Bab 5 Permintaan Maaf Rere

1408 Kata
Hari ini Rere dan Lingga sama-sama tidak masuk kuliah. Rere yang moodnya belum baik dan Lingga yang babak belur karena amukan Brian kemarin. Di kampus sudah heboh beredar video intim Lingga dan Rere via grup w******p. Video berdurasi sepuluh detik yang menampilkan Rere dalam kungkungan Lingga itu disertai caption “Percobaan Pemerkosaan.” Tentu semua penghuni kampus shock. Tidak menyangka Lingga yang cupu bisa melakukan hal menjijikan seperti itu. Mereka tidak pernah tahu isi full video itu karena sudah dipotong. Cyndi dan Meta yang baru berangkat juga ikut shock. Mereka langsung mencari sumber yang sudah pasti mereka curigai, menyusuri lorong demi lorong namun yang dicari belum juga ketemu. “Liat Brian nggak?” Cyndi bertanya pada salah satu mahasiswi yang mereka lewati. “Enggak tuh. Eh, berita itu bener nggak sih, Cyn?” Mereka tidak butuh pertanyaan balik karenaya alih-alih menjawab mereka lebih memilih berlalu begitu saja membuat si penanya menggelengkan kepala. “Nggak sopan banget, ditanya malah pergi!" gerutu si penanya. “Liat Brian nggak?” tanya Meta saat seorang teman berjalan mendekat. “Tadi pagi aku liat dia kaya buru-buru banget tapi nggak tau mau kemana.” “Liatnya dimana?” “Keluar pake mobil.” Tedi yang merupakan teman sekelas mereka terbiasa berangkat lebih pagi. Dia melihat pagi tadi Brian sempat ke kelas namun setelahnya pergi lagi dengan mobilnya. “Gimana, Cyn?” Cyndi juga bingung mau jawab apa. “Ya udah makasih ya, Ted,” balas Meta diangguki Tedi sebelum cowok berkulit sawo matang itu berlalu. “Kita kelas aja dulu, udah mau masuk.” Cyndi menggandeng tangan Meta menuju kelas. Di sepanjang koridor banyak mahasiswi berbisik-bisik saat mereka lewat. “Aku nggak bisa bayangin kalo Rere sampe tau, dia pasti sedih banget.” “Dia pasti udah tau kali Cyn, kan dia ada di grup juga,” balas Meta sembari menghela nafas panjang, menyayangkan sikap Brian yang kekanakan. Menurut Meta, Brian tidak bisa menjadikan hal kemarin sebagai pelajaran. Bukankah Brian melihat sendiri bagaimana sedihnya Rere saat pria itu dengan membabi buta menghajar Lingga. Sekarang dengan kejadian ini apa dia pikir Rere akan baik-baik saja. Apalagi Lingga yang dijelaskan dalam video sebagai pemerkosa. Tentu akan ada hal yang membuat mereka berseteru nantinya. Belum lagi kalau pihak kampus tahu, Lingga pasti akan dapat hukuman. Ini tidak seperti yang mereka rencanakan. Mereka hanya ingin membuat Lingga malu karena terpergok memesumi Rere, itu saja. Sedangkan rekaman itu mereka buat untuk mengancam pria itu agar tidak berbuat macam-macam. *** Di tempatnya Rere masih bergelung dalam selimut. Kemarin adalah hari yang melelahkan baginya. Dia ingin tidur sampai siang tapi niatnya urung saat notif pesan di ponselnya berbunyi. Banyak sekali pesan masuk dari teman-temannya menanyakan hal yang membuat Rere bingung. “Bener nggak si, Re, berita itu?” Begitu rata-rata isi pesan mereka. Ada juga Meta yang mengiriminya pesan, “Kamu jangan khawatir ya, Re. Kita bakal usaha selesein.” Rere penasaran ada apa sebenarnya. Pesan yang masuk di grup sudah lebih dari seratus jadi dia hanya membaca sekilas. Mengusap ponselnya, dia membuka pesan video dan .... Setitik air mata sukses terjun bebas di pipinya. Berbagai pikiran buruk berkecamuk di benaknya memikirkan hal-hal buruk yang mungkin bisa menimpanya setelah ini. Kemungkinan beasiswanya dicabut mungkin, atau lebih parah lagi diskorsing dan yang paling parah di DO. Lingga? Bagaimana dengan pra itu yang jelas-jelas dijadikan tersangka? Pasti hal buruk terjadi setelah ini. Sungguh, Rere menyesal tidak memikirkan kemungkinan terburuk dari rencana jahat mereka. Berjalan mondar-mandir, gadis itu sibuk mencari kontak bernama Brian kemudian mendialnya, menunggu panggilan tersambung. “Nggak aktif lagi!” Rere mencoba lagi namun hasilnya sama, tidak aktif. “Lingga, aku harus telepon Lingga,” gumamnya sebelum menyadari sesuatu. “Aku kan nggak punya nomornya, gimana dong?” Gadis itu menggigiti kuku jarinya seperti kebiasaan saat sedang panik. Mau bertanya pada Meta atau Cyndi yang mungkin memiliki nomor ponsel pria itu tapi mereka sedang ada kelas. Akhirnya dengan segala keyakinan, Rere bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan diri kemudian berangkat ke rumah Lingga. Kebetulan dia tahu di mana pria itu tinggal. Rere berniat menjelaskan pada Lingga sebelum pria itu salah paham. Walaupun sebenarnya sudah salah paham. Mematut sekali lagi di depan cermin kemudian mengambil tas setelah dirasa tampilannya sempurna. Rere melangkah keluar kamar kost dan menunggu driver ojol yang dia pesan melalui aplikasi online beberapa saat lalu. Tidak lama kemudian orang yang ditunggu datang. “Mbak Andrea?” tanya kang ojol memastikan. “Iya, Mas.” Rere mengambil helm yang disodorkan kang ojol. Detik berikutnya motor mulai melaju meninggalkan seseorang yang bersembunyi dibalik pohon besar di halaman tempat kost gadis itu. Rere turun dari motor kemudian menyerahkan kembali helm yang dipakainya pada kang ojol setelah sampai di rumah yang dituju. Membuka gerbang yang tidak ada penjaganya kemudian melangkah masuk. Rumah Lingga tampak sepi tapi motor yang biasa dipakai pria itu terparkir cantik di garasi yang kebetulan terbuka. Mengetuk pintu beberapa kali tidak ada jawaban. Rere mengintip dari balik tirai yang terbuka. Memang sepi, sepertinya tidak ada orang. Mencoba mengetuk sekali lagi namun tetap tidak ada yang menjawab salam membuatnya membalikkan badan bersiap melangkah pergi. “Ngapain kesini?” Sebuah suara yang Rere yakini adalah suara pria yang dicarinya terdengar. Gadis itu berbalik dan benar saja Lingga berdiri di sana dengan hanya mengenakan celana jeans, topless. Membuat Rere seketika menutup mata namun terlambat karena terlanjur melihat perut kotak-kotak di depannya. Rere tidak menyangka dibalik kacamata tebalnya Lingga memiliki tubuh yang bagus. Tampilan Lingga memang cupu tapi dia gemar melakukan gym untuk tetap menjaga tubuhnya yang sudah terbentuk sempurna. “Aku .... ” “Mau masuk?” tanya Lingga. Rere mengangguk. “Kamu mungkin akan keluar dalam keadaan berbeda setelah masuk rumah ini.” “Huh?” Rere yang bingung tidak mampu mencerna ucapan Lingga. “Mau masuk nggak?” “Iya.” “Yakin?” Rere mengangguk lagi. Dia sudah bertekad untuk meminta maaf pada Lingga. Pria itu membuka lebar pintu membiarkan Rere masuk. Detik berikutnya suara pintu terkunci terdengar membuat Rere menoleh cepat. “Kok dikunci?” Ada kepanikan dalam nada bicara gadis itu. Lingga tidak menjawab lalu melangkah mendekati Rere. Tatapannya dingin menembus netra hitam kelam milik gadis itu. Rere mundur selangkah, “Ka- kamu mau ngapain?” tanyanya. “Ngelanjutin yang kemarin belum selesai,” jawab pria itu tanpa ekspresi. Rere sampai tidak mengenali Lingga yang sekarang terkesan dingin dan datar. “A- apa maksud kamu?” gagap Rere, kepanikan mulai menyerbu hatinya. Dia menatap berkeliling berharap ada orang lain di rumah ini yang bisa dia mintai tolong jika terjadi hal yang tidak dia inginkan. ”Nggak ada siapa pun di rumah ini selain kita.” Seolah mengerti apa yang Rere pikirkan, Lingga berujar tenang. “Kita?” tanya Rere tanpa sadar karena panik. “Iya, bukankah sekarang ada kamu dan aku?” Rere yang merasa ada yang tidak beres kembali mundur, namun selangkah kakinya mundur selangkah juga Lingga maju. Rere berniat lari saat pergelangan tangannya dicekal kuat oleh pria yang ternyata mempunyai sisi lain mengerikan itu. “Lepasin! Aku mau pulang!” teriaknya. Lingga tersenyum miring, jenis senyum yang menurut Rere sangat menyebalkan. “Pulang? Bukannya tadi kamu bilang mau masuk?” Rere ingat ucapan Lingga sebelumya kalau dia akan pulang dalam keadaan berbeda. Apa maksudnya? “Lagipula aku belum tau maksud kedatangan kamu kesini.” “Tolong, Lingga. Aku pingin pulang.” “Nggak semudah itu.” Rere kaget saat tiba-tiba tubuhnya melayang. Lingga menggendongnya seperti karung beras kemudian membawa Rere naik ke lantai dua. Tidak dia pedulikan rontaan gadis itu. Lingga membuka pintu kamar kemudian menguncinya. Menarik tas yang Rere pakai dan melemparnya asal setelah menurunkan sang gadis. “Lingga, kamu gila!” teriak Rere, dia tahu apa yang hendak pria itu lakukan padanya. “Gila? Kamu pikir yang kalian lakuin kemarin nggak gila, huh?” desis Lingga tepat di depan wajah Rere. “Aku emang gila dan itu karena kamu. Sekarang akan aku tunjukkan pemerkosaan yang sebenernya sama kamu.” Lingga melepas paksa pakaian yang Rere pakai setelah mengangkat dan melemparkan gadis itu ke tengah ranjang. “Jangan, Lingga ... please ... ” mohon Rere dengan derai air mata yang sudah tidak bisa lagi dia bendung. Akan seperti apa masa depannya jika pria itu benar-benar melakukan niatnya. “Aku minta maaf atas semua yang terjadi kemarin, aku mohon!” “Hanya kemarin?” Lingga mendengus. Rere yang bingung tidak ambil peduli, mungkin kesalahan-kesalahan dia sebelumnya yang sering membully pria itu. Yang dia pikirkan sekarang adalah bagaimana caranya lepas dari pria yang ternyata iblis ini.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN