Chapter 8

680 Kata
Selamat membaca Sultan yang baru saja mencapai klimaks langsung menjatuhkan diri di atas tubuh Ajeng tanpa melepas miliknya. Ia memeluk tubuh Ajeng untuk yang pertama kalinya. Tidak biasanya ia seperti ini karena biasanya ia akan langsung pergi begitu saja setelah melepas hasratnya. Tapi entah kenapa sekarang perasaannya sangat aneh, ia seperti ingin terus berada di dekat Ajeng. Batinnya seakan menahannya untuk pergi. Sultan menghirup aroma tubuh Ajeng dalam-dalam sambil mencium lehernya. Ajeng menggertakkan giginya. "Minggir!" bentak Ajeng sambil mendorong tubuh Sultan kasar. Ia benci saat laki-laki b******n ini menyentuhnya. Ajeng langsung menuruni ranjang dan bergegas pergi ke kamar mandi. Ia ingin menghilangkan seluruh jejak Sultan di tubuhnya, aroma tubuh Sultan membuatnya merasa jijik. Tapi saat ia ingin pergi, tiba-tiba lengannya ditahan Sultan. "Mau kemana?" tanya Sultan tidak terima karena Ajeng lebih memilih pergi setelah berhubungan intim dengannya. Jujur saja harga dirinya terluka karena hal itu. Ia benar-benar merasa tidak dihargai sama sekali sebagai seorang laki-laki. Di tinggalkan pasangan setelah berhubungan intim itu adalah sebuah penghinaan besar bagi dirinya. Apa ia seburuk itu? Ajeng menghempaskan tangan Sultan kasar. Ia pergi begitu saja menuju kamar mandi sambil memegangi kepalanya yang terasa mencengkram. Bau parfum Sultan membuatnya mual. Dan itu membuat Sultan naik pitam karena Ajeng tidak menggubrisnya sama sekali. "Ajeng!!" panggilnya dengan nada tinggi. Sedangkan Ajeng hanya diam saja seakan tidak mendengar jika namanya dipanggil. Karena sangat emosi dengan sikap Ajeng yang acuh tak acuh, akhirnya Sultan beranjak dari ranjang dan berlari menyusul Ajeng. Tapi terlambat, karena pintu kamar mandi sudah dikunci oleh Ajeng dari dalam. "Sialan!" umpatnya kasar. Padahal saat ini ia tidak ingin pergi, ia hanya ingin tidur sambil memeluk Ajeng. Tapi ternyata malah Ajeng yang pergi meninggalkannya. "Arrgghh!!" teriaknya frustasi sambil memukul dinding kasar. Sultan terlihat sangat murka dengan sikap Ajeng. Karena itu, setelah selesai memakai pakaiannya kembali, ia langsung pergi dari kamarnya dengan perasaan dongkol sambil menutup pintu kasar. Sedangkan Ajeng di kamar mandi masih terus menggosok-gosok tubuhnya kasar dengan sabun, bahkan tubuhnya sampai memerah. Karena ia merasa jijik jika ada bekas laki-laki itu di tubuhnya. ***** Sultan mengerenyitkan dahinya karena baru saja melihat mobil dokter pribadi kakeknya keluar dari gerbang rumah. Ia merasa heran karena kakeknya sedang tidak sakit, tapi kenapa ada dokter yang datang? Memangnya siapa yang diperiksa? Tentu saja, ia tidak tau karena ia baru saja pergi berkumpul dengan teman-temannya yang ada di Yogyakarta. Saat ia memasuki rumah, ternyata semua anggota keluarganya sedang berkumpul di ruangan keluarga dengan wajah sumringah. Tidak, Bukan semuanya, tapi ada satu orang yang memasang wajah paling berbeda dari yang lain. Raut wajahnya terlihat kesal, kecewa, dan marah, semuanya bercampur aduk menjadi satu. Orang itu mengepalkan tangannya erat seakan sedang menahan amarahnya agar tidak terlihat oleh orang lain. Setelah mengucap salam, tiba-tiba Daru langsung menghampiri Sultan dan memeluknya erat. "Kenapa sih, Mas?" tanya Sultan bingung. "Selamat ya, kamu bentar lagi menjadi seorang ayah," ucapnya antusias sambil menepuk bahu Sultan. Daru sangat bahagia ketika mendengar kabar jika Ajeng hamil. Mungkin dengan adanya kehadiran seorang anak hubungan Sultan dan Ajeng akan menjadi lebih baik. Sultan tersedak ludahnya sendiri ketika mendengar ucapan Daru. Walaupun awalnya ia tidak pernah berpikir untuk memiliki seorang bayi, tapi tidak bisa di pungkiri jika sebenarnya di lubuk hatinya yang terdalam ia sangat bahagia saat mendengar kabar ini. Karena tidak percaya dengan ucapan Daru, akhirnya Sultan bertanya kepada Brama untuk memastikan ucapan kakaknya itu benar apa tidak. "Beneran, Kek?" tanya Sultan pura-pura bersikap tenang. "Iya, istri kamu memang hamil," sahut Brama tersenyum lebar. Sultan tidak bisa lagi menyembunyikan rasa bahagianya. Ia spontan memeluk tubuh Ajeng erat. "Kita akan segera memiliki bayi," tutur Sultan riang. "Aku akan menggugurkannya!" bisik Ajeng tepat di telinga Sultan. Deg Napas Sultan tertahan. Jantungnya seakan dicabut paksa dari rongga dadanya. Hatinya mendadak perih seperti tercabik-cabik. Sesak rasanya saat mendengar darah dagingnya akan dibunuh oleh ibunya sendiri. Bagaimana bisa Ajeng sekejam itu? Apa Ajeng benar-benar tidak menginginkan anak darinya? Entah kenapa saat memikirkan tentang hal itu membuat hatinya remuk redam. Bahkan saat ini ia kesulitan untuk bernapas seakan ia kehilangan seluruh oksigen di dalam dadanya. TBC.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN