Mita langsung keluar ruangan setelah mengantarkan Via ke dalam ruangan Agam, menyisakan Via dan Agam berdua dalam ruangan persegi itu.
"Apakah saya melakukan kesalahan, Pak?" cetus Via langsung, membuat Agam menyilangkan tangannya spontan.
"Memangnya saya memanggil kamu itu kalau selalu ada masalah?" Sindir Agam balik. Via hanya mendengus pelan menanggapinya, "ya emang nyatanya gitu, kan!" dumel nya sendiri namun tak tahu saja dirinya kalau Agam bisa mendengar suaranya itu.
Masalahnya suara Via itu mirip toa.
"Kamu nanti ada acara?" Via refleks menatap kearah Agam dengan sebelah alis terangkat, tumben bosnya nanyain hal gak berguna kayak gini.
"Ada kayaknya, Pak." jawab Via langsung. Ya dirinya kan memang ada acara, acara ghibah sama Ambar, acara nerusin maraton drakornya, sama acara rebahan. Banyak kan acara Via nanti.
"Oh .. masih kayaknya, kan? Kalau begitu kamu batalkan saja." Via langsung menatap Agam tidak percaya.
Enteng sekali ente kate Pak!
"Memangnya kenapa, Pak?"
"Hari ini kamu temani saya datang ke acara makan malam keluarga saya." tak ayal Via langsung terbatuk-batuk sendiri saat mendengarnya, apa tadi katanya? Nemenin makan malam.
"Acara makan malam, Pak?" Via mengulangi kalimat Agam barusan.
"Kenapa Bapak ngajakin saya?" sambil menunjuk-nunjuk dirinya sendiri, jelas Via tidak mau menuruti kemauan Agam lah.
Dengan santai Agam mengangkat kedua jari-jarinya, menunjuk mata Via lalu kemudian ke matanya sendiri.
Ha? .... Via nggak ngeh sumpah!
"Perjanjian empat mata kita kemarin," kali ini seringaian setan itu berhasil membuat Via bergidik sendiri, lingkaran setan yang telah dia masuki tidak akan bisa dengan mudah dia keluar dari sana, ini merupakan risiko yang harus ditanggungnya.
"Tapi kan Pa--"
"Sudah-sudah!" Agam lalu mendudukkan pantatnya di kursi kebesarannya kembali. "kamu pergi kerja lagi sana, saya sedang banyak urusan." sambil mengibaskan tangannya di depan wajah Via. Via benar-benar speechless melihatnya.
Ternyata selain arogan ... Agam ini benar-benar Bos yang lucknut-able banget!
*****
Malam ini Via berdandan cantik, terlampau cantik sampai-sampai membuat Ambar yang melihatnya pun melongo tidak habis pikir.
"Emm... Vi." Via menoleh ke belakang.
"Lo mau tidur, kan? Ngapain dandan kayak princess segala, lo nggak mau jadi putri tidur kan, ya?"
Ingin sekali rasanya Via mencekik leher Ambar, namun karena penampilannya nanti bakal rusak Via lebih mengabaikan celotehan Ambar barusan. Nggak bisa mikir dikit aja apa! Ya kali dirinya mau tidur pakai gaun sama dandan cantik gini. Memang ya kalau dasarnya oon diapa-apain mah tetep oon.
"Gue ada acara."
"Oh..." Ambar langsung membulatkan bibirnya sambil mantuk-mantuk.
"Acara apaan nih BTW, kondangan mantan ya? Boleh tuh kalau lo bawain gue makanan."
"Ya kali Mbar! Lo pikir gue nggak punya urat malu apa? Lagian gue juga bukan mau kondangan kok." Tepisnya langsung.
"Jangan bilang lo mau kencan?" Ambar malah memicing tak karuan.
"Enggak Mbar.. gue tuh mau--"
Tring .... tring ....
Suara HP yang berbunyi itu menghentikan percakapan mereka berdua, Via mengambil HPnya yang berada di atas meja rias untuk melihat siapa si pengirim pesan.
Triplek Bernyawa: Saya sudah
di depan kos, cepat turun!
19.12. PM. Read.
Via mendengus saat membaca pesan itu, dirinya sudah bisa membayangkan bagaimana ekspresi Agam saat mengetikanya.
"Gue keluar dulu ya Mbar, tiati lo di kos sendiri!" Ambar yang sudah asyik nonton drakor itu hanya mengangguk-ngangguk tidak peduli sambil sesekali mencomot kacang yang ada di sebelahnya. Via yang notabenenya sudah hafal dengan perilaku sahabatnya itu pun memilih pergi menemui bosnya, bisa gawat tujuh turunan kalau dirinya sampai telat.
Via menatap Agam dengan pandangan kaget, lah ... Bosnya nggak ada bedanya sama hari biasa ya ampun. Bahkan penampilan Agam tidak jauh berbeda dari saat dia di kantor, setelan jas rapi lengkap dengan segala t***k bengek nya.
Nggak kreatif banget tuh orang!
"Malam, Pak." ucap Via tidak terlalu niat itu membuat Agam yang tengah memutar-mutar handphonenya sambil bersandar pada kap mobil langsung menegak.
"Kamu lama banget, sih! di sini tuh banyak nyamuk!!" koar-koar Agam langsung membuat Via mendengus kesal.
"Saya langsung datang semenit setelah Bapak kasih tahu saya loh ya.."
"Sudah-sudah jangan banyak bantah, kebiasaan buruk kamu itu harus kamu hilangkan!" Setelah itu mereka berdua masuk ke dalam mobil kalangan menengah ke atas itu. Tentunya dengan Via yang mencak-mencak di tempat dulu.
Apapun yang terjadi nanti, Via berdoa semoga bukan hal yang buruk.
***
Lagi-lagi Via dikagumkan dengan rumah yang lebih mirip dengan istana ini, namun kali ini berbeda dengan rumah yang kemarin Agam bawa dirinya. Rumah kali ini bisa diperkirakan jauh lebih besar, lebih luas, dan lebih segalanya. Via bahkan sudah deg-degan saat mau masuk rumah ini.
'Anjir jangan norak lo Vi, udah cantik-cantik gini!" batin Via.
Ya gimana nggak deg-degan kalau dirinya dipandang Intens oleh beberapa orang yang mereka lewati, rumah ini pun terkesan seperti penjara saat puluhan Bodyguard yang terlihat mengepung seluruh penjuru rumah ini.
Sebenarnya ini rumah, penjara, atau istana, sih?!!
Via langsung merapat ke arah Agam saat melihat kumpulan orang di sana. Agam yang merasa di dempet itupun melotot kecil ke arah Via membuat Via memanyunkan bibirnya lalu memberi jarak kembali.
"Bang!" sontak Agam dan Via langsung menatap ke arah suara. Itu ... bukannya Bu Gita, ya.
"Ini pacar Abang?" Gita menatap penampilan Via dari atas sampai bawah, seakan ia tengah menilai Via. Wajahnya yang terlalu datar membuat Via tidak tahu apa yang tengah Gita pikirkan.
"Iya." jawab Agam singkat.
"Kamu beneran pacarnya Agam, bukan pacar bohongan atau kontrak, kan?" Vera yang datang bersama lainnya itu langsung menghujani Via dengan sejumlah pertanyaan.
Via tersenyum tegang menanggapinya, wajahnya sangat kaku dan sulit digerakkan. "I-iya... Tan, saya pacar aslinya Pak Agam."
Asli tipu-tipu maksudnya...
Vera pun langsung tersenyum sumringah dan menyambar lengan kiri Via untuk dia ajak ke dalam, "ya ampun kamu cantik banget deh, nama kamu siapa sayang?" sambil membenarkan rambut Via yang aslinya tidak kenapa-napa itu.
Via lagi-lagi berekspresi tegang, masalahnya atensi semua orang tengah berada padanya.
"Vianita tante, panggil aja Via."
"Oh Via, kamu sudah pacaran sama Agam berapa lama?" Via langsung melirik tajam Agam yang malah
leyeh-leyeh di sofa itu, yang dilirik bahkan tak merasa sama sekali.
"Sekitar 1 bulanan Tante," biarlah Via mulai berimajinasi kawan-kawan, Via sudah capek dengan keadaan ini.
"Wah ... masih baru banget ya! Kamu ketemu Agam di mana? Kamu karyawannya, ya?" Via langsung kicep seketika, tidak tahu kah mereka kalau Via sekarang sedang mengalami fase grogi tingkat akut.
"Jangan hujani banyak pertanyaan dong Buk, lihat tuh mukanya tegang banget!" Gita menunjuk raut Via yang memang benar adanya itu.
"Ya ampun sayang kamu nggak usah takut, kamu kan juga anggota di keluarga ini." Vera malah terkekeh pelan melihat ekspresi tegang Via itu.
"Oh iya kenalin Tante ibunya Agam, nama tante Vera tapi mulai sekarang kamu panggil nya ga boleh Tante, harus ibu ya!" perintah Vera yang hanya Via angguki.
"Ini Gita, adiknya Agam." Gita mengangguk sekali di hadapan Via, sepertinya mereka tidak tahu kalau umur Gita dan Via itu masih tua Gita. Karena Via dulunya saat sekolah selalu mengambil akselerasi jadinya tidak heran mengapa umur nya sekarang masih 20 tahun.
Via tuh aslinya pinter loh, kalau ga bego!
"Dan itu suaminya Gita, Pranajake." Via baru sadar, ternyata ada seorang pria di samping Gita. Bila dilihat perawakannya tidak jauh berbeda dengan Agam. Apakah semua pria di sini memang begitu, jarang senyum dan tak berekspresi.
Namun bisa Via lihat, saat Gita mengajaknya berbicara pria itu langsung mengubah ekspresinya 180°. Kok ... manis, sih.
Sisakan satu untuk Via, Gusti.
"Ini suami ibu," Vera langsung menepuk lengan Saka dua kali membuat Via langsung ketar-ketir di tempat, Saka menatap kearah Via dengan datar setelah itu berucap dengan nada yang sama datarnya juga hampir tanpa riak.
"Kamu di sini santai saja, tidak usah takut." bukannya menenangkan Via, justru ucapannya malah semakin membuat Via was-was. Masalahnya tatapannya itu setajam elang, sekarang Via tahu dari mana asal terbentuknya kepribadian Bosnya itu. Orang bibitnya aja sama kayak gini.
Tidak beberapa lama kemudian datang seorang gadis yang sudah jelas Via kenal, Milea. Gadis itu berjalan mendekat kearah Via sambil tersenyum manis.
"Eh, kamu baru datang, nak?" Vera langsung berdiri, menghampiri Lea.
"Soalnya tadi agak macet, Tan." Lea masih mempertahankan senyum manisnya itu.
"Oh iya Via kenalin ini Lea, Lea ini Via." Lea menatap Via dan begitu pula sebaliknya, mereka saling bertatapan satu sama lain. Masih dengan senyum yang mengembang Lea kemudian berjalan kearah Via, menyodorkan tangan untuk di ajak bersalaman.
"Halo kenalin aku Lea, gadis yang awalnya dijodohkan dengan Kak Agam tapi sayang Kakak lebih milih kamu."
Ha?!
Dan terjadilah keheningan massal di sana.
*****
TBC.