Haikal senang dengan sikap Beth yang duduk anteng di belakangnya. Beth tidak banyak tingkah ataupun cerewet. Tidak seperti mamanya jika dibonceng, selalu marah-marah karena dianggap ngebut dan menyalip kendaraan lain dengan kasar. Atau Nori yang pernah dia bonceng. Nori juga selalu mengingatkan untuk tidak ngebut-ngebut, padahal jalanan di depannya kosong dan tidak banyak kendaraan.
"Kamu oke, Beth?" tanya Haikal ketika berhenti di depan lampu merah. Dia menoleh ke belakang sambil membuka kaca helmnya.
"Ha?" delik Beth bertanya.
"Kamu oke? Nggak papa?" tanya Haikal lagi. Kali ini suaranya agak keras.
"Iya, Kal. Aku ok. Enak. Berangin-angin,"
Haikal tertawa kecil mendengar jawaban Beth.
Tak lama kemudian lampu lalu lintas berubah hijau, Haikal kembali melajukan motornya.
***
Kini Haikal dan Beth sudah berada di depan rumah bercat putih besar dan mewah.
"Masuk dulu, Kal. Kamu pasti haus," ajak Beth sambil menyerahkan helm cadangan ke Haikal berdiri di dekat motornya.
Haikal mengamati rumah bak istana tersebut sebentar, kemudian menoleh ke arah Bethany yang menatapnya dengan senyum kecut.
Haikal menghela napas pendek. Sepertinya Bethany mengharapkannya singgah di rumahnya.
"Ok," ucapnya.
Dan pagar tinggi rumah Beth terbuka dengan sendirinya. Tampak seorang satpam memburu tas pink milik Beth yang dibawa Haikal.
"Biar saya bawakan, Dik. Motornya sekalian dibuka kuncinya, biar saya masukkan juga," tawar satpam itu saat melihat Beth dan Haikal berjalan berduaan memasuki pekarangan rumah Beth.
"Gede banget rumah kamu," ucap Haikal sambil melihat-lihat bangunan rumah Bethany. Dia edarkan pandangannya ke halaman luas yang mengelilingi rumah bergaya klasik itu. Wajahnya menyiratkan kekaguman.
"Rumah orangtuaku, Kal. Bukan rumahku," balas Bethany merendah. Haikal tersenyum kecil mendengar ucapan Bethany.
Kini mereka tiba di teras depan rumah.
"Aku di duduk di sini aja, Beth," ujar Haikal yang siap-siap duduk di kursi teras.
"Masuk aja, Kal,"
"Males buka sepatu,"
"Pake aja sepatunya. Nggak papa. Yuk,"
Melihat Bethany yang memaksa, Haikal akhirnya mau juga memasuki rumah besar Bethany.
"Mbak. Tolong antar dua gelas jus mangga dingin yaaa. Ke ruang tamu," seru Beth lewat interkom yang tertempel di dinding ruang tamu rumahnya.
Haikal tertawa kecil. Mungkin saking luasnya rumah Beth, mereka menggunakan interkom sebagai alat komunikasi.
"Papa mama kamu kerja?" tanya Haikal sambil melirik-lirik suasana rumah.
"Iya. Papa kerja di sini. Mamaku kerjanya di Hongkong. Basenya di sana. Tapi tiap bulan selalu sempatin pulang," jawab Bethany.
"Ooo...." Haikal manggut-manggut "Kamu tinggal sendiri di sini?" tanyanya lagi.
"Nggak. Rame kok, ada Pak Satpam, mbak-mbak yang bantu-bantu,"
"Maksudku adik atau kakak,"
"Oh. Aku punya dua kakak, satu adik. Kakakku yang pertama tinggal di Penang. Trus yang kakak yang kedua, aku dan adikku di sini. Ck, paling mereka sekarang pada istirahat siang tuh,"
Haikal terlihat senang mendengar jawaban Bethany.
"Wah. Seru. Ramai juga ya,"
"Yah ... terutama pas akhir pekan sih. Apalagi pas mamaku pulang dari Hongkong. Rame banget. Ramenya kayak satu RT,"
Haikal tergelak. Memiliki beberapa saudara seru juga, pikirnya.
Tak lama kemudian muncul seorang perempuan yang mengantar jus pesanan Bethany.
"Oh. Ini yang namanya Raymond, Non?"
Haikal dan Bethany tertawa mendengar pertanyaan perempuan itu yang tidak lain adalah ART rumah Beth.
"Bukan, Mbak Ayi. Ini namanya Haikal. Teman satu kelas," tanggap Beth.
"O. Tak kirain,"
Mbak Ayi memperhatikan Haikal lalu melirik ke Bethany. "Ganteng, Non," bisiknya ke Bethany setelah meletakkan dua gelas jus di atas meja tamu.
"Silakan diminum jusnya, Mas Haikal," ucap Mbak Ayi ramah.
"Terima kasih, Mbak," ucap Haikal. Tanpa menunggu aba-aba dari Beth, Haikal langsung menikmati jus mangga.
Sementara Mbak Ayi, melangkah kembali masuk ke dalam rumah.
"Emang Raymond belum ke rumah kamu?" tanya Haikal tiba-tiba. Aneh saja dia disangka Raymond oleh ART tadi.
"Pernah. Tapi nggak masuk, cuma di depan pagar, trus pulang. Dia tuh kata Nori paling anti masuk-masuk atau main di rumah orang. Kalo main ke rumah temen, paling sebatas teras atau di halaman sambil main-main bola atau basket gitu," jelas Bethany.
Haikal hampir saja terbatuk-batuk mendengar penjelasan Bethany. Cepat-cepat Bethany meraih tisu dari dalam tasnya dan memberikannya ke Haikal.
"Sori, keselek," ujar Haikal. Sungguh di luar dugaan. Raymond anti main ke rumah teman? Raymond malah masuk ke rumahnya, berlama-lama, dan membersihkan dapur rumahnya. Aneh bener tu anak?
Haikal lalu menghabiskan jus mangganya.
"Mau pulang?" tanya Bethany karena Haikal terlihat terburu-buru.
"Ya,"
"Baru minum juga. Jangan langsung gerak,"
Haikal menghela napasnya. Dia amati wajah Bethany sebentar.
"Aku harus pulang. Takut Mamaku khawatir. Besok ada kerja kelompok di rumahku. Kita latihan presentasi. Jadi aku harus bantu Mama siap-siap. Hm ... Raymond kan di kelompokku,"
Bethany tersenyum. Dia tahu apa yang membuat Haikal gugup hingga tersedak. "Oh ... kamu ngerasa aneh kenapa Raymond mau main ke rumah kamu setelah aku jelasin tadi?" ujarnya.
Haikal mengangguk kecil.
"Haha. Iya juga ya. Mungkin cerita Nori belum tentu benar. Atau Raymondnya yang mungkin senang berteman sama kamu dan teman-teman kamu. Kalo aku perhatikan dia mulai bosan sama Dwayne dan Nugie dan nyaman sama kalian yang kocak." Bethany berusaha mencermati kedekatan Raymond dengan Haikal dan ketiga sahabatnya.
Haikal menarik napasnya dalam-dalam lalu menghempasnya. Dia bangkit dari duduknya.
"Aku pamit. Makasih jusnya dan your hospitality," ucapnya.
Bethany tertawa kecil.
"Nggak usah segan gitu, Kal. Kalo ada waktu, kamu bisa main ke sini kapan-kapan,"
Haikal mengangguk senang.
***
Haikal merasa beruntung telah mengantar Bethany ke rumahnya. Dia dilayani dengan baik oleh Beth dan para staff rumahnya. Dia tertegun ketika Satpam keluarga Beth bersedia mengantar motornya hingga di depan gerbang rumah.
"Kalo aku butuh diantar jemput next time bisa nggak ya?" tanya Beth ketika Haikal sudah siap-siap pulang.
"Ntar ada yang marah lagi," balas Haikal disertai tawa kecilnya. Dia suka dengan Bethany yang ternyata pandai berkelakar.
"Haha. Oke deh. Makasih ya, Kal. Udah antar aku pulang," ucap Beth dengan senyum manisnya.
Haikal mengangguk. Lalu dia lajukan gas motornya setelah membunyikan klakson ke arah satpam sebagai ungkapan terima kasihnya.
Selama di perjalanan menuju pulang, Haikal masih memikirkan Bethany. Dia sangat terkesan dengan sikap ramah tamah Bethany. Ternyata gadis itu tidak pendiam-pendiam amat.
"Pantes Raymond suka. Cantik juga. Jessica mah lewat. Ini malah lebih menarik dan baik," puji Haikal dalam hati. "Ah, sayang pacar orang."
***
Dahi Anita mengernyit melihat dua tas kain tergeletak di atas lemari kecil di dekat pintu utama rumahnya. Dia buka sedikit dua tas itu yang ternyata isinya adalah bahan-bahan untuk membuat spageti. Ada pasta, minyak zaitun, daging cincang, saus pasta, tomat segar, dan lain-lain.
Tak lama kemudian Raymond yang sudah rapi mendekatinya.
“Eh? Ini punya kamu?” tanya Anita yang sedikit terkejut karena Raymond sudah berdiri di belakangnya.
“Iya. Aku singgah di supermarket habis sekolah,” jawab Raymond cuek.
Raymond merapikan kerah kaus polonya. Lagi-lagi dia amati penampilannya di depan kaca pintu.
“Mau ke mana?” tanya Anita terheran-heran.
“Ke rumah Haikal lagi, Mi. Hari ini terakhir kerjain tugas kelompok. Gladi resik presentasi,” jawab Raymond.
Anita masih dengan wajah bingungnya. “Kok? Mau masak-masak?” tanyanya sambil melirik ke dua tas kain tadi. Anita benar-benar tidak mengerti dengan Raymond. Raymond memang suka memasak di rumah, tapi tidak pernah mau memasak di rumah orang lain.
“Iya. Emang kenapa?”
“Tumben main ke rumah teman sampe masuk dan masak-masak? Biasanya juga sampe teras doang kalo ke rumah temen,”
“Yah, minggu kemarin aku malah ngerjain tugas di kamar Haikal,”
“Ha?”
“Kenapa, Mi? Haikal itu asyik orangnya. Dia udah biasa didatangi teman-temannya sampe main di kamarnya,”
Bersambung