bc

Ternyata Gadis yang Aku Khianati Seorang Milyuner

book_age16+
760
IKUTI
4.9K
BACA
HE
heir/heiress
kicking
like
intro-logo
Uraian

Hanna mendapati kenyataan pahit cintanya dikhianati sang kekasih yang lebih memilih perempuan lain yang selama ini menjadi mimpi buruknya.

Sakit hati, kecewa dan benci menggoda untuk membalas dendam. Tapi Hanna punya pembalasan manis dengan caranya sendiri. Dia bukan lagi Hanna yang lemah. Dia adalah perempuan yang sudah melewati puluhan badai.

Tidak ada yang menyangka bahwa dia adalah pewaris tunggal sebuah perusahaan besar.

Cinta yang tersakiti pada akhirnya menemukan jalannya, ketika berjumpa dengan Ronald, seorang CEO muda yang luar biasa. Jatuh cinta, berhadapan dengan begitu banyak tantangan, dendam masa lalu dan keserakahan.

Pada siapakah akhirnya Hanna melabuhkan hati? Akankah dendam tetap menguasainya? Atau, akankah dia gunakan kekayaannya untuk menyingkirkan kerikil demi mendapat kebahagiaan sejati?

***

"Aku mencintaimu hampir separuh umur kamu, Han. Sementara pria itu baru mengenalmu beberapa hari. Bagaimana mungkin kamu mau mempercayakan sisa hidupmu padanya?"

"Kenapa tidak? Cintanya tulus. Tidak seperti cinta yang kumiliki selama hampir separuh usiaku namun pada akhirnya mengkhianatiku."

Hanna menatap lelaki tampan di depannya ini, sambil tersenyum sinis.

"Itu bukan kemauanku, Han. Aku tidak punya pilihan lain."

chap-preview
Pratinjau gratis
Bab 1 Cinta Pertama yang Dikhianati
“Mari kita sambut pasangan yang berbahagia, Edward dan Sheila!” Suara MC yang memandu acara resepsi pernikahan itu membahana, memenuhi segenap sudut ball room hotel nan megah itu. Semua tamu undangan berdiri dan menyambut dengan tepuk tangan bergemuruh. Ribuan pasang mata menatap takjub ke arah pengantin yang sedang berjalan sambil bergandengan tangan menuruni tangga melingkar yang dihias indah dengan rangkaian bunga dan pita. Dekorasi ruang resepsi dan pelaminan itu didominasi warna putih dan silver. Memberi kesan suci dan elegan. Pasangan pengantin yang saat itu sudah tiba di pelaminan didampingi orang tua kedua belah pihak terlihat sangat bahagia. Senyum lebar terus menghiasi wajah keduanya. Edward Sanjaya, anak kedua dan putra satu-satunya dari bapak Nicolas Sanjaya, seorang pengusaha paling sukses, bersanding dengan Sheila Dharmawan, putri bungsu dari bapak Erlangga Dharmawan, yang juga merupakan seorang pengusaha sukses. Keduanya dipersatukan dalam sebuah pernikahan, sudah bukan merupakan hal yang mengejutkan. Orang-orang menganggap pernikahan itu sudah sewajarnya terjadi. Edward dan Sheila seolah memang telah diciptakan untuk bersama. Pernikahan mereka menyatukan dua raksasa bisnis yang tentu saja akan semakin kuat pengaruh dan pamornya. Pesta pernikahan mereka malam itu sangat mewah dan megah, disaksikan oleh ribuan pasang mata yang tak henti menatap kagum ke arah pasangan pengantin yang sangat berbahagia itu. Di antara ribuan pasang mata yang begitu terpukau, ada sepasang mata bulat jernih yang menatap pasangan di atas pelaminan itu tanpa berkedip. Posisi tempat duduknya sengaja ia pilih berada dekat pelaminan, sehingga dapat melihat jelas ke arah pengantin. Dia telah menyaksikan dengan jelas bagaimana ekspresi wajah dari pengantin pria. Lama dia menatap pasangan yang mengundang decak kagum para undangan itu. Kecantikan dan ketampanan yang berpadu dalam kemewahan dan kemegahan, ditambah dengan latar belakang keluarga yang sangat kuat memang layak dikagumi. Mata bulat jernih itu berkedip dan tampak berkaca-kaca, seiring kesedihan yang mulai menyelimuti wajah cantiknya. Dia hanya bisa menunduk untuk menyembunyikan perasaannya yang bergejolak. Dia sudah berusaha untuk menahan hatinya untuk tidak terpengaruh oleh apa pun yang akan dia lihat di pesta itu nantinya. Tapi bagaimana pun, pria tampan yang sedang tersenyum bahagia sambil menggandeng gadis dalam balutan gaun pengantin itu adalah pria yang paling dia cintai. Acara saat itu baru separuh jalan, dan dia terus menguatkan dirinya untuk tetap bertahan menyaksikan pertunjukan kebahagiaan pasangan itu. Rangkaian acara demi acara terasa begulir dengan sangat lambat. Dengan susah payah dia berusaha membendung dorongan untuk berlari ke atas sana dan mengacak-acak pasangan pengantin yang terus menebar senyum itu. Tidak. Dia perempuan terhormat. Dia tidak akan bertindak sebodoh itu dan mempermalukan dirinya di hadapan ribuan tamu yang hadir malam itu. Selain itu dia punya rencana lain. Beberapa menit berlalu dalam suasana tidak mengenakkan. Hingga akhirnya gadis itu meraih clutch bagnya lalu dengan langkah tenang dan anggun, dia berjalan menuju ke pintu keluar. Terlihat dingin dan acuh tak acuh, melewati beberapa tamu yang menatap heran dan penuh rasa ingin tahu. Dia adalah seorang gadis cantik bertubuh tinggi langsing yang terlihat sangat memukau dalam balutan dress hitam panjang elegan yang semakin memancarkan pesona kulitnya yang putih bersih. Tentu saja keberadaannya cukup menarik perhatian. Beberapa orang yang ia lewati mendongak, menatap sosoknya dengan rasa ingin tahu. Tapi dia terus melangkah dengan penuh ketenangan, karena dia yakin teman-teman SMAnya yang pasti hadir dalam pesta itu tidak dapat mengenali dirinya dengan mudah. Karena penampilannya yang agak tomboi semasa SMA dengan rambut cepak telah berganti dengan penampilan yang sama sekali berbeda. Namun keyakinannya tidak sepenuhnya tepat. Edward, sang pengantin laki-laki, dari atas pelaminan telah dua kali menoleh dan menajamkan pandangannya. Sepertinya dia mengenali pemilik punggung putih mulus yang sedang berjalan menjauh itu. ‘Hanna?’ d**a Edward bergetar. Ada rasa rindu dan ketakutan yang tiba-tiba menyergapnya. 'Tidak! Itu pasti orang lain.’ Edward segera menggelengkan kepalanya. Tapi sekalipun terlihat agak berbeda dengan rambut lurus panjang sebahu, tubuh tinggi langsing itu masih sama persis dengan tubuh seseorang yang sangat dikenalnya. Edward menoleh kembali, namun sosok gadis itu sudah tidak terlihat lagi. “Ada apa, Ed?” Sheila bertanya curiga, melihat Edward beberapa kali menoleh ke arah pintu keluar. “Tidak. Tidak apa-apa.” Edward berusaha tersenyum, namun sinar ragu-ragu di matanya tak tersembunyikan. Hanna masih di Australia dan dia belum menerima info kalau gadis itu akan kembali ke tanah air. Edward terus berusaha meyakinkan dirinya bahwa Hanna, pacarnya, belum kembali dari Australia. Tidak bisa dibayangkan kalau Hanna sudah kembali dan benar-benar hadir dalam pesta itu. Seketika rasa dingin merayap di tulang belakang Edward. “Sekarang kita sudah sah sebagai pasangan suami istri. Aku tidak mau kamu jelalatan melirik perempuan lain, Ed!” Sheila berkata dengan nada memperingatkan. Edward tertawa. “Siapa yang jelalatan? Sudah, jangan lebay.” Edward berkata sambil menjawil dagu Sheila, menggodanya agar tidak marah-marah sekalian berusaha menenangkan dirinya sendiri. Tapi perasaan tidak enak itu tidak juga hilang. Edward kembali menoleh hingga beberapa kali, sekalipun sosok gadis itu sudah tidak terlihat lagi di sana. Itu sosok yang berbeda. Hanna setidaknya masih memerlukan waktu beberapa bulan untuk menuntaskan kuliah pasca sarjana. Tapi kalau memang itu bukan Hanna, mengapa dia mendadak merasa aneh? Hatinya gelisah dan tidak tenang. Edward akhirnya meletakkan piring makan yang sejak tadi di pegangnya di tumpukan piring kotor. Makanan yang tadi diambilkan oleh mamanya sama sekali tidak disentuh. Selain letih, Edward juga merasa selera makannya telah lenyap. Rasa aneh itu mengalihkan semua perhatiannya. Mungkinkah tadi itu memang Hanna? Edward mengusap wajah pucatnya yang berkeringat. Rasa bersalah merambat di hatinya, perlahan-lahan membawa Edward pada satu pemikiran betapa jahatnya dia. Jantungnya serasa diremas setiap kali wajah cantik dan ceria Hanna membayang di benaknya. Dia sudah menjadi penjahat besar dengan mengkhianati gadis itu. Hanna pasti tidak akan memaafkannya. "Kamu kenapa, Ed?" Pertanyaan tiba-tiba Sheila menyadarkan Edward dari lamunannya. Dia mengguncang-guncangkan lengan Edward dengan raut wajah kesal. Sepanjang pesta dia memperhatikan Edward bersikap aneh. Beberapa kali dia terlihat melamun sambil matanya tertuju ke pintu keluar. Siapa yang dia lihat? Sheila sekilas melihat sosok tinggi seorang perempuan bergaun hitam berjalan melewati pintu keluar, tapi dia tidak terlalu memperhatikan. “Apa yang kamu perhatikan sejak tadi, Ed?” Sheila bertanya tak sabar. "Tidak apa-apa, La." Edward menjawab tenang. Dengan cepat ekspresi wajahnya berubah, terlihat acuh tak acuh. "Kamu melihat seseorang yang kamu kenal?" Sheila yang tidak puas terus mengejar. Mata kwacinya menatap Edward curiga. Edward memalingkan wajahnya dari tatapan perempuan itu. Dia tidak mungkin mengungkapkan rasa aneh yang mengganggu konsentrasinya sejak tadi. Dia seperti melihat kehadiran Hanna. Gadis tinggi semampai yang berjalan ke arah pintu keluar, sekalipun tidak sempat melihat wajahnya, tetapi Edward merasa pemilik punggung yang menjauh itu adalah Hanna. Postur tubuh Hanna tinggi dan tegap. Dia adalah salah satu pemain andalan tim voly ball putri sekolah mereka. Dia seorang spiker hebat. Melihat tubuh menjulang dan langkah tegasnya, Edward merasa melihat Hanna. "Ed. Siapa yang kamu lihat?" Sheila kembali bertanya dengan nada merajuk. Edward menatapnya sekilas lalu menjawab acuh tak acuh, "Aku tidak melihat siapa-siapa. Tidak usah dipersoalkan. Aku cuma lelah dan mulai mengantuk." Percuma meladeni perempuan ini. Dia akan terus bertanya dan lama-lama bisa ribut. “Tapi, Ed..” Sheila rupanya belum puas dengan jawabannya.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
5.1K
bc

Pembalasan Istri Tersakiti

read
8.6K
bc

CINTA ARJUNA

read
14.1K
bc

Istri Tuan Mafia

read
17.6K
bc

Tergoda Rayuan Mantan

read
24.9K
bc

Ayah Sahabatku

read
26.4K
bc

Dipaksa Menikahi Gadis Kecil

read
22.6K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook