Bab 3 Ide Gila

1288 Kata
Lingga duduk termenung bersandar pada ranjang kamarnya di lantai dua, mengingat kembali tindakan konyolnya tadi malam yang nekat mengungkapkan perasaan pada Rere. Dia sangat tahu gadis cantik itu tidak pernah sedikit pun tertarik padanya. Ada sedikit penyesalan menyusup mengingat betapa marah Rere karena merasa dipermalukan olehnya. Menghela nafas yang terasa berat, dia merasa bodoh sudah mengikuti saran Sandra untuk menembak Rere di tempatnya bekerja. Karena menurut Sandra cuma itu satu-satunya cara. Tidak mungkin kan gadis itu mau diajak bertemu berdua saja dengan Lingga? “Halo.” Lingga menjawab panggilan telepon yang beberapa kali berdering namun dia abaikan sebelumnya karena lebih memilih termenung. “Gimana, sukses?” tanya suara di seberang terdengar antusias. “Udah tapi kayanya dia malah jadi kesel sama aku.” “Kok gitu?” “Aku terlalu buru-buru sampe nggak perhatiin sekitar jadi ngomongnya rada kenceng dan menarik perhatian semua orang,” balas Lingga penuh sesal. “What?” Sandra menutup mulutnya yang reflek menganga. “Aku nyesel banget sumpah. Dia pasti malu banget.” “Terus?” “Ya udah aku pergi aja dari sana.” “Gitu aja? Wah parah!” Menurut Sandra tidak seharusnya Lingga meninggalkan Rere begitu saja apalagi dalam keadaan menahan malu seperti itu. Duh! Sahabatnya ini bodoh atau bagaimana sih? Masa harus diberitahu semua. “Ya ... gimana? Aku juga bingung harus ngapain. Aku nggak tega liat dia malu.” “Harusnya ajak dia pulang dong, Lingga. Jam segitu kan Rere udah waktunya pulang.” Lingga benar-benar tidak peka. Sandra sengaja menyuruhnya nembak di kafe saat jam kerja Rere habis supaya mereka bisa bicara lebih banyak. Nah ini malah pergi begitu saja. “Terus dia jawab apa?” tanyanya kemudian. “Nggak usah dijawab juga aku udah tau kalo dia nggak mungkin terima.” “Jangan gitu juga lah, kalo kamu bener-bener suka pepet terus, dong.” “Yang ada dia makin ilfeel sama aku.” “Ya udah deh ntar kita bahas lagi, aku mau keluar nemenin mama belanja. Bye, Lingga.” Sandra menutup panggilan sepihak. Sebenarnya ada rasa tidak rela Lingga menyukai gadis lain apalagi sampai berani mengungkapkan. Terlihat jelas oleh Sandra seberapa besar cinta pria itu pada Rere membuatnya harus mengubur dalam-dalam perasaan cinta yang dirasakannya pada pria yang menjadi temannya sejak kecil itu. Ya, Sandra menyukai Lingga sejak mereka masih remaja. Kebersamaan mereka yang tidak sebentar walau berbeda tempat tinggal nyatanya mampu menumbuhkan benih-benih cinta dalam hati gadis itu. Hanya saja tidak terjadi juga dengan Lingga. Pria itu malah kepincut adik tingkatnya yang menurut Sandra biasa-biasa saja dilihat dari cara berpakaian Rere yang sederhana. Tapi Sandra bukan gadis jahat yang akan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan Lingga. Dia bahkan menyarankan sahabat satu-satunya itu untuk mengungkapkan perasaannya pada Rere alih-alih menyetujui rencana perjodohan yang orang tua mereka rencanakan. Dia bisa saja setuju dan memaksa Lingga menyetujuinya juga, namun baginya melihat Lingga tersenyum diam-diam saat memperhatikan Rere adalah hal yang paling membahagiakan. Dia akan rela melepas rasa cintanya perlahan walaupun sulit demi melihat Lingga bahagia. Hebat kan Sandra? “Aku harus move on!” gumam Sandra menguatkan diri sebelum keluar kamar dan menemui sang ibu yang sudah menunggunya di mobil. *** Rere membuka pintu kamar kost yang sudah ditempatinya sejak tiga tahun lalu, mempersilakan ketiga temannya masuk. Seperti biasa Cyndi yang selalu berinisiatif mengambil peralatan makan untuk menyalin makanan yang baru mereka beli. “Re, kamu nggak bosen apa tinggal sini mulu?” Meta bertanya, pasalnya Rere tidak pernah pindah tempat kost dari pertama kali masuk kuliah. “Ya ... bosen nggak bosen. Buat aku yang penting bisa tidur nyenyak dan lakuin aktifitas sehari-hari di mana pun tempatnya nggak masalah si. Ini udah lebih dari cukup buat aku. Lagian ya ... males kalo harus pindah-pindah belum lagi adaptasi sama orang baru. Huh, rempong!” Padahal itu alasan Rere saja. Siapa sih yang tidak mau pindah ke tempat yang lebih baik? Hanya gadis itu belum mampu. Hidup di tempat seperti ini saja dia sudah bersyukur bukan main. Sementara para wanita sibuk mengoceh dengan mulut penuh makanan, Brian malah sibuk memperhatikan Rere. Gadis itu memang bisa menyembunyikan segala masalahnya di balik senyum manis yang dia miliki. Rere juga kerap kali bersikap galak pada orang-orang yang mendekatinya semata-mata untuk menutupi kelemahannya. Dia tidak ingin terlihat menyedihkan di depan orang lain. Hanya saja tidak berlaku bagi Brian. Pria itu selalu tahu apa yang dirasakan Rere. “Eh, kamu belum cerita ke kita loh.” Meta menyenggol tangan Rere yang dibalas dengan tatapan bodoh membuatnya mendengus, sedangkan Brian hanya terkekeh. “Dia mah suka pura-pura bego, Met,” timpal Cyndi. “Emang apa yang harus aku jelasin?” “Ya udah si Re cerita aja, mereka bakal terus kepo kalo kamu diem aja.” Tidak dipungkiri Brian juga ingin tahu seberapa berani Lingga mendekati Rere. Di antara banyaknya pria yang menyukai gadis itu, bagi Brian Lingga lah saingan paling berat. Justru di balik penampilan Lingga yang berbeda itulah tersimpan pesona yang luar biasa. Hanya saja Rere tidak menyadarinya. Brian kurang lebih sama seperti Sandra yang menyukai sahabatnya diam-diam dan tidak berani melangkah lebih jauh karena takut hubungan mereka menjadi renggang. Cyndi menoyor kepala Brian yang duduk di depannya, “Ye ... bilang aja kamu juga kepo!” “Ya iyalah kepo, secara ini Lingga loh, Lingga! Kamu tau nggak sih, ini tuh kejadian langka. Seorang Lingga nembak cewek dan sialnya cewek itu sahabat kita. Hahaha ... aku sih nggak tau Rere lagi sial apa beruntung,” seru Meta menggebu-gebu sambil terbahak. Entah kenapa tawa Meta kali ini terlihat menyebalkan di mata Rere. Entahlah, ada rasa yang sulit dia cerna mendengar sahabatnya memuji sekaligus menghina pria yang semalam menjungkirbalikkan perasaannya. “Eh siapa bilang Rere sial, justru dia beruntung. Seorang Lingga aja bisa loh sampe nekat nembak dia.” Brian tahu ada yang tidak beres dengan tatapan gadis itu saat melihat Meta berbicara. “Jangan salah butuh keberanian luar biasa buat bisa ngomong cinta ke cewek apalagi bagi cowok sekelas Lingga yang konon katanya cupu itu,” imbuhnya. “Cie ... kayaknya ada yang lagi curhat nih.” Cyndi menaikturunkan alisnya menggoda Brian. “Ada yang belum berani ngomong cinta,” kekehnya dengan ucapan sendiri. “Siapa?” Si tidak peka Rere bertanya. “Brian?” tunjuknya takjub, tidak menyangka pria itu sudah punya gebetan. “Kok nggak cerita sama aku, wah nggak adil nih. Masa Meta sama Cyndi tau aku nggak dikasih tau sih!” dengusnya menggelikan. “Siapa? Cyndi mah asal ngomong aja,” kilah Brian. Rere bergantian menatap penuh selidik pada ketiga sohibnya membuat Cyndi merutuki kebodohannya. Dia keceplosan. Cyndi dan Meta memang sudah tahu Brian menyukai Rere tapi mereka lebih memilih diam tidak ingin ikut campur, biar jadi urusan pria itu. “Balik lagi ke Rere, ini anak pinter banget ngalihin pembicaraan.” Meta menatap tajam Rere yang masih cengar-cengir menggoda Brian sekaligus mengalihkan rasa ingin tahu Rere tentang gadis yang Brian suka. “Ya gitu lah pokoknya ....” Rere kemudian bercerita panjang lebar tentang kejadian semalam. Intinya dia menyalahkan Lingga karena membuat dirinya malu untuk menutupi perasaan yang sebenarnya senang saat Lingga menembaknya. “Dasarnya cupu ya gitu, nembak orang juga ujung-ujungnya bikin malu.” Rere tersenyum canggung pada Meta yang tampak kesal. Dia jadi menyesal menyalahkan Lingga di depan mereka. “Gimana kalo kita bales, Re?” Untuk urusan akal licik memang Cyndi ahlinya. “Bales ngapain?” Aduh! Perasaan Rere nggak enak nih. “Bikin dia malu lah ... biar kamu nggak malu sendirian.” “Bener Cyn, dasar cowok cupu nggak ada akhlak! Emang nggak bisa apa dia ngomong pelan-pelan?” Menghela nafasnya pelan, Rere tidak ingin membuat masalah. Tapi kalau dua wanita di depannya sudah memutuskan dia hanya bisa ikut. Dia tidak ingin terlihat bodoh apalagi merasa bersalah pada Lingga. Bukankah Rere egois?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN