8. Kisah Cinta Mereka

1184 Kata
"Aku tertarik denganmu, boleh aku mengejarmu?" ─Ayana─ *** "Apa yang kulakukan?!" Ayana bangkit, kemejanya sudah terlepas dari badan meninggalkan pakaian dalam di bagian atasnya. Dia memeluk lengan Anta. "Lagi! Aku mau lagi!" Anta tertawa miris, mengacak rambut Ayana. "Enggak lagi." Ayana seolah tidak mendengar Anta, malah menarik telapak tangan besar pria itu ke pipinya yang bekas ditampar. "Hangat... Aku suka." Anta menghela napas, memaksa Ayana melepas tangannya, merapikan kemeja gadis itu, memakaikan pula jaketnya, memaksa rebahan di ranjang dan terakhir menyelimutinya. "Lakukan lagi!" "Besok kita akan lakukan lagi. Sekarang tidur." Ayana cemberut, tapi menutup matanya. "Berjanjilah." Ponsel Anta berdering lagi, panggilan dari Rendi. "Berapa nomor kamarnya? Aku melihatmu berjalan ke motel," ujar Rendi dari seberang telepon. Ekspresi Anta berubah dingin. "Dia milikku. Jangan berani memimpikannya!" Panggilan telepon diakhiri sepihak oleh Anta. Dia lantas keluar kamar, berniat mencari obat untuk mengobati pipi Ayana, sekalian mendinginkan kepalanya. Sekeluar dari kamar, dia berselisih jalan dengan sosok pria tanpa ekspresi yang berjalan bersama manajer motel. Anta dan pria itu tidak saling memandang, tapi manajer hotel melihat keduanya mengeluarkan aura yang sama; tampak seperti ingin membunuh seseorang. Manajer hotel bergegas mengikuti langkah panjang pria di depannya. Dia tahu orang ini tidak boleh disinggung. Orang ini tak lain adalah Isa, yang baru mendapatkan kabar dari bawahannya bahwa Ayana terlihat masuk ke motel bersama seorang pria. Isa melirik manajer hotel yang berkeringat dingin di belakangnya. Usai membuka kamar Ayana, dia bertanya, "Apakah ada CCTV di kamar ini?" "Ti-tidak, Pak Isa. Hanya ada di lorong, depan lift, dan pintu masuk motel." "Kirim semua rekaman yang ada gadis ini kepada saya, setelah itu hapus." "Baik, Pak." Isa tidak lebih jauh membuat gugup pria botak pendek itu, langsung membawa Ayana—yang tertidur—ke mobilnya. Dia kemudian menghubungi Rasti. "Aku bersamanya. Aku akan membawanya ke rumah." Isa menyuruh sopir kembali ke rumah. Ketika duduk di sebelah Ayana, dia memerhatikan pakaian tipis gadis dan jaket lusuh di badannya. Dia kemudian membuang jaket lusuh dan mengganti dengan jasnya. Memerhatikan bekas tamparan di pipi Ayana, Isa berkata ke sopir, "Dapatkan obat di apotek." Ayana gelisah dalam posisi tidurnya yang tidak nyaman dan suhu dingin. Dalam tidur, dia mengingat pertanyaan Anta, 'apakah nggak sakit?'. Dia menjawabnya dengan suara merengek rendah yang cukup didengar Isa. "Ini sakit... sangat sakit... Aku sangat kesakitan..." Isa ikut mengernyit saat kening Ayana berkerut dan cairan bening menetes membasahi lengan kemejanya. Dia mengulurkan tangan, menarik Ayana mendekat dan meletakkan kepala gadis itu ke dadanya, memposisikan agar gadis itu tidur dengan nyaman. Ayana merasakan sumber hangat dari tubuh Isa, dan merasa nyaman. Dia refleks meringkuk lebih dekat ke pria itu, dan kerutan di keningnya menghilang. Isa tidak menolak, malah memeluk Ayana. Sopir yang terbiasa melihat wajah dingin Isa, kini sangat terkejut melihat senyum kecil di bibir tuannya, meski itu hanya berlangsung selama dua detik. *** Anta kembali ke motel, tapi tidak mendapati Ayana di mana pun. Ketika bertanya ke resepsionis, manajer motel yang masih berada di lobi, malah berkata, "Dia sudah dibawa oleh keluarganya." Anta menghela napas, kembali ke klub untuk bertanya ke Billy mengenai alamat gadis itu. Dia harus memastikan bahwa pihak lain telah aman. Sayangnya, bar tender itu juga tidak terlalu mengenal Ayana. Anta mengeluh menatap langit berbintang. "Ayana..." *** Keesokannya, Ayana sadar di kamar tamu dalam rumah Isa. Rasti membawakannya bubur, dan menasehatinya dengan lembut untuk tidak menentang orangtua mereka. Akhirnya, dia menurut, dan memilih jurusan akuntansi sesuai pilihan orangtuanya. "Permisi, Nyonya. Ini jaket yang bersama Nona muda." Sopir membawa totebag isi jaket Anta. Ayana mengernyitkan kening saat melihat jaket itu, lalu dia ingat semua kejadian tadi malam, tapi hanya sampai dia dalam pelukan Anta sebelum ke motel. Dia pikir pemuda itu yang membawanya ke rumah Rasti. Setiap Ayana kesal, tempat pelarian yang dituju adalah rumah Rasti. Setiap kali bertengkar dengan ibunya, Rasti lah yang akan dia pikirkan. Dia pikir, malam itu, dia juga memberikan alamat rumah Rasti kepada Anta, setelah mencarikan taksi untuknya. *** Hari itu, setelah pendaftaran di kampusnya, Ayana menghubungi Billy dan menanyakan pria yang bersamanya. Billy bilang baru kali itu melihat Anta di sana, dan menyuruhnya datang saja ke klab untuk mencarinya lagi. Maka, malam itu, Ayana kembali ke Freedom, mencari Anta. Anta juga mencari Ayana, tapi jalannya diadang oleh tiga temannya. "Berengsek! Kau memakai cewek itu sendirian! Dia itu target kami sejak lama! Tau diri dong!" Rian tampak sangat marah. "Jangan berani memimpikannya!" Anta pun dikeroyok di dekat klab oleh Rendi dan Rian, sementara Rasya diam saja di pojokan. Dia tidak bisa berantem. Keduanya bukan lawan Anta, tapi tetap saja dua lawan satu akan membuat Anta kewalahan. Keamanan datang dan melerai mereka. Ayana tertarik dengan keributan di dekat klab, dan mendatangi tempat kejadian. "Dasar pengkhianat!" teriak Rian. "Dia bukan milikmu! Kau pikir dia nggak sering dipake sama om-om?" Anta kalap, langsung lepas dari tangan keamanan dan melayangkan tinju ke wajah Rian. "Jangan menghinanya!" Rendi tidak lagi berani mendekat karena menderita kerugian paling banyak. Keamanan kewalahan memisahkan Anta dan Rian. Ayana melihat wajah Anta, merasa familiar. Saat ingat itu adalah pria yang dia cari, dengan santai dia berjalan ke tengah pertikaian, menarik lengan Anta pelan. Anta awalnya ingin marah dengan orang yang berani menginterupsinya saat ini, juga ingin menyentaknya kuat seperti penjaga keamanan barusan, tapi menyadari tekstur kulit yang lembut, dia menoleh. Saat tahu gadis yang dicari telah berada tepat di depannya, dia pertama-tama merasa malu karena tindakannya sangat menakutkan. Dia khawatir gadis itu tidak mau mengenalnya setelah melihat perangai kasarnya. Makanya, setelah melepas Rian, Anta terus menunduk. Ayana tersenyum kecil, sedikit cemburu dengan sumber pertikaian dua lelaki itu. Dia menduga ini terkait gadis yang mereka sukai. Ayana bilang, "Aku mencarimu." Anta baru akan mengatakan sesuatu, tapi Rian yang sudah babak belur malah mengatakan, "Hei cewek murahan, bermainlah juga denganku. Teknikku jauh lebih baik dari Anta. Aku yakin kau akan puas." Rian tertawa meski wajahnya sudah babak belur dan terlihat sangat jelek. Anta langsung melayangkan tinjunya. "Sudah kubilang, jangan menyebutnya seperti itu!" Sekali lagi dia melayangkan tinju, dan akhirnya Rian pingsan. Ayana pun paham, gadis yang mereka ributkan tidak lain adalah dirinya. Senyum kini melebar di wajahnya. * Anta dibawa ke ruang pribadi dalam klab, lalu Ayana mengobati luka di sudut bibir pria itu. "Ini semua karena aku?" Anta menunduk, seperti anak kecil yang ketahuan tidak mengerjakan PR. "Maaf, aku..." Ayana mengangkat dagu Anta, tersenyum kecil. "Terima kasih sudah membelaku, sisanya akan aku urus." Anta mengernyit tidak mengerti. "Siapa nama temanmu itu?" "Rian Maulana." "Siapa nama orangtuanya?” "Baskoro.” “Apa pekerjaan orangtuanya?" “Bekerja di Freddy Textile sebagai akuntan. Ibunya namanya Kelly, tidak bekerja." Ayana tertawa. "Itu lebih mudah." Keesokannya, ketika Anta bangun, dia akan mendapat kabar kalau ayah Rian telah dipecat dari pekerjaan dan tersangkut kasus korupsi. Properti dan rumahnya terancam disita atau dilelang untuk menebus hutang judi yang dilakukan Kelly. Semuanya karena Ayana telah meminta bantuan Rasti untuk membersihkan sampah ini. Sementara itu, Rasti bisa melakukannya karena bantuan Isa. Secara tidak langsung, masalah Ayana diselesaikan oleh Isa, tapi hanya Rasti dan Isa yang tahu ini. Ya, itu cerita untuk besok. Saat ini, Ayana masih mengobati luka Anta. "Siapa namamu?" "Anta. Andreas Ananta." "Aku Irene Shane Ayana. Aku tertarik denganmu, boleh aku mengejarmu?" ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN