, pasti Jihan tidak akan masuk bekerja disini. Lp harus memastikan Jihan menandatangani kontrak kerja, setelah itu barulah ia berani muncul di depan Jihan secara langsung.
Lp sudah mengurus segalanya. Walaupun banyak tanda tanya dalam benak Bu Ina, tapi ia tidak berani untuk bertanya. Penerimaan Jihan bekerja di perusahaan ini sudah bulat. Walaupun Jihan terlambat datang sekalipun, dia akan tetap diterima. Licik memang, tapi supaya Lp tidak mengambil hak orang lain yang mungkin lebih baik dari Jihan maka untuk posisi copywriting, Lp menambah satu kuota lagi. Bisa dikatakan, penerimaan Jihan adalah kewenangan dirinya. Apapun akan Lp lakukan agar keberadaan Jihan berada dalam jangkauannya.
"Eh eh, Bapak Lp kenapa nongkrong disini?" Sedang sibuk memperhatikan Jihan, Zero tiba-tiba saja berada di depan Lp. Padahal ia sudah menutup wajah dengan buku, tapi Zero tetap mengenali dirinya.
"Tolong jangan ganggu." Untung Zero memanggil dirinya dengan sebutan Lp. Bahaya kalau memanggil dirinya dengan nama asli. Bisa-bisa Jihan langsung mengetahui keberadaannya dan memilih untuk menjauh.
Karyawan yang berada di dekat Lp hanya diam. Mereka tidak ingin ikut campur sama sekali. "Lihat siapa sih?" tanya Zero penasaran. Sebelum mendekat, ia memperhatikan Lp yang terlihat melihat-lihat sesuatu.
"Nggak usah ikut campur!"
"Ck, saya cuma nanya Bapak Lp yang terhormat." Berhubung mereka berada di depan karyawan, tentu saja bahasa yang digunakan adalah bahasa formal.
"Lihat siapa? Calon karyawan?" Zero ikutan melihat objek yang dilihat oleh Lp. Hal ini mengundang pusat perhatian dari karyawan yang ada disana. Lp geram sendiri, padahal tadi saat Yu atau Hiro datang tidak menghampiri dirinya dan langsung menuju ke ruangan kerja. Tapi kenapa Zero malah berhenti? Ganggu saja. Mana Jihan sudah tidak terlihat lagi karena sudah masuk ke dalam ruang wawancara.
Lp berdiri dan menatap Zero dengan tajam.
"Apa?" tanya Zero polos. Padahal ia sudah mengganggu kesenangan Lp.
Lp tidak menjawab. Ia memilih untuk melangkah ke ruangan. Berhubung ia sudah melihat Jihan, maka itu sudah lebih dari cukup untuk sekarang. Apalagi mantan istri terlihat sangat cantik sekali. Perawakannya lebih dewasa dari delapan tahun yang lalu. Pesonanya benar-benar membuat Lp terjerat berulang-ulang kali.
Apa Lp akan melepaskan Jihan? Tentu saja tidak. Jika Jihan membencinya, maka Lp akan membuat rasa benci itu menjadi rasa cinta yang tidak bisa digambarkan dengan kata-kata. Bukannya cinta dan benci beda tipis? Apapun yang dikatakan Jihan tentang dirinya, termasuk orang yang tidak tahu mau sekalipun. Hal ini tidak akan membuat Lp berhenti. Cukup sekali ia melakukan kesalahan besar karena meninggalkan Jihan. Mulai sekarang dan kedepannya, Lp akan membuat Jihan mendapat kehidupan yang jauh lebih baik. Apapun akan Lp berikan dan lakukan.