Bab 8 Cantik Tapi Miskin?

1132 Kata
Minggu pertama Hanna lewati dengan lancar. Hanna mulai menemukan teman-teman yang baik dan merasa cocok. Hanna pun semakin bersemangat melakukan pekerjaannya sebagai Staf Operasional. Kata lain jabatannya, seksi sibuknya kantor, karena dia bersama seorang temannya dengan jabatan yang sama bertugas mengurusi semua kegiatan kantor. Hanna senang bekerja di kantor itu. Hingga suatu hari Hanna terkejut melihat Sheila datang ke kantor mereka. Rupanya perusahaan tempat Hanna bekerja adalah salah satu cabang perusahaan keluarga Sheila dan yang menjadi bosnya adalah Oomnya Sheila. Sheila datang ke kantor mereka untuk melakukan inspeksi bulanan. Kabarnya dia memiliki basic pendidikan sarjana akuntansi, jadi di kantor pusat dia menjabat sebagai manajer akuntansi. Not bad. Setidaknya otaknya masih berguna. “Tapi kamu hati-hati dengan perempuan itu, Han. Lebih baik hindari saja. Karena perempuan itu sangat sombong dan agak-agak..” Anita, teman Hanna sesama Staf Operasional menyilangkan jari telunjuknya di dahi. “Oh. Separah itukah?” Hanna mengangkat alisnya terkejut. “Ya. Dia senang sekali menghina dan berkata-kata kasar.” “Ow. Kalau begitu amankan diri kita dari jangkauannya.” Hanna tertawa diikuti temannya. Kesan buruk dan sangat tidak simpatik. Dan Hanna diam-diam bersimpati pada Edward. Itulah bidadari Edward. Hanna tersenyum kecut. Kalau pun memang Sheila semengerikan itu, dia tidak peduli. Dia hanya perlu menghindari perempuan itu untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Toh tanggung jawabnya tidak berhubungan langsung dengan kehadiran perempuan itu di kantor ini. Hanna pun menyibukkan dirinya dengan rekapan absensi karyawan yang sedang dia kerjakan. Tugas ini harus dia selesaikan hari ini untuk persiapan pembayaran gaji karyawan. Namun bukan Sheila namanya kalau tidak mencari gara-gara. Perempuan itu pun kembali beraksi. Dia tiba-tiba sudah berdiri di samping Hanna. "Hei, Pembantu! Kamu kerja di sini rupanya?" Suara judesnya yang melengking langsung menggema di ruang kantor yang tidak terlalu besar itu. Orang-orang di ruangan itu terkejut dan sebagian langsung menatap Hanna dengan pandangan aneh. Sheila tertawa senang. Dia ingat perbuatan Hanna di pesta pernikahannya. Karena Hanna dia dipermalukan dan dihujat netizen, sampai Edward marah-marah dan membiarkannya tidur sendirian di malam pengantin mereka. Peristiwa itu tidak akan terhapus begitu saja dari ingatannya. Dia akan menyusahkan perempuan menyebalkan ini. Dia tidak akan membiarkan Hanna tenang selama bekerja di kantor ini. "Dia ini dulunya pembantu di rumah keluarga suami saya." Ooh... Terdengar gumaman panjang dari beberapa karyawan. "Ooh... Rupanya pernah jadi pembantu. Pantas saja dandanannya dekil dan bau begitu," Dua orang karyawan mulai berbisik-bisik sambil menatap Hanna dengan tatapan mengejek. Hanna spontan menunduk dan mengendus badannya. Tidak bau. Bajunya juga tidak dekil, hanya lebih sederhana memang. Hanna saat itu mengenakan kemeja lengan tiga perempat warna biru pudar dipadu celana panjang jeans warna gelap. Meskipun tidak seperti dua orang temannya yang berbisik-bisik itu yang mengenakan blazer dipadu rok mini, penampilannya cukup pantas untuk situasi kerja seperti ini. Lagipula, sebagai staf operasional, Hannah harus mengurusi t***k bengek perusahaan yang membuat dirinya sering sekali berada di luar kantor dari pada di dalam kantor. Jadi Hanna lebih nyaman mengenakan kemeja dan jeans. Itu pun sudah sepengetahuan ibu Mira. Kantor mereka tidak punya aturan khusus terkait seragam karyawan. Mereka hanya diwajibkan berpakaian sopan dan rapi. Itu saja. Kedua perempuan itu terus berbisik-bisik, membuat Sheila tersenyum senang. Dia punya sekutu ternyata. Dan itu membuatnya merasa di atas angin. Ada orang-orang yang akan membantunya mengganggu Hanna. “Kalian harus hati-hati dengan perempuan itu. Jangan gampang tergoda dengan penampilannya yang terlihat baik. Dan jaga baik-baik barang-barang kalian, jangan sampai diklepto sama dia.” Hanna hanya bertukar pandang dengan temannya Anita dan gadis itu kembali membuat tanda silang di dahi dengan jari telunjuknya. Hanna hanya tertawa tanpa suara. Biar saja. Dia tidak peduli apa pun yang perempuan itu katakan. Sheila hanya perempuan sombong berotak kosong yang tidak pernah memperbaiki dirinya. Selalu bertingkah konyol dari waktu ke waktu, hingga temannya pun menyebutnya gila. Sama tidak pedulinya dia dengan kata-kata kedua karyawan perempuan nyinyir itu. Sejak awal masuk kantor ini, Hanna sudah tidak suka dengan mereka. Dia beberapa kali memergoki mereka membicarakan karyawan lain dan yang paling Hanna benci adalah kata-katanya yang selalu penuh sindiran. Mungkin mereka sudah menelan akar pahit, sehingga seluruh hati mereka penuh dengan kepahitan. Dan Hanna tidak akan membuang-buang waktunya untuk meladeni manusia-manusia racun seperti itu. Hanna punya misi khusus bekerja di sini. Dia bukan hanya sekedar mencari makan di kantor ini. “Pembantu murahan, bekerjalah dengan baik, kalau tidak aku akan punya alasan untuk memotong gajimu. Maka kamu selamanya akan menjadi manusia miskin melarat.” Kata Sheila dengan tatapan kejam dan menghina. Setelah itu dia berbalik dan pergi sambil tertawa. Dia merasa puas sudah menebar kebencian terhadap Hanna. "Dia memang cewek kere, makanya selalu datang ke kantor dengan mengendarai motor bebek butut. Apa jadinya kalau gajinya dipotong?" “Iya. Apa jadinya ya? Ke kantor saja selalu membawa bekal, bisa-bisa tidak makan dia kalau gajinya dipotong.” "Kasihan sekali. Apa gunanya cantik tapi miskin?" Hahahaha... Dua orang karyawan perempuan itu tertawa keras. Rupanya mereka iri pada Hanna karena kecantikannya. Hanna hanya senyum-senyum saja. Lama-lama para burung beo itu akan capek sendiri. Tidak perlu ditanggapi serius. Malah dia bisa menguji kesabaran dan kekuatan mentalnya melalui keberadaan orang-orang seperti itu. Hanna pun tetap menikmati pekerjaannya. Banyak hal baru yang dia dapatkan selama dia bekerja. Dan setiap hari selalu ada saja hal-hal yang bisa dia diskusikan dengan kakeknya sambil menikmati makan malam. Namun sejak keberadaan Hanna diekspos oleh Sheila, beberapa orang rekan kerjanya terang-terangan menunjukkan sikap meremehkan. Bahkan ada rekan pria yang mencoba melecehkannya. Apakah orang-orang begitu menganggap hina seorang gadis miskin? Atau mereka begitu karena Sheila yang mengundang sikap dan perilaku seperti itu. Dia kan anak bos. Semua pasti berlomba-lomba mau menjilat. Siang itu, seorang karyawan pria mendekati Hanna yang sedang membuat minuman di cafetaria. "Tubuhmu seksi juga.." Pria itu berkata sambil matanya jelalatan memandang tubuh Hanna. Bahkan dengan beraninya dia menjawil dagu Hanna sambil tersenyum c***l. Hanna benci sekali melihat tingkah karyawan itu, yang sebenarnya usianya tidak muda lagi. "Jauhkan tanganmu kalau kamu masih membutuhkannya. Kalau tidak kamu akan memungutnya dilantai dalam beberapa potongan." Suara Hanna dingin dan tegas. Matanya bersinar kejam. Pria itu ketakutan dengan ancamannya. Dia menjauhkan tangannya dan langsung meninggalkan Hanna sambil mengumpat. Untunglah pikiran pria itu masih waras. Sekalipun tidak sekejam ancamannya, tapi Hanna pasti akan melakukan hal yang pada akhirnya akan disesali pria itu. Hanna pun melaporkan tindakan karyawan tersebut kepada bosnya. Bagaimana pun, ini sebuah kantor, instansi resmi, bukan hutan rimba. Kantor punya etika yang tidak bisa begitu saja dilanggar oleh para karyawan. Pria itu langsung mendapat teguran tertulis dari bos. Hari-hari Hanna berikutnya mulai agak tenang. Orang-orang yang awalnya terang-terangan melecehkan Hanna mulai menjaga sikap. Sekali pun masih ada yang suka julid, tapi Hanna menjalaninya dengan sabar. Hanna harus memenuhi syarat yang diajukan kakeknya untuk bisa masuk ke perusahaan keluarga, yaitu dia harus bekerja di kantornya sekarang selama setahun penuh. Kalau belum sampai setahun dia gagal, maka proses itu akan diulang lagi dari bulan pertama.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN