Direndahkan

3148 Kata
Syara pun mulai terisak sebab genggaman Feri yang semakin erat dan terasa teramat perih dipergelangan tangannya. ‘Ya Allah ya Rabb, hamba mohon tolong hamba. Hamba mohon sadarkanlah lelaki ini agar ia segera menjauh dari hamba-Mu yang lemah dan tak berdaya ini, hiks..hiks..hiks...’ gumam Syara dalam hati. Sedangkan kini Feri tengah menatapnya begitu tajam. Seakan menusuk juga semakin membuatnya takut. Sehingga isakannya semakin terdengar nyaring. “Apa lo tahu, Syar? Semakin lo terisak seperti ini, justru semakin membuat lo terlihat semakin cantik. Gue gak akan biarkan lo lepas begitu saja dan akan gue pastikan jika lo akan menjadi milik gue hari ini juga,” ucap Feri lagi dengan penuh amarah. Dan sungguh kini Syara yang merasakan ketakutan semakin merasa terintimidasi dengan gerakan Feri yang selalu saja semakin mendekat kearahnya. “Saya minta maaf jika kemarin ada sikap atau perkataan saya yang menyakiti kamu. Yang membuat kamu dendam ke saya. But please, saya mohon tolong maafkan saya, jangan kamu lakukan hal rendah itu kepada saya Fer, hiks..hiks..hiks..” pinta Syara seraya memohon. Lagi-lagi Feri hanya menanggapinya dengan seringaian nakal dan tak sedikit pun ia mau untuk menghentikan aksinya. Karenanya Syara semakin frustrasi semakin pasrah dengan keadaan namun tetap ia berdoa kepada Yang Kuasa, kembali memohonkan pertolongan-Nya. Ia terus saja bersalawat agar senantiasa diberikan perlindungan-Nya. Meski hingga kini situasi disana masih saja sepi dan tak ada satu pun karyawan yang menghampiri mereka. Sedangkan wajahnya yang terasa begitu dekat kini hembusan nafasnya terasa begitu hangat diwajah, Syara. Sehingga hal itu semakin teramat menyakiti hati Syara. Yang untuk pertama kalinya ia diperlakukan serendah ini oleh seorang lelaki. ‘Astaghfirullahhalladzim... Ya Allah Ya Rabb.. hamba mohon tolong hamba Ya Rabb.. hamba mohon jangan engKau biarkan hambaMu ini ternodai olehnya. Ampuni hamba Ya Rabb.. hanya pertolongan dariMu lah yang kini hamba harapkan. Maka hamba mohon tolonglah hambaMu yang tak berdaya ini,’ Doa Syara dalam hati. yang telah memasrahkan segalanya kepada Tuhannya semata. Buuuugh.. Sebuah tinjuan keras mendarat dipipi Feri hingga darah segar mulai mengalir dari sudut pipinya. Syara pun merasa cukup terkejut dengan apa yang baru saja ia lihat. Sebab ternyata seorang Tsani yang kini meninju pipi Feri. Dan ia pun sama sekali tak mengira jika Tsani dapat bersikap seberani itu. Tsani tarik kerah baju Feri seraya ia tatap begitu tajam wajahnya penuh amarah. “b******k tahu gak lo Fer! Pengecut! You are a real looser you know! Dari dulu sampai sekarang lo cuma berani sama perempuan! Setiap perempuan yang ada disini hampir semua diantara mereka yang berusaha untuk lo rendahin seperti ini!” maki Tsani seraya kembali hendak ia layangkan sebuah tinjuan dipipinya yang lain. Namun Claudy yang baru saja datang mencekal lengan Tsani yang sudah mengepal keras seraya ia menggeleng berulang kali. ”Stop, Tsan, stooop! Stop kamu kotori tangan kamu untuk melukai lelaki, kerangajar ini! Kasihan, Syara, lebih baik kita bawa dia segera pergi dari hadapan lelaki pecundang ini,” sarkas Claudy yang perlahan melepaskan genggamannya. Seraya ia berikan sebuah pelukan hangat kepada Syara yang sedari tadi masih saja terus terisak. Sebab rasa ketakutannya yang hingga kini masih mendera dirinya. Hingga tubuhnya masih gemetar. Sedangkan Tsani. Dengan kasar ia lepaskan cengkraman kedua tangannya dikerah Feri sehingga lelaki pecundang itu tersungkur begitu saja kelantai. Dan tanpa berkata mereka tinggalkan Feri disana dan segera membawa Syara menuju pantry untuk membuatkannya teh hangat. Agar ia lebih merasa tenang, juga membuatnya menghentikan airmatanya yang terus mengalir deras. Syara sesap secangkir teh hangatnya dengan perlahan. Lalu kini ia mulai mengatur nafasnya agar kembali normal. Hingga jantungnya yang sebelumnya terus berdebar hebat pun kini mulai kembali normal. Namun tetap airmata itu masih tak dapat berhenti mengalir sebab Syara rasa jika kehidupan barunya yang kini terlalu menyakitkan baginya. Ingin rasanya kembali ia temui Feri dan turut meninju wajahnya sekeras mungkin untuk dapat ia lampiaskan setiap kekesalan yang kini teramat mendera dirinya. Rasanya tak dapat ia terima setiap perkataan juga gerakan menjijikan yang Feri katakan juga lakukan padanya dan kini ingin rasanya segera Syara lakukan pelaporan kepada atasannya agar seorang lelaki pecundang macam Feri akan segera dipecat. “Gimana keadaan lo sekarang, Syar? Apa udah lebih baik?” tanya Tsani seraya ia rangkul bahu Syara. Syara pun hanya mengangguk seraya ia tersenyum. “Maaf ya, Syar. Tadi aku sama, Tsani, sedang sibuk ambil alat dilantai atas. Maaf karena kita lupa gak ngajakin kamu dulu,” imbuh Claudy seraya ia genggam satu tangan Syara. “Enggak kok kalian gak salah. Ini salah aku yang terlalu lemah menghadapi laki-laki kurangajar macam Feri,” jawab Syara yang kini seketika ia kembali terisak. Dan keduanya pun segera memberikannya pelukan hangat. “Lo gak salah, Syar. Tapi emang laki-laki b******k itu yang kurangajar. Karena bukan cuma lo, Syar, yang dia perlakukan seperti itu. Tapi kami juga. Waktu gue dan Claudy baru masuk kerja pun dia sempat mau melecehkan kami. Tapi Alhamdulillah, kami bisa lawan dia,” jelas Tsani. “Tsani, benar, Syar. Feri, itu memang seorang pecundang. Mangkanya dari awal kita sudah mengingatkan kamu untuk hati-hati sama dia. Tapi kamu gak usah takut ya, Syar. Karena ada kita disini. Kita akan selalu sama-sama. Kamu gak sendirian,” imbuh Claudy yang membuat Syara semakin geram kepada Feri. Syara lepaskan pelukan keduanya dengan perlahan, seraya ia menatap nanar kepada keduanya. “Jika kelakuan dia sudah lama seperti ini, kenapa kalian masih diam? Kenapa gak kalian coba untuk laporkan dia biar dia segera pergi dari sini? Biar gak akan ada lagi keresahan buat kita para kaum wanita?” tanya Syara keheranan. Yang membuat keduanya saling pandang satu sama lain. “Kami masih melindungi dia itu hanya karena satu alasan. Ada seorang adiknya, yang sedang sakit keras, yang harus ia biayai. Kami sudah pernah speak up dan menjelaskan segalanya, dia pun sudah hampir dipecat. Dia berjanji jika dia gak akan lagi melakukan hal menjijikan itu. Dia juga membuktikannya kepada kami. “Alhamdulillah dia memang benar-benar taubat. Dia sudah gak lagi melakukan hal itu. Sampai kemarin dia ketemu kamu, sikap buruknya itu kembali datang. Dan hari ini kita memang harus segera kembali memberikan peringatan keras sama dia. Agar dia gak lagi dia melakukan hal menjijikan itu,” Jelas Claudy yang membuat Syara mengerti apa penyebab mereka melakukan hal itu kepada Feri. Syara pun mengangguk setuju seraya ia tersenyum. Syara turut ikhlas dan mencoba untuk menerima hal ini. Sebab bagaimana pun juga, ia dapat merasakan seperti apa sulitnya seseorang menjadi seorang kepala keluarga. “Hati kalian ini meman benr-benar mulia. Okkay, ijinkan aku saja ya yang nantinya akan bicara kepada Feri. Karena aku harus menegaskan ke dia seperti apa cara dia harus menghargai seorang perempuan,” ucap Syara dengan penuh keyakinan. Dan kini Tsani juga Claudy mengangguk setuju. Lalu kembali mereka lanjutkan pekerjaan mereka masing-masing dengan perasaan yang lega. Walau sebenarnya saat ini Syara masih merasa begitu membenci jika harus kembali beratap muka dengan seorang Feri yang rasanya ingin segera ia lenyapkan dari bumi. *** Kini Syara tengah sibuk membersihkan ruangan atas. Ia tetap berusaha untuk bekerja sebaik mungkin meski perasaannya masih kalut. Masih terus terbayang akan setiap kejadian yang ia alami. Dan kini ia hanya mampu terus berdzikir dalam hati agar hatinya itu kembali tenang. Hingga waktu terus berlalu dan kini kembali memasuki jam istrirahat. Syara mulai pergi ke musola untuk melaksanakan salat Dzuhurnya. Namun sebelum itu ia lebih dulu memasuki toilet. Ia basuh wajahnya berulang kali di kran washtaffel dan menatap nanar wajahnya disana. Kembali tak dapat ia menerima juga kembali telah merasa teramat terhina hingga airmata itu kembali mengalir begitu saja. “Astaghfirullahhalladzim... Pa, andai, Papa, masih ada. Sudah pasti Syara gak akan pernah merasa sesedih ini, Pa. syara gak akan mengalami hal seburuk ini. Syara, hanya ingin bekerja dengan baik. Syara hanya ingin membahagiakan, Mama, dan membiayai sekolah, Syarif. Tapi kenapa jadi sesulit ini. Ya Allah Ya Rab, hamba mohon kuatkanlah hamba. Hamba mohon mudahkanlah hamba untuk melewati segalanya, untuk dapat menjalankan semua ini dengan baik,” monolog Syara yang kembali tak terima dengan takdir hidupnya. Marah kepada keadaan yang selalu saja menyudutkannya. Syara tarik napasnya dalam, lalu ia buang perlahan. Berusaha untuk kembali menenagkan dirinya. Dan kini segera ia mengambil wudlu untuk melaksanakan salat Dzuhurnya. Kembali memohon kepada Yang Maha Kuasa agar senantiasa diberikan kemudahan juga kebahagiaan didalam hidupnya. Baru saja Syara selelsai mengaminkan setiap doanya. Ternyata sudah ada Claudy dan Tsani yang kini berada dibelakang mereka keduanya tersenyum manis kepada Syara, dan Syara pun memeluk keduanya hangat. “Salat sendirian aja, Neng, gak ngajak-ngajak, hehehehe,” ledek Tsani. “Iya nih. Kita cariin kamu lho, Syar. Ternyata anak saliha ini sudah disini duluan, hehehe,” imbuh Claudy. “Ya ampun maaf-maaf. Tadi aku kembali sedih banget gara-gara keinget sama kejadian pagi tadi. jadi buru-buru aku kesini dan sampai lupa gak ngabarin kalian. Maaf ya,” jawab Syara tak enak hati. “Ehehehe santai kali, Syar. Kita gak apa-apa kok. Kan kita cuma becanda aja. Ya kan, Tsan,” ucap Claudy dengan senyuman manisnya. Dan Tsani pun mengangguk setuju. “Yaudah yok, kita cari makan siang. Gue udah laper banget nih,” ajak Tsani dan keduanya mengiyakannya dengan anggukan. *** Jam istirahat telah usai. Kini mereka kembali memulai pekerjaan mereka. Sorot kedua mata Syara seketika menajam dikala ia kembali dipertemukan dengan seorang Feri yang kini berjalan kearahnya dengan tatapan yang sendu. Beruntungnya sudah lebih dulu ada Tsani dan Claudy yang kini menghampirinya dengan tatapan yang tajam. Keduanya tahu jika saat ini sudah pasti Syara kembali merasakan kegugupan juga rasa takut didalam dirinya. Feri mulai tersenyum seraya ia tundukan kepalanya. Yang sudah pasti kini ia hendak meminta maaf atas perbuatan jahatnya. “Syar, saya mohon maafin saya ya. saya sadar saya salah. Pagi tadi saya kembali khilaf dan sudah berbuat keterlaluan sama kamu. saya mohon jangan adukan hal ini ya, Syar. saya janji gak akan pernah melakukan hal ini lagi. saya janji akan melakukan apapun itu asalkan kamu mau memaafkan aku, “Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini, Syar. Aku memang bodoh, setelah Tsani dan Claudy sudah memberikan saya kesempatan. Saya kembali menyia-nyiakannya dan kembali melakukan kesalahan yang sama. Saya mohon, Syar. Beri Sayaa kesempatan satu kali lagi dan saya janji gak akan lagi mengulanginya, saya janji, Syar,” pinta Feri panjang lebar. Yang membuat Tsani juga Claudy kembali muak. Karena kala itu pun Feri mengatakan hal yang sama kepada keduanya. Namun Feri masih saja mengulanginya. “Gak semudah itu kamu mendapatkan maaf dari orang yang telah kamu rendahkan, Fer. Kamu harus tahu sperti apa derajat perempuan saat ini. Bagaimana cara meperlakukannya dengan baik juga bagaimana cara bersikap. Kami gak butuh apapun selain dihargai. Kami hanya gak ingin diperlakukan seakan kami adalah seorang penggoda walau kami gak pernah melakukan apapun. “Jika memang permintaan maaf kamu ini tulus. Saya minta sama kamu untuk membuktikannya. Saya minta sama kamu untuk kembali meminta maaf kepada mereka yang telah kamu rendahkan itu. Bukan hanya dengan kata-kata tapi juga dengan tindakan. Kita lihat bagaimana sikap kamu selama satu bulan kedepan. Dan kalau kamu menlanggar. Saya sendiri yang akan memastikan jika kamu akan keluar dari perusahaan ini. Dan sudah gak akan ada lagi alasan bagi kamu apapun itu,” jawab Syara dengan tegas. Yang membuat kedua sahabatnya itu mulai terkagum dengan setiap kata-kata bijaknya. “Baik, Syar. Terima kasih banyak karena kamu telah memberikan kesempatan yang kedua untuk saya. Baik, saya janji akan membuktikannya kepada kalian semua. Dan gak akan lagi mudah melanggarnya. Sekali lagi, saya terima kasih banyak ya, Syar, Tsani, Claudy. saya, permisi,” jawab Feri lagi yang hingga kini ia masih saja menundukan kepalanya. “Iya, sama-sama,” jawab ketiganya bersamaan. Dan kini dengan segera Feri yang memang tengah begitu canggung segera berlalu pergi. Tsani dan Claudy rangkul bahu Syara secara bersamaan seraya mereka pandangi wajah Syara yang sudah kembali berseri dengan tatapan penuh kekaguman. “I swear, setiap kata-kata kamu tadi itu ngena banget, Syar, “ ucap Claudy dengan senyuman manisnya. “Iya lo bener, Cla. Rasanya, ungkapan lo itu mewakilkan setiap perasaan seorang wanita. And I swear, I’m so proud and glad of you,” imbuh Tsani dengan bangga. Yang membuat Syara cukup tersanjung. “Ehehehe, kalian ini terlalu berlebihan. Aku jadi bisa setegar juga seberani ini, itu karena kalian yang selalu saja meyakinkan aku. Karena kalian yang juga menyemangati aku dengan setiap cerita luar biasa kalian. Dan aku juga sangat bersyukur bisa kenal kalian, terima kasih ya,” jawab Syara penuh rasa syukur. “Love banget deh pokoknya aku sama, Syara, yang selalu rendah hati ini,” ucap Claudy seraya memberikannya pelukan hangat. Sedangkan kini Tsani pun turut memberinya pelukan juga senyuman manisnya. Lalu kembali mereka lanjutkan pekerjaan mereka masing-masing dengan penuh semangat. Hingga ia rasa pekerjannya menjadi ringan. *** Kembali jam kerja telah berakhir. Dengan bersemangat Syara mengganti pakaiannya dan segera bersiap sebab memang sore ini adalah hari pertama Syara kembali kuliah. Rasanya sungguh senang bukan main karena hari ini bukanlah sebuah mimpi baginya. Semalam pun Syara sudah mengutarakan niatnya kepada sang Mama sehingga kini ia semakin merasa bersyukur karena sang Mama juga turut mendukungnya. Namun memintanya untuk dapat lebih pintar membagikan uang penghasilannya agar nantinya ia tak akan kesulitan untuk memenuhi segalanya. “Eciyee... Syara... Masya Allah... cantiknya OOTD kampusnya vokalis band yang satu ini,” ledek Tsani seraya ia colek manja hidung bangir Syara. “Iya nih. Super modis ya. Kayaknya wajib kita coba deh Tsan, biar kita ketularan kecenya, hehehe..” imbuh Claudy yang turut meledeknya. “Ehehehehe, ih kalian nih apaan sih. Enggak kok pakaianku biasa aja. Bahkan kalian yang jauh lebih keren dari aku,” jawab Syara seraya ia tesenyum tersipu malu. “Yaaah , Syaaar. Mana pernah sih kita mikir soal penampilan. Yang ada kita pusing mikirin biaya pokok rumah tangga. Padahal kita sama-sama belum berkeluarga. Ya gak, Cla..” ucap Tsani seraya ia sikut lengan Claudy. “Nah iya, bener banget tuh, Tsan. Sudah berpikir terlalu keras sebelum waktunya,” jawab Claudy. “Gak apa-apa deh, Cla. Jadi kan nanti kita jadi lebih banyak pengalamannya hehehe. Gak usah pusing-pusing dan gak akan kaget lagi,” ucap Tsani lagi. “Ehehehe, iya ya benar..” ucap Claudy menyetujui. Yang membuat Syara merasa malu. Sebab saat itu ia memang gemar membelanjakan uangnya untuk keperluan pakaiannya. Yang selalu dituntut rapi agar ketika ia manggung penampilannya akan tetap memukau. Hingga kini ia hanya terdiam dan menundukan kepalanya. “Syar, are you okkay? Kok lo jadi diam aja?” tanya Tsani tak enak hati. Sebab ia merasa jika kini dirinya telah menyinggung perasaan Syara. “Ehehehe, gak apa-apa kok. Aku cuma malu aja sama kalian. Karena, dulu memang aku sering mementingkan penampilan. Gak kayak kalian yang lebih mementingkan kebutuhan pokok. Jadi sekarang, aku memang benar-benar kaget jalanin semuanya. Gak seperti kalian, yang sudah terbiasa dan gak banyak ngeluh seperti aku,” jelas Syara seraya ia tersenyum getir. Dan dengan segera Claudy merangkulnya seraya mengelus punggungnya. “Ya ampun, Syar. Kita gak maksud nyinggung kamu lho. Beneran kita cuma cerita aja,” ucap Claudy tak enak hati. Namun Syara hanya tersenyum lebar sebab sama sekali ia tak merasa disinggung. Melainkan ia yang mulai sadar diri. “Ehehehe, enggak kok enggak. Beneran deh aku gak pernah sedikit pun merasa kesinggung sama kalian. Oh iya, maaf ya aku gak bisa lama-lama. Aku harus segera kekampus sekarang. I’m so sorry before,” jawab Syara yang cukup membuat mereka merasa lega. Dan kini mereka berikan semangat serta pelukan hangat untuk Syara. “Alhamdulillah, we’re sewear, kita tuh udah takut banget kalau lo bakalan marah sama kita. Pokoknya lo semangat ya, Syar. Kita yakin kok, pasti lo bisa,” ucap Tsani penuh keyakinan. “Iya, Syar. Semangat ya. Have a nice day.. semoga diberikan kelancaran ya, Syar, untuk segalanya. We proud of you my bestie..” imbuh Caludy. “Aaaamiiin Aaaamiiin Yarabbal Alamiiin.. terima kasih banyak sahabat-sahabatku yang selalu menjadi penyemangatkuuu... jalan dulu ya... Assalamu’alaikum...” jawab Syara seraya ia balas pelukan keduanya dengan penuh kebahagiaan. Keduanya lepaskan pelukan hangat mereka seraya mereka lambaikan tangan. “Wa’alaikumussalam... becarefull, Syara.. fighting...” “Fightiiiing...” jawab Syara dengan penuh semangat seraya mengepalkan kedua tangannya juga lalu segera berlalu pergi. *** Setibanya dikampus, dengan bgitu bersemangat Syara melangkahkan kakinya menuju kelasnya. Senyuman manisnya pun mengembang sempurna. Kedatangannya disana, disambut hangat oleh para teman lamanya yang kini begitu terkejut dengan kehadirannya secara tiba-tiba disana. Dan kini ia mulai diminta untuk bercerita kepada mereka seperti apa kronologi kecelakaan yang menimpa dirinya. Sebenarnya cukup berat bagi Syara untuk bercerita segalanya kembali. Karena saat bercerita sama saja seperti ia yan g kembali membuka sebuah luka menganga yang belum sepenuhnya sembuh. Namun tetap ia berusaha untuk bercerita karena tak ingin membuat mereka kecewa. Hingga kini kembali ia mulai menceritakan segalanya. “My God, Syar. Ternyata sengeri itu ya kejadiannya. I swear gue gak bisa bayangin deh kalau gue ada diposisi lo. Dan gue juga gak mungkin bisa sekuat lo. Sorry banget ya karena kita malah maksa lo buat cerita. Sumpah gue cuma kepengin tahu aja,” ucap Rini. “Iya, Syar. Kalau kita tahu, bakalan seserem ini ceritanya, lebih baik lo gak ceritakan apa pun ke kita. Karena pasti sama aja lo lagi mengingat semuanya, ya kan,” imbuh Tari. “Lo pasti jadi sedih ya sekarang gara-gara kita? Sekali lagi, kita minta maaf ya. Kita sama sekali gak maksud, Syar, lo tetap semangat ya, lo hebat,” timpal Nara. “Rin, Tar, Nar, it’s okkay. Gak apa-apa kok. Gue udah gak apa-apa, dan gue rasa emang udah waktunya gue untuk terima segalanya dengan lapang. Gue juga Insha Allah sudah ikhlas dan akan selalu coba untuk tetap semangat. Agar gue bisa menggapai mimpi besar gue. Thanks banget ya, karena kalian udah pengertian sama gue,” jawab Syara dengan yakin seraya ia tersenyum lebar. Sebab kembali ia merasa begitu beruntung juga bersyukur masih banyak orang baik yang begitu memedulikannya. Dan karenanya kini semangatnya menjadi lebih tinggi. “Jangan bilang makasih. Karena memang sudah tugas kita sebagai seorang teman untuk saling menyemangati. But kita janji, kalau kita akan selalu bantu lo selama lo butuhkan bantuan kita. Jangan sungkan untuk bilang ke kita ya, Syar,” ucap Nara penuh keyakinan. Dan Tari juga Rini pun turut mengangguk setuju. “Masya Allah, Alhamdulillah. Kalian bertiga ini memang paling baik ke gue sejak dulu, I’m feeling so happy and lucky to have you..” ucap Syara penuh rasa syukur juga senyuman yang lebar. Dan kini ketiganya memberikannya pelukan hangat. Tak lama setelahnya seorang dosen mulai memasuki ruangan dan memulai pembelajaran. Beruntungnya, Syara sudah sempat mempelajari setiap pelajaran yang hari ini akan ia pelajari. Sehingga kini ia dapat dengan mudah ia mengerti setiap penjelasan yang kini diberikan oleh dosennya. Walau Syara memang sempat lupa kala itu. ‘Alhamdulillah Ya Allah.. untungnya aku sudah sempat mempelajari segalanya. Jadi gak sia-sia aku ikut kelas sore ini. Semoga saja, seterusnya nanti juga akan selalu engKau berikan kemudahan untuk hamba-Mu ini, agar hamba dapat segera menggapai segala yang hamba impikan.’ Gumam Syara dalam hati. seraya terus ia kerjakan setiap soal yang diberikan dengan senyuman manisnya. *** To be continue   
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN