Terpuruk

3113 Kata
Hari terus berlalu hingga kini sudah memasuki akhir bulan Syara bekerja disana. Hari ini adalah untuk pertama kalinya Syara menerima gajinya. Rasanya senang bukan main sebab memang baru kali ini ia bekerja sebagai seorang karyawan dan menerima gaji. Sehingga ia merasa teramat bangga juga bahagia dengan hasil kerja kerasnya sendiri. dengan senyuman manisnya Syara menyimpan gajinya kedalam ranselnya. Lalu segera ia bangkit dari posisi duduknya untuk melanjutkan pekerjaannya. Namun sebelum itu, ada seorang Feri yang kini datang menghampirinya. Ia tersenyum manis kepada Syara dan hal itu cukup membuat Syara kembali merasa takut. Sebab teringat sikap tak senonoh Feri padanya. Seketika hal itu membuatnya berusaha untuk menjauh. “Syar, stop, Syar. Stop disana ya. Kamu tenang aja, saya gak akan macam-macam kok. Sumpah saku gak ada niat jahat apapun sama kamu,” ucap Feri dengan ekspressi takutnya. Syara pun mulai tersenyum tersipu malu karena ia telah salah sangka. “Maaf ya, Fer. Saya bersikap seperti ini karena saya masih trauma saja,” ucap Syara tak enak hati. “Iya, Syar, gak apa-apa. karena saya paham betul jika kamu jadi seperti ini juga karena ulah saya. saya manamui kamu karena saya cuma kepengin menyampaikan satu hal ke kamu. Saya mau berterimakasih karena kamu telah mengajarkan saya untuk menjadi seorang lelaki yang bertanggung jawab kepada setiap perempuan. “Dan hal yang paling menyenangkan didalam hidup saya adalah. Dikala Mama dan Adik saya kembali memaafkan saya. Disaat saya sudah tahu cara memperlakukan mereka dengan baik, bukan hanya dengan memberikan uang kepada mereka. Dan sekarang, saya ingin memberikan sesuatu untuk kamu, Syar. Ini bukan suatu hal yang mewah, tapi semoga saja ini manfaat untuk kamu,” jelas Feri seraya ia berikan sebuah bingkisan kepada Syara. Untuk menghargai pemberian Feri pun pada akhirnya Syara menerimanya. “Tapi ini apa ya Fer?” tanya Syara memastikan. “Ibu saya, adalah seorang penjahit, Syar. Dia membuatkan kamu sebuah kemeja untuk kamu pakai pergi kekampus, sebagai rasa terima kasihnya dia kepengin kasih sesutu yang manfaat untuk kamu. Karena kamu sudah berhasil membuat anak lelakinya bisa bersikap lebih baik sama perempuan. Seperti itu, Syar, katanya,” ucap Feri yang sungguh membuat Syara merasa bahagia. “Alhamdulillah. Aku turut senang mendengarnya Fer. Pasti dong kemeja ini bakal manfaat banget untuk aku. By the way, thanks ya, Fer,” ucap Syara dengan senyuman manisnya. Dan Feri pun menjawabnya dengan anggukan pasti. *** Kembali waktu menunjukan pukul empat sore. Karena hari ini memang tak ada jadwal kekampusnya, seperti biasa Syara putuskan untuk lembur kerja. Sebab pengeluaran biaya sekolah Syarif bulan depan akan cukup besar. Karena ia akan pergi study tour keluar kota. Karenanya Syara harus lebih giat lagi mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Kini peluh kembali membasahi wajahnya, namun hal itu tak membuatnya kembali mengeluh, melainkan membuatnya semakin bersemangat untuk dapat segera menyelesaikan pekerjaannya. Sebab Syara yang sekarang memang telah berubah menjadi seorang Syara yang pekerja keras, dan telah mengikhlaskan mengenai segala yang telah hilang dari hidupnya. “Alhamdulillah, tinggal satu ruangan lagi yang harus aku bersihkan. Semoga saja aku sehat selalu, Ya Allah. biar aku gak merepotkan, Mama, dan Mama akan bahagia dengan setiap kerja kerasku, Aaaamiiiin...” monolog Syara dengan bersemangat. Seraya kembali ia lanjutkan pekerjaannya yang tak lama lagi akan segera ia selesaikan. Setelahnya segera Syara membersihkan diri juga mengganti pakaiannya untuk segera pulang. Kembali Syara pesan ojeg online langganannya dan menunggunya didepan kantor. Tak lama kemudian ojeg itu pun datang. selama diperjalanan menuju rumah. Syara benar-benar merasa senang bukan kepalang, karena malam ini akan ia serahkan gajinya kepada sang Mama. Hingga kini motor yang ia tumpangi sudah mulai tiba didepan rumahnya. Dengan segera ia temui sang Mama yang ternyata diam-diam menunggu kedatangannya. Walau masih dengan sebuah ekspressi yang sama, sinis. Dan segera ia beranjak menuju kamarnya setelah ia mengetahui kedatangan Syara. “Ma tunggu... Assalamu’alaikum, Ma...” panggil Syara disertai salamnya seraya ia salami takdzim punggung tangan sang Mama. “Wa’alaikumussalam, dari mana saja kamu, Syar? Kamu bilang gak ada kampus hari ini? Tapi kenapa kamu pulang hingga selarut ini? Sebagai seorang perempuan kamu harus bisa menjaga diri ya, Syar! Gak usah macam-macam dibelakang, Mama!” maki Mama yang justru membuat Syara bahagia. Sebab Syara sadar betul jika setiap makiannya itu adalah bentuk kasih sayang juga kepeduliannya namun dengan cara yang berbeda dari biasanya. “Iya, Ma. Maaf ya, Ma, tadi pagi, Syara, lupa mengabari ke, Mama, kalau hari ini, Syara, ada lembur. Tapi, Mama tenang saja ya, Ma. Karena Syara gak akan aneh-aneh kok. Oh iya, Ma. Syara, mau kasih ini ke, Mama. Ini gaji pertama, Syara, Ma. “Alhamdulillah, Syara rasanya senang sekali. Walaupun gak seberapa, tapi mudah-mudahan berkah ya, Ma,” jelas Syara seraya ia berikan sebuah amplop yang berisi gajinya itu kepada sang Mama. Dan dengan perlahan, Mama pun menerimanya. “Aaaamiiin. Akhirnya Syarif bisa segera melunasi SPPnya. Tapi kamu sudah menyisihkan untuk biaya kuliahmu?” tanya Mama memastikan. “Alhamdulillah sudah, Ma. Kalau begitu, Syara mau kekamar dulu ya, Ma,” ijin Syara. Dan Mama pun hanya menjawabnya dengan angggukan. Sebelum Syara membersihkan dirinya. Ia hempaskan tubuhnya keatas ranjangnya dengan senyuman manisnya. Ia merasa teramat bahagia kali ini. Karena untuk pertama kalinya Mama tak menatapnya tajam ketika Syara menyerahkan gajinya. Bahkan Syara sempat melihat senyuman tipis sang Mama dikala Mama katakan jika biaya sekolah Syarif akan segera dilunasi. Hingga kini ia merasa jika memang ia harus bekerja lebih giat lagi agar Mama akan kembali menyayanginya seperti sedia kala. Hingga bahagianya akan kembali sempurna. “Semoga saja hubunganku dengan Mama akan segera membaik. Dan aku bisa menjadi seorang anak yang berguna untuknya. Bukan seorang anak pembawa masalah dan dibenci dikeluarga ini,” gumam Syara seraya ia pandangi langit-langit kamarnya dengan kedua manik mata yang berbinar indah. Lalu kembali ia bangkit dari posisi tidurnya dan mulai berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan diri. *** Adzan subuh yang berkumandang kembali membangunkan Syara dari tidurnya. Ya, hari ini adalah hari libur. Syara memutuskan untuk mengajak sang Mama pergi berbelanja bulanan. Namun sayang, Mama kembali menolak permintaannya dengan jawaban yang ketus. Sebab memang Mama yang hingga kini masih enggan untuk berhubungan baik dengannya. Masih seperti dihari-hari sebelumnya yang selalu saja menghindar darinya dikala ia mulai mendekati. Hingga kini kembali Syara putuskan untuk pergi berbelanja sendiri. seperti biasa ia menaiki ojeg online pesanannya untuk pergi ke super market. Dengan cekatan Syara ambil satu persatu bahan makanan yang harus ia beli. Sengaja lebih dulu Syara belanjakan uangnya untuk makanan pook. Belajar dari Tsani dan Claudy yang juga melakukan hal yang sama. Meski bukan untuk membeli makanan yang mahal, setidaknya masih memiliki gizi dan mampu memenuhi kebutuhan nutrisinya. Hingga kini semua yang memang ia butuhkan sudah semuanya terbeli. Dengan segera ia pun pergi mengantre. Antrean kali ini cukup panjang. Hal itu cukup membuat Syara jenuh dan ia memilih untuk memainkan ponselnya. Syara mulai membuka akun instagramnya dan mulai ia temukan sebuah postingan yang kini kembali menyakiti hatinya. Membuat setiap rasa irinya kembali tumbuh disana. Terlihat disana, mantan bandnya yang tengah tampil dengan begitu apik. Rasanya begitu nyeri ketika ia kembali teringat seperti apa perjuangan mereka sejak awal. Yang memang membutuhkan banyak pengorbanan. Sehingga kala itu, ia cukup banyak mengorbankan waktu kebersamaannya bersama dengan keluarga, yang lebih banyak ia habiskan di studio. Sehingga kini, lagi-lagi airmata kepedihan itu mengalir begitu saja dari kedua bola matanya. Entah mengapa rasa sakitnya masih saja sama walau kini ia telah berusaha untuk mengikhlaskan dan lebih baik lagi menjalani hidupnya. Ketika ia rasa antreannya mulai mendekat, segera Syara seka airmatanya sebab ia tak ingin jika diketahui orang banyak setiap kesedihannya saat ini. ‘Be calm, Syar. Be calm please. Lo harus yakin kalau lo bisa. Gue tahu kalau emang lo udah terlalu banyak berkorban untuk band lo itu. Tapi memang mungkin sekarang ini sudah waktunya buat lo lupain semuanya, Syar. Forget it, Syar. Forget it start from now please! Lo harus bisa ikhlaskan dan lo harus yakin jika Allah SWT pasti akan menggantikannya dengan sesuatu yang lebih baik.’ Gumam Syara yang kembali berperang dengan nalurinya sendiri dalam hati. Kini baru saja ia selesai membayarkan seluruh belanjaannya. Dengan segera ia kembali pulang sebab ia tak ingin jika Mama yang sudah menunggunya akan kembali memarahinya. Kini, Syara kembali menitihkan airmatanya ketika ia masih berada diojeg online. Entah mengapa seketika ia teringat saat-saatnya bersama sang Papa. Yang selalu saja menjemputnya disetiap ia selesai melakukan kegiatannya, juga selalu menyempatkan waktu untuk mengantarnya kemanapun ia pergi jika memang Papa sedang ada dirumah. Namun kini, hal itu hanyalah sebuah angan semu yang tak akan pernah terjadi sampai kapanpun itu. Yang karenanya menyebabkan sebuah luka besar yang tak mudah untuk terobati. ‘Pa, Syara rindu, Papa. Syara, kepengin bisa kembali ngerasain waktu, Syara, diantar, Papa, kemana pun, Syara, hendak pergi. Syara, juga rindu waktu , Syara, nunggu kedatangan ,Papa, untuk jemput, Syara. Bagaimana kabar, Papa disana, Pa? Syara, selalu berdoa agar, Papa, selalu bahagia di taman Terindah-Nya. Dan suatu hari nanti kita semua akan kembali dipertemukan disana. Aaamiiiin...’ Gumam Syara dalam hati. yang kembali mengungkap kerinduannya kepada sang Ayah. Hingga tak terasa jika kini mereka baru saja tiba didepan rumahnya. Kembali ia seka airmatanya dengan kedua tangannya. Dan segera menuruni motornya. Kembali ia berusaha untuk menyunggingkan senyumnya lalu segera memasuki rumahnya. Terdengar suara gelak tawa Mama yang kini tengah becanda bersama dengan Syarif. Dan sungguh hal itu kembali membuat Syara merasa iri kepada adiknya yang kini selalu saja dekat dengan sang Mama, sedangkan ia sudah tak lagi pernah merasakan setiap canda tawa itu. Bahkan kini, setelah Syara mengucapkan salam pada mereka, gelak tawa itu pun seketika terhenti dan kembali berubah menjadi ekspressi sinis juga tatapan tak suka yang kembali Syara dapatkan. Walau sudah satu bulan lamanya Syara kembali tinggal disana. “Syara, langsung kedapur saja ya, Ma. Mau benahin semua belanjaan yang sudah, Syara, beli tadi,” ijin Syara dengan senyuman manisnya yang masih berusaha untuk ia sunggingkan. Dan lagi, hanya sebuah anggukan tanpa sebuah kata yang berarti yang kini Syara dapatkan. Hingga tanpa banyak berkata lagi, Syara segera pergi menuju pantry dengan airmata yang kembali menggenang dikedua pipinya. Ia rapihkan seluruh belanjaannya itu dengan cepat. Tetap berusaha tenang juga tak menitihkan airmatanya. Namun semua itu ia rasa percuma dikala tak sengaja ia jatuhkan selai kacang disana. Karena selai kacang itu menyimpan cerita manis antara dirinya dengan sang Papa juga Mama. Setiap mereka sarapan bersama, selalu saja Mama siapkan roti untuk ketiga orang tercintanya. Namun karena Syara alergi kacang, selalu saja marah ketika tanpa sengaja Mama oleskan selainya di rotinya. Dan dengan baik hatinya Papa, segera mengambil roti Syara, lalu menyuapkan roti selai coklat miliknya. Walau sebenarnya, Papa, pun tak terlalu menyukai selai kacang. Berbeda dengan Mama dan Syarif yang begitu menyukai selai kacang. Saat mengambil selai itu, Syara mulai tersungkur kelantai dan kembali menangis sesenggukan disana. “Hiks..hiks..hiks.. kenapa rasa sakitnya masih sama? Kenapa aku masih belum bisa seutuhnya tegar dan menjadi seorang wanita yang kuat?! Bagaimana caranya ya Rabb! Aku gak mau terus lemah dan menangisi masalaluku aku gak mau berdosa karena aku tak bersyukur atas semua yang telah kupunya saat ini, hiks..hiks.. aku mohon ampuni aku ya Allah. Aku mohon beri aku kesempatan untuk dapat memperbaiki segalanya dan kembali menemukan kebahagiaan didalam hidupku, hiks..hisk..” isak Syara yang seakan kembali mengalami keterpurukan didalam hidupnya. Namun dikala kembali Syara mendengar suara derap langkah yang tengah menghampirinya, dengan segera Syara berusaha hentikan tangisnya dan ia seka airmatanya itu. Lalu kembali ia lanjutkan pekerjaannya. Saat Syara palingkan wajahnya, ternyata seorang Syarif yang kini tengah menghampirinya dengan tatapan sinis itu. Syarif ambil segelas air mineral lalu meneguknya hingga setengah gelas. Dengan kasar Syarif letakan air mineralnya dan kini mulai menatap tajam kearah Syara. Yang selalu saja membuat Syara sakit hati namun ia tak dapat berkata apapun saat ini. “Kak, besok memang gue bisa lunasin semua SPP gue yang udah nunggak. Tapi gue minta sama lo, untuk segera kumpulkan uang biaya study tour gue. Karena gue gak mau kalau sampai telat bayar. Lo ingat ya, Kak. Lo yang udah buat penghasilan keluarga kita menghilang. So, jangan salahkan gue kalau gue terus gencat lo untuk memenuhi semua kebutuhan dirumah ini!” ucap Syarif dengan ketusnya tanpa ia berpikir jika Syara adalah seorang Kakak yang harus selalu ia hormati. “Gak usah selalu kamu ingatkan hal itu sama, Kakakmu ini, Rif. Karena, Kakak, gak akan pernah lupa akan hal itu. Itu memang sudah menjadi sebuah kewajiban untuk, Kakak. Dan sekarang, Kakak, cuma minta sama kamu untuk lebih baik lagi menjalani hari kamu sebagai seorang pelajar. Agar semua biaya yang telah, Kakak keluarkan untuk kamu gak akan hanya jadi sia-sia,” jawab Syara sarkas. “Cih, bagus lah kalau emang lo udah paham sama setiap tugas lo. But please ya gak usah lo perintah gue. Karena gue gak pernah minta saran lo mengenai proses sekolah gue. Dan lo gak punya hak buat atur hidup gue. Karena kalau bukan karena gue butuh sama uang lo. Gue gak akan sudi anggap lo, seorang perempuan pembawa petaka, sebagai, Kakak, dari seorang, Syarif!” jawab Syarif yang sungguh teramat menyakitkan untuk Syara. Yang membuatnya tak lagi dapat berkata. Syara pun hanya menggeleng pelan seraya ia berlalu begitu saja meninggalkan Syarif yang masih saja menatapnya penuh ejek disana. Syara tutup pintu kamarnya dengan kasar. Ia tersungkur dibalik daun pintu kamarnya. Kembali menangis sesenggukan disana dengan kedua telapak tangan yang memegangi dadanya sebab kini rasanya begitu sesak juga terlalu menyakitkan untuk menerima setiap perlakuan buruk yang Syarif berikan padanya. Tak seperti dahulu selalu saja ada sosok seorang Mama dan Papa yang selalu memberikannya dukungan juga pelukan hangat ketika ia sedang merasakan kesedihan yang teramat menyakitkan didalam hidupnya. Dan kini yang bisa ia lakukan hanyalah menangis dan terus menangis dalam doa yang ia panjatkan. Agar senantiasa Allah SWT berikan kesadaran kepada Syarif juga menjadikannya sebagai seorang wanita tangguh yang tak mudah menyerah. *** Kini Syara sudah kembali berada diatas ojeg onlinennya menuju kampus. Ya, sengaja Syara mengambil kelas dihari minggu sebab baginya, lebih baik ia sibukan dirinya diluar rumah ketimbang harus kembali menghadapi Syarif yang akan menyakiti hatinya tanpa henti, juga sang Mama yang masih terus saja mengacuhkannya walau sudah berulang kali Syara bersikap sebaik mungkin kepadanya. Juga menunjukan kepada sang Mama jika ia benar-benar bertanggung jawab penuh atas setiap kesalahan yang telah ia perbuat. Walau ia sadar betul jika semua itu bukan sepenuhnya salahnya. Karena terus saja melamunkan setiap kepedihan dalam hidupnya. “Mbak Syara, kita sudah sampai, Mbak..” ucap si tukang ojeg. “Oh iya, Pak. Maaf ya, Pak, saya melamun lagi. Ini, Pak, ongkosnya. Terima kasih ya, Pak,” jawab Syara seraya ia berikan ongkosnya. “Alhamdulillah. Iya, Mbak, sama-sama. Mari, Mbak, Assalamu’alaikum..” salam si tukang ojeg. “Wa’alaikumussalam.. hati-hati, Pak..” jawab Syara lagi seraya ia tersenyum. “Syaraaaa...” pekik ketiga temannya dari kejauhan dengan wajah sumringah mereka. Yang sungguh hal itu lah yang kini mampu membangkitkan semangat Syara, juga mampu membuatnya lupa dengan setiap masalahnya sehingga dapat ia jalani harinya dengan jauh lebih baik. Sebab bagi Syara, keceriaannya bersama dengan teman-temannya dikampus lah yang kini membuatnya mudah melupakan setiap masalah yang ada didalam hidupnya. Walau hanya sejenak saja ia dapat melupakannya. Dan akan kembali merasakan segalanya ketika nanti ia sudah kembali kerumah. Kembali mendapatkan perlakuan tak baik, juga tatapan tajam dari kedua orang tercintanya. “Assalamu’alaikuuum... afternoon Gurls...” salamSyara dengan rianganya. Yang membuat ketiga sahabatnya itu mulai mengira jika Syara memang sudah menjadi seorang Syara yang ceria. Dengan hangat mereka bertiga berikan pelukan kepada Syara. “Wa’alaikumussalam, Afternoon, Syaraa..” jawab ketiganya bersamaan. “Senangnya gue bisa lihat sahabat kita cheer full, sore ini.. ya gak guys..” ledek Nara. “Yoi lah, Nar. Hari ini kan, Syara, libur. Ya pasti dia bisa istirahat cukup dan have up in she’s home, iya gak, Syar?” timpal Rini seraya menaik turunkan kedua alisnya. “Hehehe, tahu aja lo, Rin, hehehehe..” jawab Syara disertai kekehannya. Yang berusaha menutupi kebenarannya. Karena bagi Syara kini, tempat ternyamannya bukanlah rumah melainkan diluaran rumah bersama dengan para teman yang memedulikannya. “Yaudah yok ah, kita masuk sekarang aja. Kayaknya bentar lagi bakalan dateng deh, dosennya,” ajak Tari dengan wajah cemas. Sebab memang dosen yang kali ini akan mengajar mereka adalah seorang dosen yang cukup terkenal galak. “Oh iya ya. Yaudah yok-yok, daripada nanti kita berempat kena semprot,” jawab Nara menyetujui. Dan Syara juga Rini pun menyetujuinya dengan anggukan setuju. Kembali Syara persiapkan semua buku-bukunya diatas meja agar tak ada satu pun yang tertingggal. Dan benar saja. Tak lama kemudian dosen itu pun datang dan kini pembelajaran kembali dimulai. Dengan penuh semangat Syara kembali memerhatikan setiap penjelasan yang diberikan sehingga kini dapat kembali dengan mudah ia mencerna setiap ilmu baru yang ia dapatkan. Senyuman manisnya pun terus saja mengembang sempurna dikala kini ia dapat menyelesaikan setiap tugas yang diberikan dengan baik. Dan ia juga kembali menjadi orang pertama yang selesai mengerjakan tugasnya. Setelah mengumpulkan tugasnya Syara menghabiskan waktunya didalam perpustakaan untuk mengisi waktu luang sebelum kelas kedua yang yang akan kembali berlangsung. Sebab kini ketiga sahabatnya itu masih berada didalam kelas. Kembali Syara pelajari setiap perlajaran yang harus ia pelajari hingga kini cukup banyak ilmu baru yang ia dapatkan. Hal itu kembali membuat Syara bahagia sebab menang nantinya ia akan kembali dapat dengan mudah memahami setiap mata kuliahnya. Setelah ia rasa cukup, Syara yang mulai merasa haus pun memutuskan untuk pergi kekantin. Namun sebelum itu, Syara temukan sebuah n****+ yang lagi-lagi mengingatkannya pada sosok sang Papa. Novel itu berjudul “My Last Rain” sebuah n****+ pertama yang Papanya belikan untuk Syara. Syara ambil n****+ itu seraya ia bandangi dengan kedua mata yang berbinar. Namun seketika binaran mata itu kembali redup karena airmata yang kini membasahi kedua pipinya. Isak Syara tertahan sebab kini ia tengah berada ditempat umum, hingga ia mulai merasa jika saat ini ada yang tengah merangkul bahunya, yang ternyata adalah seorang Tari. Juga sudah ada Nara dan Rini. “Lo kenapa Syar? Kenapa tiba-tiba lo jadi nagis lagi?” tanya Tari hati-hati. “Iya, Syar. Apa penyebabnya n****+ ini? Tapi masa iya,” imbuh Rini. Syara pun mengangguk seraya ia tersenyum getir. “Lo bener, Rin. Memang n****+ ini penyebabnya. Gue tiba-tiba keinget sama, Papa, gue lagi. Karena n****+ ini, adalah n****+ pertama pemberiannya, dan sudah berulang kali kita baca sama-sama, hiks..hiks..hiks..” jelas Syara yang kembali tak mampu menahan tangisnya. Hingga kini ketiga sahabatnya itu mulai memberikannya pelukan hangat. “I feel you, Syar. Yes I feel you. Karena waktu, Mama, gue pergi, ya memang seperti itu rasanya. Semua barang atau apapun tentang dia. Selalu aja mengingatkan kita sama dia. But stay strong ya, Syar. Gue yakin kok kalau lo pasti bisa ngelewatin semuanya dengan baik,” ucap Tari yang berusaha untuk meyakinkannya. Dan Syara pun mengangguk pasti seraya ia tersenyum. *** To be continue
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN