Keluar dari rumah sakit

1251 Kata
Dua hari Lp harus di opname. Dia harus istirahat total tanpa melakukan apa-apa. Semua pekerjaan Lp dihandle oleh Yu. Padahal cuti Yu masih ada tiga hari lagi, tapi dia memilih untuk pulang. Baginya liburan bisa kapan saja. Tapi karena ada hal yang mendesak, dia tidak mungkin menikmati liburan begitu saja. Selama dua hari, walaupun fisiknya beristirahat tapi pikirannya tidak. Tapi Lp tidak mau terus-terusan berada di rumah sakit. Apalagi soal lamaran kerja Jihan. Bagaimanapun caranya, Lp tidak akan melepas Jihan untuk kali ini. Walau caranya sedikit licik, tapi akan Lp lakukan. Asal tidak merugikan siapapun. Bukankah Jihan membutuhkan pekerjaan? Maka Lp akan mempermudah itu. Tidak sulit bagi dirinya, apalagi Jihan ditolak oleh tim HRD hanya karena rekam jejak yang tidak baik. Jujur saja sebenarnya Lp sangat penasaran. Kenapa Jihan bisa masuk penjara. Tapi Lp tidak ingin mencari tahu sendiri. Mudah baginya untuk mencari tahu, bahkan hanya butuh waktu beberapa menit saja. Tapi ia tidak mau melakukan itu. Suatu saat, Jihan pasti akan cerita kepada dirinya. Apapun yang Jihan lakukan, Lp tidak masalah. Penilaian Lp tentang Jihan dari dulu sampai sekarang tetap sama. Dia perempuan baik, jadi apapun yang terjadi selama delapan tahun ini maka Lp memutuskan untuk tutup mata. Hari ini, Lp diperbolehkan untuk pulang. Tentu saja ia sangat senang sekali. Sebelum benar-benar meninggalkan rumah sakit, Yu meminta dokter untuk memeriksa ulang. Kali saja kondisi Lp masih belum membaik. Tapi berdasarkan penjelasan dokter, Lp sudah boleh pulang dan istirahat di rumah. Tentu saja ia tidak bisa langsung bekerja. Tapi apa Lp akan mendengar hal itu? Tentu saja tidak. Mungkin besok dia sudah datang ke perusahaan. "Maaf," ucap Lp secara tiba-tiba. Yu cukup kaget dan bingung. "Maaf kenapa?" tanyanya. "Liburan lo ke ganggu." Tentu saja Lp merasa tidak enak hati. Apalagi Yu sudah merencanakan liburan jauh-jauh hari. Tapi malah hanya beberapa hari saja. Yu tertawa. "Nggak usah pede. Gue pulang bukan karena lo." Lp tersenyum tipis. Gengsi Yu terlalu besar sehingga tidak mau mengakui itu. Tapi kalau dia yang ada di posisi Yu, mungkin juga akan melakukan hal yang sama. "Ada sesuatu yang tinggal?" tanya Yu sebelum benar-benar meninggalkan rumah sakit. Lp menggeleng. Barang-barangnya hanya sedikit saja. Itu pun dibawa oleh Zero. Bisa dilihat pakaian yang dibawa oleh Zero sangat tidak serasi sama sekali. Baju tidur bisa beda warna antara atasan dan bawahannya. Selanjutnya, Yu menjalankan mobil menuju kompleks tempat tinggal mereka. Kali ini memang hanya Yu sendiri karena Hiro dan Zero sedang berada di perusahaan. Ada beberapa pekerjaan penting. Sesampainya di rumah. Lp menyuruh Yu untuk meninggalkan dirinya sendiri. Dia bukan anak kecil jadi tidak perlu dikhawatirkan. Tapi Yu tidak melakukan itu. Bahaya jika kondisi Lp tiba-tiba memburuk. Mana baru keluar dari rumah sakit. "Gue nggak apa-apa," ujar Lp sambil terkekeh kecil. "Gue tau. Tapi gue mau istirahat disini." Lp tidak bisa membantah. Tidak mungkin menolak sang teman beristirahat di rumahnya. Rumahnya lumayan bersih, padahal dua hari yang lalu sedikit berantakan. Terkadang teman-temannya melakukan sesuatu secara diam-diam. Bahkan saat Lp berjalan ke dapur, ia melihat banyak buah-buahan. Bahkan ada roti yang bisa dibuat oleh Hana. Lp tersenyum tipis. Mereka sangat perhatian sekali. Dahi Lp berkerut, ia melihat di atas kompor listrik ada panci. Seingat Lp, ia sangat jarang memasak. Jadi tidak mungkin ada panci di atas kompor. Ternyata disana sudah ada sup daging. "Sup di panci siapa yang bikin?" tanya Lp kepada Yu. Yu yang sedang tiduran di sofa ruang keluarga sambil bermain ponsel langsung menatap Lp. "Hana paling," jawabnya. Ya pasti Hana, karena tidak mungkin mereka yang keahlian memasaknya jauh di atas rata-rata. "Bukannya Hana sakit?" Lp merasa tidak enak hati. "Udah baik, tadi pagi aja jalan sama Bang Hiro." "Oh gitu. " Lp menggaruk tengkuknya. Bingung juga karena baru dua hari yang lalu muntah-muntah tapi sekarang sudah baik. "Makan gih," suruh Yu. "Lo gimana?" "Sebelum jemput lo, gue udah makan." Yu memang sudah makan dirumah Hiro. Mumpung gratis dan rasanya seperti di restoran, maka tidak ada alasan untuk menolak. Lp kembali ke dapur. Ia mengambil nasi yang sudah ada di rice cooker. Sup yang ada di panci dipanaskan sebentar. Kalau ada yang bertanya-tanya tentang rasa sup tersebut, maka sulit untuk dijelaskan oleh Lp. Sangat enak sekali. Beruntung Hiro memiliki istri yang pintar masak seperti Hana. Dua hari ini, Lp makan makanan yang disediakan oleh rumah sakit. Sungguh rasanya tidak cocok dengan lidah Lp. Tapi mau bagaimana lagi. Lihat saja sekarang, Lp makan dengan sangat lahap. Padahal Lp baru keluar dari rumah sakit, tapi melihat bagaimana ia makan maka tidak seperti orang yang baru keluar dari rumah sakit. "Acalamu'alaikum..." suara salam terdengar. Lp yang ada di meja makan sudah menduga siapa pemilik suara itu. "Wa'alaikumsalam." Yu langsung duduk. "Alan..." ujarnya heboh. "Alan sama siapa ke sini?" Yu sedikit kaget. Mana rumah Hiro dan Lp beda blok. "Cendili," jawab Alan. "Eh eh, dibolehin sama Mama?" Alan mengangguk. "Alan udah bica naik cepeda." Dia pamer jika sudah bisa naik sepeda roda empat. Yu langsung mencubit kedua pipi Alan dengan gemas. Berhubung Yu ingin memvalidasi penyataan Alan, maka ia langsung menghubungi Hiro. Ternyata benar saja, Alan sudah izin dengan Hana ke rumah Lp. Kompleks ini aman, CCTV dimana-mana. Penjaga keamanan juga ada Serta tidak boleh sembarang orang masuk. Oleh karena itu, orang tua di kompleks ini cenderung membolehkan anak-anak mereka bermain atau keluar rumah sendiri. "Om Lp mana?" "Nggak kangen sama Om ya?" Yu pura-pura sedih karena Alan mencari Lp. Alan langsung memeluk Yu. Langsung saja Yu tersenyum. "Om Lp di meja makan," ucapnya memberitahu keberadaan Lp. Alan langsung berlari ke meja makan. "Om!" panggilnya. "Iya.. Kesini sama siapa?" "Cendili." Alan mulai naik ke kursi. "Kata Papa, Om cakit." "Udah sehat." Lp mengusap rambut Alan. Alan memegang tangan kiri Lp. "Kenapa?" tanya Lp bingung. "Om dicuntik juga?" Ternyata Alan mencari bekas infus Lp. "Iya, Alan juga pernah bukan?" Alan mengangguk. "Acik," jawabnya. "Nggak mau macuk lumah sakit lagi." Alan masih ingat bagaimana rasanya masuk rumah sakit. "Makanya jangan sering makan es krim sama jajanan." "Om macuk lumah sakit kalena makan es klim?" Lp mengangguk. "Nggak mau makan es klim lagi," ujar Alan yang membuat Lp tertawa. "Mau ikut Om beli es krim nggak?" Tiba-tiba Yu menyeletuk. "Mau..." Alan langsung menjawab dengan semangat. Tentu saja hal itu membuat Lp dan Yu tertawa. Padahal beberapa detik yang lalu baru dibilang tidak akan makan es krim lagi. Tapi sekarang setuju untuk diajak membeli es krim. "Tadi katanya nggak mau makan es krim lagi." Alan langsung menyengir. "Kata Papa, Kalau cekali-cekali nggak apa-apa." "Oh gitu." "Ayo beli es krim, Om." Alan masih bersemangat. "Nggak boleh." Yu langsung menolak. "Kenapa?" tanya Alan. "Alan nggak boleh makan es krim terus. Nanti giginya ompong. Mau?" "Nggak mau." "Makanya jangan sering makan es krim." Alan berada di rumah Lp cukup lama. Bahkan sampai disuruh pulang oleh Papanya baru mau. Gimana tidak betah, jika baik Yu maupun Lp terlalu memanjakan Alan. Kondisi Lp sudah bisa dikatakan baik. Setelah Alan pulang, ia memilih masuk ke dalam kamar. Lp mengambil satu lembar kertas di dalam tas. Lembar kertas itu merupakan CV Jihan. Lp menatap setiap kata-kata yang terangkai di kertas tersebut. Sampai pada baris alamat. Lp kaget karena alamat yang ada di CV tidak jauh dari kompleks nya. Apa suara yang tempo hari didengar oleh Lp memang suara Jihan? Pantas saja suaranya tidak asing. Apa mereka ditakdirkan untuk bertemu lagi? Lp harap seperti ini. Apalagi status di CV terlihat jelas jika Jihan masih sendiri atau tidak menikah. Hal ini membantah asumsi Lp yang berpikir Jihan sudah menikah. Tapi delapan tahun bukan waktu yang sebentar. Apalagi dia dan Jihan menikah di usia yang sangat muda.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN