Bab 7 Pengalaman Pertama

1226 Kata
Hanna senang sekali bisa diterima bekerja dalam waktu yang sangat cepat. Dengan demikian dia tidak perlu menganggur terlalu lama. Dia perlu mengisi hari-harinya dengan kesibukan. Otaknya harus dipacu untuk terus bekerja. Ada tanggung jawab besar yang sedang menantinya. Dan satu hal, Hanna ingin hidupnya menjadi lebih baik. Bukan berarti semua lantas menjadi baik dengan mudah setelah dia mengetahui keberadaannya sebagai cucu orang hebat dan kaya raya, tetap dia harus tetap berusaha dengan kedua tangannya sendiri untuk menjadikan hidupnya lebih baik. Hanna tidak ingin keadaan memanjakannya. Hanna sangat bersemangat untuk itu. Hari ini adalah hari pertama ia akan memasuki dunia kerja. Terlalu semangat membayangkan suasana kerja seperti apa yang akan dia hadapi membuat Hanna tidak bisa memejamkan matanya lagi. Padahal jam dinding di atas TV LD layar lebar itu baru menunjukkan pukul lima lewat lima belas menit. Dia lalu memutuskan untuk jogging sebentar. Selama kuliah di Sydney Hanna selalu mengisi pagi dengan aktivitas sederhana itu. Dan begitulah dia menjaga tubuhnya tetap bugar. Beberapa hari terakhir ini Hanna melupakan kegemarannya untuk jogging karena mengalami gangguan tidur yang membuat jam bangun paginya kacau balau. Tapi mulai hari ini, Hanna akan mulai jogging setiap pagi. Hanna sudah memakai setelan olah raga favoritnya dan melangkah ke luar kamar sambil bersenandung. “Hanna?” Hanna terkejut, seketika menahan langkahnya. Hampir saja dia menabrak kakeknya. “Maaf, Opa..” Hanna berkata sambil meringis. Dia melihat kakeknya juga sedang mengenakan setelan olah raga. “Mau jogging?” Kakeknya bertanya saat melihat penampilan Hanna. “Iya, Opa.” “Ya sudah. Ayo!” Kakek langsung mengajak Hanna keluar rumah megah itu dan mulai berlari kecil. Hanna mengikuti sambil menatap punggung kokoh di depannya dengan penuh rasa sayang. Kakeknya sudah berusia enam puluh lima tahun, tapi masih terlihat enerjik dan awet muda. Awalnya Hanna mengira kakeknya baru berusia lima puluhan, tapi ternyata usianya jauh di atas perkiraannya. Yang membuat kakek terlihat tua hanya rambutnya yang sudah memutih. Sepertinya kakek tidak pernah berusaha menutupi ubannya dengan cat rambut. Kakek tidak malu malah terlihat bangga dengan rambut kelabunya. Mereka jogging bersama mengelilingi kompleks rumah. Hanna terpukau melihat betapa luasnya areal tempat tinggal mereka ini. Di depan ada halaman parkir yang luas dan di belakang ada kolam renang besar serta kebun buah-buahan. Dia semakin terpukau karena baru saat ini dia benar-benar memperhatikan rumah dan lingkungan sekelilingnya. Ini memenuhi gambaran Hanna tentang puri para bangsawan yang diceritakan dalam n****+-n****+ romantis Harlequin. Taman belakang rumah itu sangat indah dilengkapi dengan gazebo cantik untuk menikmati saat-saat santai keluarga. Sepertinya Kakek telah mempersiapkan segala fasilitas untuk memanjakan keluarga dengan sangat baik. Sayangnya tidak ada banyak anggota keluarga yang bisa menikmati semua fasilitas mewah itu. Sesaat Hanna merasa betapa sepinya rumah itu karena hanya dihuni oleh mereka berdua bersama beberapa orang pelayan. Hanna sempat melihat dalam foto keluarga yang dipajang di ruang keluarga, yang sepertinya dibuat saat mamanya masih remaja. Di dalam foto itu ada empat orang. Kakek, mamanya dan dua orang pemuda tampan yang berdiri mengapit mama dan kakeknya. Sepertinya usia kedua pemuda itu lebih tua dari mamanya. ‘Apakah mama punya dua kakak laki-laki?’ Hanna sempat bertanya dalam hati saat melihat foto itu. Setelah beberapa hari tinggal di rumah itu, tidak ada orang lain. Hanna hanya berdua dengan kakek. Kedua orang kakak mama itu di mana? Lalu nenek di mana? Ada banyak pertanyaan yang muncul dalam benak Hanna. Sepertinya ada begitu banyak misteri yang menyelubungi kehidupan keluarganya. Hanna sungguh penasaran dan ingin tahu, namun dia memutuskan untuk menyimpan pertanyaan-pertanyaan itu dalam hatinya. Dia yakin suatu hari nanti kakek pasti akan bercerita. “Ayo kembali. Sebagai karyawan baru kamu harus membiasakan diri untuk datang lebih awal ke kantor. Kalau kantor dibuka jam delapan, paling lambat setengah delapan kamu harus sudah berada di sana.” “Siap, Opa.” Hanna tersenyum sambil berbalik mengikuti kakeknya. “Opa akan meminta supir untuk mengantar jemput kamu.” Hanna nyaris tersedak mendengar kata-kata kakeknya. Dia berhenti berlari, menatap serius mata kakeknya dan berkata, “Opa, biar aku pinjam sepeda motor pak tukang kebun saja. Karena jika nanti aku ke kantor naik mobil mewah, bisa menimbulkan banyak pertanyaan. Waktu pesta saja teman-temanku sudah mulai bertanya-tanya. Opa tidak ingin identitasku terbongkar sebelum waktunya, kan?” “Dengan sepeda motor butut itu?” Kakek mengernyit tidak senang. “Ya!” Hanna mengangguk sambil tersenyum. “Tidak gampang mogok?” “Tidak, Opa. Semua bagian sepeda motor itu masih bagus.” Senyum Hanna semakin lebar. Kakek terlihat masih ragu-ragu. “Sepeda motor itu sudah berkali-kali aku bawa jalan-jalan, Opa. Dia juga sudah bolak-balik ke kantor waktu aku membawa lamaran. Tidak pernah bermasalah. Sudah teruji kemampuannya. Jadi Opa tenang saja. Oke?” Setelah diam sejenak, kakek akhirnya setuju. “Tapi kamu harus ingat untuk selalu berhati-hati.” “Siap, Opa!” Hanna tertawa senang. Dia hanya malas menjawab pertanyaan orang-orang. Lagi pula, dua juga tidak suka dengan kemacetan. Jadilah mulai hari itu sepeda motor pak tukang kebun menjadi kendaraan kesayangan Hanna. *** Belum setengah delapan pagi, Hanna sudah memasuki kantor barunya dengan tubuh segar dan wajah ceria. Keadaan kantor terlihat masih sepi. Hanna bertemu dengan petugas cleaning service yang terlihat baru saja menyelesaikan tugasnya. “Selamat pagi.” Hanna menyapa sambil tersenyum cerah. “Selamat pagi, Non.” Petugas cleaning service, seorang wanita, Hanna perkirakan usianya mungkin sekitar tiga puluhan, membalas ramah. “Perkenalkan, Bu. Saya Hanna, karyawan baru. Ini hari pertama saya bekerja.” Hanna segera menjabat tangan wanita itu dan memperkenalkan diri. ‘Oh iya, Non. Kemarin ibu Mira sudah menginformasikan itu kepada saya. Mari saya tunjukkan meja kerjanya, Non.” “Baik. Terima kasih, Bu.” Hanna mengikuti ibu itu sambil matanya terus memperhatikan setiap sudut kantor itu dengan teliti. Meja yang dimaksud oleh ibu itu adalah salah satu meja berisi komputer di seberang ruangan manajer HRD. Ada empat meja kerja di situ, masing-masing dilengkapi dengan personal computer. Masing-masing meja dibatasi dengan partisi setinggi d**a orang dewasa. Hanna menghembuskan napas lega. Tempat kerjanya cukup nyaman. Hanna pun segera duduk di kursinya. Sebuah kursi putar yang kokoh dan sepertinya telah disesuaikan dengan tinggi meja kerjanya sehingga Hanna merasakan posisi tubuh yang nyaman saat duduk dan mencoba mengetik di papan keyboard. Sangat memuaskan. Hanna tersenyum. Jam delapan kurang sepuluh menit ibu Mira sebagai manajer HRD tiba dan langsung mengajak Hanna masuk ke kantornya. “Kamu lulusan terbaik salah satu universitas terbaik di Australia, tapi memilih bekerja di perusahaan kecil seperti ini. Alasannya apa, Hanna?” Hanna tersenyum lalu menjawab tenang, “Saya hanya lulusan baru yang masih nol besar dalam hal pengalaman, Bu. Dan saya percaya akan mendapatkan banyak pengalaman dengan bekerja di sini.” Agak klise memang, tapi itulah tujuan Hanna bekerja di perusahaan ini. Kakeknya mengharapkan dia bisa mencari pengalaman kerja sebanyak-banyaknya. “Oke. Alasanmu cukup realistis.” Ibu Mira tersenyum setelah menatap Hanna dengan tatapan menilai. Gadis itu terlihat jujur. Itulah kenapa dia langsung menerima Hanna tanpa mengajukan banyak pertanyaan dalam wawancara. Dia hanya perlu melihat logo universitas tempat dia meraih gelar sarjana. “Baiklah, Hanna. Tolong kamu kerjakan beberapa pekerjaan ini. Sudah ada petunjuknya. Bisa kamu pelajari dulu, kalau ada yang tidak kamu pahami, jangan sungkan-sungkan untuk bertanya.” Ibu Mira berkata sambil memberikan sebuah map berisi dokumen. “Baik, Bu.” Hanna menerimanya. “Mari saya perkenalkan kamu kepada karyawan lain.” Ibu Mira lalu melangkah keluar ruangan dan Hanna mengikuti di belakangnya dengan patuh. Itulah seremonial seorang karyawan baru. Dan perjalanan penuh tantangan pun dimulai.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN