Bianca dan Haikal saling pandang sesaat.
Bianca dengan langkah cepat memburu Raymond yang sedang memasukkan piring-piring dan alat-alat makan lainnya yang sudah dia bersihkan sebelumnya dari sampah-sampah makanan, ke dalam mesin pencuci piring.
"Duh, Ray. Kok malah cuci piring. Sudah, sudah. Kamu duduk aja. Biar Tante yang ngerjain," cegah Bianca panik. Tak menyangka Raymond mencuci alat-alat bekas makan.
"Nggak papa, Tante. Aku udah biasa kok," ujar Raymond dengan sikap santainya.
Bianca raih sisa piring-piring yang masih ada di atas sing dan memasukkannya ke dalam mesin cuci piring. Lagi-lagi Bianca terkesima melihat susunan alat-alat makanannya di dalam mesin cuci piringnya. Sangat rapi dan beraturan.
Sementara Haikal berdiri mematung di belakang mamanya yang sibuk meraih piring-piring dari tangan Raymond dan Raymond yang berdiri mengamati wajah mamanya yang terlihat cemas.
Entah kenapa Haikal jadi ikut tergerak membantu keduanya. Dia raih tisu tebal dari samping kulkas dan ikut melap-lap meja dapur dari percikan-percikan air keran.
"Udah, Ma. Mama istirahat aja. Biar aku dan Raymond yang bersiin dapur," ujar Haikal pelan. Dia tidak tega melihat wajah letih mamanya yang terbungkuk-bungkuk memasukkan alat-alat makan yang kotor ke dalam mesin pencuci piring.
Bianca menghela napas kasar. "Duh, Ray. Apa kata Mami kamu nanti," ujar Bianca yang mendadak merasa tidak enak.
Raymond tersenyum melihat wajah cemas Bianca.
"Nggak papa, Tan. Aku udah biasa ngerjain ini di rumah. Terutama kalo asisten Mami sedang pulang kampung," ujar Raymond.
Haikal raih bahu mamanya dan menariknya dari sing dapur.
"Udah, Ma. Nggak papa. Mama istirahat aja," desah Haikal pelan.
Bianca masih menoleh ke arah Raymond yang kini sedang membersihkan sing dapur dengan lap dan cairan khusus. Tangan Raymond terlihat sangat lincah dan cekatan saat melakukannya.
Bianca akhirnya membiarkan Raymond dan Haikal bekerja sama membersihkan dapurnya. Dia duduk di atas sofa sambil mengawasi keduanya.
"Jumat depan, jangan telat lu datang," ujar Haikal tanpa menoleh ke Raymond yang berdiri di sampingnya.
"Jam dua siang kan?" tanya Raymond memastikan.
Haikal tidak segera menjawab. Dia malah menoleh ke arah mamanya yang sedang duduk di sofa.
"Bisa lebih awal nggak? Lu dan gue bantu Mama gue masak," bisik Haikal.
Raymond menyenggol lengan Haikal dengan sikutnya. "Oke," ucapnya setuju.
Bianca terkagum-kagum melihat tubuh Haikal dan Raymond yang masih berdiri di depan sing dapur. Raymond terlihat lebih tinggi dari putranya. Tak menyangka Raymond yang kelihatannya bak pangeran manja, ternyata sangat lihai mengerjakan pekerjaan rumahan. Bianca pun sempat menoleh ke arah meja makan yang sudah sangat rapi dan bersih.
Selama ini yang dia dengar dari gosip-gosip ibu-ibu arisan kelompoknya bahwa hidup Anita sangatlah wah dan glamor. Ternyata di balik kemewahan kehidupan Anita, dia berhasil mendidik putranya menjadi sosok yang rajin. Tak mengherankan Raymond mau membantu membawakan tas-tasnya sebelum memasuki ruang arisan beberapa minggu lalu di sebuah hotel berbintang.
"Kok langsung pulang? Capek lo habis beberes. Tante buatkan minuman hangat ya?" tawar Bianca yang melihat Raymond meraih ranselnya dan meletakkannya di pundak kirinya.
"Udah sore banget, Tante. Udah janji sama Mami nggak kemalaman pulangnya," balas Raymond. Dia sudah bisa mengatur emosinya di hadapan Bianca sekarang. Jika sebelumnya dia tidak bisa mencegah detak jantungnya yang sangat kencang, kini dia bisa lebih tenang dan bisa lebih lama menatap wajah cantik nan mulus Mama Haikal itu.
Bianca menelan ludahnya menahan rasa gugup ditatap hangat Raymond.
"Ya. Hm ... ok," ucap Bianca yang tiba-tiba terlihat bingung.
"Lu mau jemput Beth?" tanya Haikal tiba-tiba. Dia ingat kata-kata Raymond ketika berbicara lewat telepon. Raymond meminta Beth untuk menghubunginya jika selesai dari salon.
Raymond melirik ke arah Bianca yang seperti tidak nyaman mendengar nama Beth disebut Haikal.
"Ya. Gue masih nunggu telfon dari dia. Sambil nyetir sambil nunggu panggilan dari dia," ujar Raymond. Matanya masih saja tertuju ke wajah Bianca yang salah tingkah.
Haikal dan mamanya mengiringi langkah Raymond menuju pintu depan.
"Kapan arisan lagi, Tante?" tanya Raymond saat sudah mengikat tali sepatunya.
Haikal terlihat terkejut mendengar Raymond yang seperti sudah mengenal mamanya sebelumnya.
Bianca tersenyum melihat keterkejutan Haikal.
"Jadi Mama itu beberapa minggu lalu sudah pernah bertemu Raymond. Raymond ini anak temen arisan Mama yang namanya Anita. Tapi maminya panggilnya Cello, bukan Raymond," jelas Bianca akhirnya.
"Ooo...." Haikal mengangguk-angguk mengerti. Sekilas hatinya berdetak kala melihat tatapan tak biasa Raymond ke wajah mamanya. Apa ini alasan Raymond mendekatinya? Ingin mendekati mamanya? Apa Raymond menyukai mamanya? Haikal lalu mengingat Beth. Sepertinya tidak, Raymond sendiri sudah memiliki kekasih yang baru saja dipacarinya beberapa minggu ini. Apalagi Raymond sebelumnya jelas-jelas menyebut kata Sayang saat berbicara lewat telepon genggamnya. Haikal tepis prasangka anehnya.
"Oh Iya. Yah, bulan depan arisannya. Denger-denger di daerah puncak," ujar Bianca.
"Wah. Tambah jauh," decak Raymond.
"Jangan lupa, Ray. Jumat depan," sela Haikal semangat. Entah kenapa dia mulai menyukai teman barunya ini.
"Jangan khawatir, Kal. Jam satu gue udah di sini," ucap Raymond yakin. Lalu dia kembali menatap Bianca.
"Ok, Tante. Aku pamit dulu," ujarnya kemudian seraya membungkukkan badannya, dan menyerahkan tangannya ke hadapan Bianca. Raymond kecup lembut punggung tangan Bianca dengan bibirnya.
Bianca terperangah atas sikap Raymond. Lidah dan bibir Raymond terasa di punggung tangannya.
"Makasih ya, Ray. Jangan kapok," ucap Bianca yang berusaha bersikap tenang.
Dan Haikal kembali menemani langkah Raymond hingga ke mobilnya.
Bianca masih berdiri di pintu utama, mengamati keduanya.
Tak lama kemudian terdengar bunyi pintu mobil ditutup pelan. Raymond sudah duduk di depan setir.
"Thanks for helping her," ucap Haikal. "Mereka emang selama ini dimanja Mama gue. Gue juga dimanja. Mungkin kerjaan lu rapi, makanya Mama gue biarin lu ngerjain meskipun dia awalnya mencegah. Mama gue tuh orangnya nggak percayaan ma kerjaan orang. Apalagi yang namanya beberes rumah. ART cuma disewa beberapa kali aja kalo benar-benar diperluin. Mama gue emang begitu,"
Raymond menghela napas panjang. Dia lega mendengar ungkapan Haikal yang sangat berguna untuk kelanjutan perencanannya.
"It's okay. Jumat depan kita bantu Mama lu lagi," usul Raymond seraya menatap wajah Haikal penuh kehangatan.
Haikal terlihat sangat senang. Entah kenapa dia jadi berat melepas kepergian Raymond.
"See you next Friday night," ucap Raymond yang sudah siap-siap memundurkan rubinya.
Haikal mengangkat tangannya ke arah mobil Raymond yang sudah menjauh darinya.
Cukup lama dia amati p****t mobil Raymond. Ada dua hal yang mengejutkannya sore ini, Raymond yang mau menjalin kasih dengan perempuan sederhana yang bernama Beth, dan Raymond yang ternyata sangat rajin dan tidak malu mengerjakan pekerjaan yang biasanya dikerjakan kaum perempuan.
Bersambung