Gugurkan Saja!

1231 Kata
Jam makan siang usai sudah. Rainer dan Aaron masuk ke dalam ruangan bersamaan. Mencoba untuk kembali menyelesaikan pekerjaan mereka, yang tinggal setengahnya lagi. Baru saja Rainer duduk. Jesicca bangkit dari sofa dan menghampirinya. Mencoba untuk kembali mencecar Rainer. Sebelum mereka kembali melanjutkan pekerjaannya. "Pak, saya harus menunggu apalagi di sini?? Saya hanya butuh kepastian. Jadi, kapan Bapak menikahi saya??" tanya Jesicca yang sudah mulai jengah, karena dibiarkan menunggu terus-menerus. Kini, Rainer dan Aaron mulai saling memberi kode dengan lirikan mata. Rainer menelan salivanya sendiri dan angkat bicara. "Tunggu saja sampai jam kerja selesai. Baru kita bahas hal ini lagi. Sudah, duduk saja dulu!" perintah Rainer. Jesicca menghela napas dalam-dalam. Sudah bosan rasanya disuruh menunggu terus-menerus seperti ini. Tapi, demi sebuah status dari janin di dalam rahimnya. Jesicca kembali meneruskan penantiannya. Meski hal itu sangat menjemukan. Menit demi menit berlalu, Jesicca yang semakin merasa bosan, sudah melakukan segala jenis aktifitas. Berganti posisi duduk dan juga berjalan ke sana kemari. Aaron yang sesekali memperhatikannya, mulai merasa risih serta was-was saat melihatnya. "Aku keluar dulu sebentar," ucap Aaron, yang tak memerlukan persetujuan dari Rainer langsung saja bangkit dari kursi dan hendak pergi keluar. "Mau kemana?" tanya Rainer. "Ada sesuatu yang harus ku urus," balas Aaron sambil melanjutkan langkah kakinya. Kurang dari dua puluh menit. Aaron telah kembali dengan sebuah paper bag coklat di tangan kanannya. Ia berjalan mendekati Jesicca dan berlutut di depannya. Awalnya, Jesicca mengernyit keheranan. Sampai Aaron berusaha melepaskan sepatu high heels berwarna hitam, dengan tinggi dua belas sentimeter, yang melekat di kakinya, Jesicca baru mulai bereaksi keras. "Eh apa-apaan sih!!" pekik Jesicca sambil berusaha menghindar, dengan menarik kakinya. Namun, Aaron sudah lebih dulu melepaskan heels miliknya. "Hei kamu gila ya?? Kenapa dilepas!" pekik Jesicca yang tidak dihiraukan sedikitpun oleh Aaron. Ia masih nampak sibuk menjauhkan heels milik Jessica dan mengeluarkan sebuah sandal, yang begitu tipis tanpa hak. "Pakai ini. Sedang hamil jangan pakai high heels. Nanti kalau jatuh bagaimana?? Bahaya." Aaron memasukkan high heels milik Jesicca ke dalam paper bag dan membawanya ke dekat meja Rainer, agar Jesicca tidak dapat memakainya lagi. Jesicca bergeming dan melihat sandal yang begitu tipis di depannya. Sudah berdandan cantik dengan rok mini dan kemeja ketat. Tapi terlihat tidak matching dengan sebuah sandal, yang bahkan terlihat lebih tipis dari pembalut. Kenapa wanita hamil itu begitu merepotkan? Rasa ingin makan banyak dan tidak bisa menggunakan heels. Oh tidak! Akan jadi seperti apa bentuk tubuhnya, yang bak gitar Spanyol ini nantinya. Bila dalam sekali makan saja ia bisa menghabiskan tiga porsi makanan. Aaron melanjutkan pekerjaannya bersama Rainer. Mencoba untuk lebih fokus dan menyelesaikan semua pekerjaannya dengan lebih cepat. Hingga tidak terasa waktu cepat sekali berlalu. Dan sekarang sudah pukul empat saja. Aaron membereskan meja Rainer. Sementara Rainer berkutat pada layar laptopnya. Melihat e-mail yang masuk, yang mungkin saja dikirimkan oleh pihak Hotel. Dan ternyata, sudah ada pesan masuk sejak dua puluh menit yang lalu. "Bagaimana? Apa sudah masuk?" tanya Aaron. "Iya. Sudah masuk sejak dua puluh menit yang lalu," tutur Rainer. "Bagaimana sekarang? Langsung tunjukkan saja apa bagaimana??" tanya Rainer Karena bagaimana pun juga, hal tersebut bersangkutan dengannya. Jadi, harus atas persetujuannya juga. "Ya sudah. Tunjukkan saja sekarang. Tidak apa-apa. Daripada dia mengejar mu terus menerus," tutur Aaron. "Hei kemari lah!" panggil Rainer kepada Jessica. Jesicca yang tidak memakai sandalnya berjalan dengan kaki yang polos. Aaron agak sakit juga melihatnya. Sudah bersusah payah. Tapi Jesicca tidak melihat sedikitpun pemberiannya. "Ayo duduk di sini," ucap Aaron sambil menarik kursi yang tadinya ia duduki. Jesicca mulai duduk pada kursi di hadapan Rainer. Rekaman pun sudah mulai di putar dan Rainer dengan sengaja menghadapkan laptop miliknya, ke arah Jesicca yang bersebelahan dengan Aaron. "Ini apa maksudnya, Pak??" tanya Jesicca saat melihat rekaman CCTV yang kini sedang diputar. "Lihat saja dan perhatikan baik-baik!" perintah Rainer, yang sudah sangat tidak sabar untuk menunjukkan. Bila ia tidaklah bersalah. Jesicca memperhatikan rekaman CCTV dengan seksama. Rekaman yang diambil, saat business trip mereka beberapa pekan yang lalu. Awalnya ia melihat Aaron masuk ke dalam kamar Rainer. Tidak lama setelahnya, Rainer nampak keluar dari dalam sana. Dan wanita yang ada dalam rekaman CCTV, yang tidak lain adalah dirinya sendiri. Mulai masuk ke dalam kamar Rainer. Jesicca berkeringat dingin. Merasakan firasat yang sudah tidak enak. Apalagi, ia tidak melihat Rainer yang kembali masuk ke dalam kamarnya. Malah ia, yang nampak kembali keluar, sambil merapikan pakaiannya dan berjalan pergi. Rekaman video pun berakhir. Jesicca tertegun. Ia tidak bergerak sedikitpun dari posisinya. Tidak berani melirik, ke arah lelaki yang berada di sampingnya, yang sedari tadi memperhatikannya terus menerus. "Sekarang sudah jelas bukan? Dan setidaknya, kamu sudah tahu harus meminta pertanggungjawaban kepada siapa!" tegas Rainer. Ingin rasanya menghilang saja dari muka bumi ini. Saat mengetahui kenyataan di depan matanya langsung. Jadi... Bayi yang berada di dalam rahimnya saat ini, bukanlah milik Rainer atasannya. Melainkan... Jesicca beranjak dari kursi dengan terburu-buru. Ia kembali ke arah sofa dan mengambil tas miliknya. Saat berbalik. Ia sudah melihat Aaron yang berada di belakang tubuhnya. Bahkan sekarang, sudah mulai mencekal lengannya. "Aku antar pulang ya?" ucap Aaron. Jesicca mengembuskan napas cepat dan menghempaskan cekalan tangan Aaron dengan kasar, lalu pergi melewatinya begitu saja. Aaron tak tinggal diam. Ia mengambil sandal yang tipis yang tidak Jesicca kenakan dan bergegas menyusulnya. Tetap mencoba untuk mengantarkannya pulang. Meskipun, Jesicca terus menerus menolaknya. "Ayo, Jes. Aku antarkan kamu pulang!" ucap Aaron yang sedikit memekik, karena Jesicca terus saja berjalan dengan cepat, tanpa menghiraukan ucapan Aaron sedikitpun. "Jes, Jesicca! Ayo kita pulang bersama!" "Pergi sana!!" pekik Jesicca disela langkah kakinya yang cepat. Ia benar-benar tidak memiliki muka sekarang, bukan hanya malu kepada Rainer. Tapi, rasa malu yang teramat besar ia rasakan juga kepada Aaron juga. Bagaimana mungkin ia bisa salah? Kenapa juga malam itu, ia tidak menyalakan saja lampunya terlebih dahulu? Kenapa malah langsung melakukan hal 'itu'? Dan satu hal lagi, yang terpenting diantara itu semua, kenapa ia tidak menyadari lelaki itu adalah Aaron!?? Astaga!!! Malu sekali rasanya. Bisa-bisanya ia malah mengandung anak dari orang yang belakangan ini berusaha mendekatinya. Tapi tidak pernah ia respon. Dan sekarang, ia malah mengejarnya terus menerus seperti saat ini. Aaron berhasil mengejar Jesicca dan menghalangi tepat di depannya. "Jes, ayo. Aku antar pulang ya? Ini sandalnya dipakai dulu," ujar Aaron. "Pergi, Ron! Muak tahu nggak liat Lo!!" pekik Jessica, karena sudah sangat geram. Ini memalukan sekali. Ia sudah seperti orang yang bodoh. Meminta pertanggungjawaban dari siapa. Ternyata, anak yang dikandungnya milik siapa. Jesicca mengepalkan kedua tangannya dan memukuli perutnya sendiri dengan begitu kencang dan bertubi-tubi. Kesal benar-benar kesal, akan kebodohannya sendiri. Dan ia lampiaskan pada janin yang tak bersalah, yang berada di dalam perutnya. Aaron membulatkan kedua bola matanya. Melihat apa yang sedang Jesicca lakukan. "Astaga!! Apa yang kamu lakukan!!" pekik Aaron, yang langsung melepas begitu saja, sandal di tangannya dan langsung mencekal kedua Jesicca. Agar ia berhenti memukuli perutnya secara membabi buta seperti itu. "Lepas, Ron! Lepasin tangan gue!!" pekik Jesicca yang tidak suka disentuh oleh Aaron. Apalagi dicegah untuk melampiaskan kemarahannya. Aaron mencekal lengan Jesicca dengan kencang. Menghentikan ia dari kegilaan, yang sedang ia lakukan. "Berhenti, Jes! Kamu menyakitinya! Kamu menyakiti anak kita!!" Pekikan yang Aaron lontarkan. Menambah rasa kesal Jessica. Apalagi, ia malah membubuhkan kata 'Anak kita'. Lagipula, siapa yang ingin mengandung anak darinya?? "Malam itu, aku yang berada di sana. Aku akan bertanggung jawab sepenuhnya atas diri kamu, Jes," tutur Aaron dengan tatapan lekat pada wanita yang ia cekal kedua bahunya. Jesicca tersenyum masam dan berkata, "Gugurkan saja! Aku tidak menginginkannya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN