"Oh...." angguk Bianca. Dia senyum-senyum melihat Raymond. "Baik sekali anak Mbak Anita. Ini tadi bantuin aku bawain barang-barang lho," puji Bianca dengan mata binarnya. Raymond terperangah melihat mata indah itu. Bibirnya gemetar saat matanya beradu dengan mata Bianca. Duh, ada apa dengan gue? Gumam Raymond dalam hati.
"Kok bisa?" delik Anita yang bangga anaknya dipuji-puji Bianca. Cara Bianca memuji sangat menghangatkan perasaan Anita.
"Aku balik lagi ke lobi ya, Mi?" pamit Raymond tiba-tiba.
"Loh? Tunggu di sini aja, Cello," cegah Anita. Dia sangat senang dengan kehadiran Raymond di ruangan arisan tersebut. Karena pastinya dia akan dipuji-puji setinggi langit oleh teman arisan lainnya karena memiliki seorang anak tampan, pintar dan penurut.
"Iya. Di sini aja. Rame. Ngapain sendirian di lobi? Nggak senyaman di sini...." Bianca ikutan membujuk Raymond.
"Nggak papa, Tan, Mi. Aku di lobi aja," ucap Raymond. Dia terlihat siap-siap ke luar dari ruangan tersebut.
Bianca dan Anita saling pandang lalu keduanya melihat punggung Raymond menjauh.
"Anak seumuran itu susah susah gampang dimengerti," decak Anita. "Nggak paham aku apa maunya sebenarnya," lanjutnya.
"Sama, Mbak. Aku juga kurang lebih begitu," tanggap Bianca.
Bianca yang terlalu senang dengan acara arisan yang berlangsung dari siang menjelang sore itu jadi lupa dengan perkenalannya dengan Raymond. Saat pulang saja dia malah lupa menyapa Raymond kembali. Pikirannya tertuju ke tas-tas yang dia bawa dari butiknya yang diborong para sosialita, termasuk Mami Raymond. Meski sedikit, tapi Bianca sangat bersyukur.
Sementara itu saat acara arisan selesai, Raymond berusaha mencari sosok yang bernama Bianca lagi. Tapi, ternyata dia tidak menemukannya lagi.
***
Malam itu Raymond tidak bisa tidur memikirkan sosok cantik yang bernama Bianca. Yang menyenangkan hatinya adalah ternyata Bianca merupakan Mama dari orang yang dia kenal, teman satu kelasnya.
Raymond tidak begitu mengenal Haikal. Seperti murid-murid lainnya di sekolah, yang dia tahu tentang Haikal adalah seorang murid laki-laki yang memiliki Mama yang sangat cantik lagi janda. Tapi dia tidak pernah mau tahu rupa dan bentuk Mama Haikal tersebut. Jika ada momen perkumpulan para wali murid di sekolah, tidak seperti murid-murid lainnya yang curi-curi pandang melihat penampakan Mama cantik itu, Raymond malah tidak ingin tahu.
Malam ini Raymond malah asyik berselancar di dunia maya, melihat isi i********: sosok yang bernama Bianca tersebut. Tidak banyak foto-foto yang menunjukkan dirinya. Lebih banyak produk-produk jualan yang Bianca pamerkan.
Raymond pun ingin mengamati wajah cantik dan penuh senyum itu di i********: Haikal. Juga tidak banyak. Tidak menyerah, dia buka i********: milik Abimanyu, salah seorang sahabat Haikal. Ah, untung tidak diprivasi, sehingga bisa dia melihat foto-foto yang menunjukkan kegiatan Abi yang sangat sering menghabiskan waktu dengan Haikal dan yang lainnya. Foto Bianca pun banyak di laman instagramnya.
Bersama mamaku yang paling baik dan cantik, begitu salah satu caption di bawah sebuah gambar Bianca sedang merangkul Abi dari belakang. Foto yang kedua menujukkan Bianca sedang mencium pipi gembul Abi dan ketiga menunjukkan Abi yang sedang disuapi sepotong kue oleh Bianca.
Raymond menghela napas panjang. Sedekat itukah mereka? Karena ada sebuah keakraban yang ditunjukkan di foto lain di laman i********: Abi. Bianca sedang dipeluk Haikal dan sahabat-sahabatnya. Bianca terlihat sangat menyayangi mereka.
"Seandainya...." Raymond mulai berandai-andai. Namun wajahnya muram seketika. Rasanya aneh menyukai seorang perempuan yang usianya jauh di atas usianya, yang lebih pantas dia panggil Mama. Raymond tertawa kecil mendengar seloroh Farel yang menyebut dirinya Papa Tiri. Dua sahabat Haikal lainnya, Irfan dan Abi, juga menganggap diri mereka Papa Tiri Haikal. Raymond yakin mereka tidak memiliki perasaan apa-apa terhadap Bianca. Menyebut Papa Tiri hanya sebatas candaan, karena Bianca memang sangat cantik jelita, baik hati pula.
Raymond menghela napas panjang. Lalu dia raih guling dan mendekapnya sambil membayangkan memeluk tubuh indah Bianca.
"Ini cinta," ucapnya. Seketika dia merasakan suhu tubuhnya tidak teratur. Kadang terasa panas, lalu berubah dingin seketika.
Malam itu Raymond berulang kali berusaha tidur, tapi matanya tidak mau terpejam lama, selalu saja terganggu oleh bayang-bayang wajah Bianca yang dipenuhi senyum, seolah tidak mau pergi dari pikirannya.
***
Raymond terbangun pada pukul setengah empat pagi.
"Astagaaa. What the heck," umpatnya mengutuk dirinya sendiri. Raymond masih tidak percaya atas apa yang dia alami sekarang. Jatuh cinta kepada tante-tante? Normalkah dia? Memikirkan berdekatan dengan perempuan yang lebih pantas dia panggil Mama atau Tante itu. Dia remas rambutnya seakan ingin mengusir perasaan yang tiba-tiba membuatnya gemetar dan deg-degan mengenang pertemuan pertamanya dengan Bianca.
"Bianca," desahnya. Raymond gigit bibirnya dan memejamkan matanya membayangkan tubuh Bianca benar-benar ada di hadapannya.
"Mami nggak boleh tau ini," gumamnya dalam hati. "Gue jatuh cinta."
Raymond menghela napas panjang. Rasanya tidak salah mencoba mendekati Bianca. Tapi, pasti Mami tidak akan menerima kenyataan bahwa dirinya jatuh cinta kepada seorang perempuan yang lebih tua dari usianya. Terlebih maminya sangat mengenal perempuan tersebut.
Akhirnya Raymond pun memikirkan bagaimana caranya agar dia bisa menjalin 'hubungan serius' dengan Bianca, tapi maminya dan orang-orang yang mengenalnya tidak mencurigainya.
"Gue harus deketin Haikal," ucapnya dalam hati. Dia terus berpikir keras. Entah kenapa tiba-tiba bayang-bayang wajah Jessica terlintas di benaknya. Raymond tersenyum membayangkan dirinya mengupah Jessica untuk berpura-pura pacaran dengannya. Tapi dia menggeleng karena Jessica adalah sosok yang sangat dikenal di sekolah. Jessica memiliki banyak teman, dan gadis itu juga sangat menyukai dirinya. Bisa amburadul rencananya.
Raymond lalu berpikir apakah slah satu temannya yang bernama Nori bisa diajak kerjasama. Raymond menggeleng lagi. Nori sangat dekat dengan Haikal cs. Ada kemungkinan dia akan bercerita panjang lebar mengenai dirinya yang dia upah untuk menjadi pacar pura-pura.
"Siapa ya...."
***
Dengan sekuat tenaga Raymond paksakan untuk tetap bersekolah keesokan paginya, meskipun dia susah tidur semalam. Raymond bertekad ingin segera bertemu dengan Haikal agar bisa mendekati mamanya. Raymond pun akhirnya 'menemukan' gadis yang tepat untuk dia jadikan pacar pura-pura agar orang-orang menganggapnya 'laki-laki normal'. Gadis itu bernama Bethany Sofyan, anak pejabat tinggi pajak. Gadis pindahan dari Semarang beberapa tahun lalu itu sepertinya cocok Raymond jadikan pacar upahan. Dia pendiam, tidak banyak teman dan tidak suka bergosip. Dan yang melegakan, Beth tidak terlalu suka dekat dengan cowok.
"Lu udah punya pacar, Beth?" tanya Raymond saat jam istirahat. Dia dan Beth sedang berada di perpustakaan.
"Nggak. Emangnya kenapa?" tanya Beth heran.
Raymond menoleh ke kiri dan ke kanan memeriksa keadaan sekitar.
"Lu mau pura-pura jadi pacar gue? Gue bayar," ujar Raymond sambil menunjukkan angka nominal upah yang akan dia bayar selama menjadi 'pacarnya'.
Bethany menutup bukunya lalu mengamati layar ponsel yang diarahkan kepadanya.
Beth tersenyum. "Emang kenapa? Boleh aku tau?"
Raymond duduk di hadapan Bethany sekarang.
"Gue lagi suka ama seseorang. Tapi lu nggak boleh tau siapa orang itu. Dan orang-orang juga nggak boleh tau rencana gue. Karena bisa BERBAHAYA,"
Bethany terkekeh. Lucu juga melihat temannya yang sangat tampan ini kasak kusuk jatuh cinta.
"Okay. Mulai kapan kamu bayar aku?" tanya Beth sembari menadahkan tangan kanannya.
"Sekarang."
Bersambung