Pembatas

1556 Kata
Pagi hari sudah menjelang. Cahaya yang menembus melalui celah-celah kuil yang terbuat dari batu sejenis giok. Sinarnya memantul indah hingga menerpa mata Sakira. Menarik gadis yang terlelap dalam mimpinya untuk bangun dan membuka mata. "Ngh... Desahan keluar dari bibirnya yang mungil. " Sakira bangun dengan perasaan segar. Seperti berada di surga, sangat nyaman tidur di atas batu marmer dengan alas bulu tebal yang Saka berikan tadi malam. Untuk seukuran gaya hidup di dunia ini, tidur beralas bulu adalah hal yang mewah. Setidaknya dia tidak tidur di tumpukan jerami di atas lantai yang dingin. Zzzz. Zzzz. Dengkuran ketiga beast dengan wujud binatangnya yang sedang tidur sungguh nampak menggemaskan. Neil dan Kimi yang menekuk kakinya sebagai tempat bersandar kepala mereka. Mereka terlihat seperti boneka Leopard dan serigala berbulu halus. Sedangkan Gard tidur dengan kepala terangguk-angguk lucu, posisinya seperti burung yang mengeram. Mereka adalah makhluk polos yang tidak ternoda ambisi dunia. Tidak baik mengajak mereka ke dunia awan yang penuh kelicikan. Setidaknya disini mereka hanya memikirkan tentang reproduksi dan membuat milik mereka membesar untuk menarik betina. Saka yang juga sudah bangun mendekat ke arah Sakira. Wajahnya melembut dengan senyumnya yang menawan. Berapa pun Sakira menatap Saka, ketampanan beast ular itu tidak pernah berkurang. Ketampanan yang ia miliki seolah hadiah dari Syurga. "Lebih baik kita berangkat sekarang, " saran Saka. "Ya. " Sebelum berangkat, Sakira menatap ke tiga beast yang tidur dengan pulas. "Kami akan kembali, kalian adalah keluargaku yang berharga. Kuharap kalian tidak merasa kecewa karena tidak kami ajak. " "Hisss. " Saka mendesis. Dia melata ke arah Sakira dengan wujud setengah manusia. "Aku akan menggendongmu agar lebih cepat sampai dan tidak membangunkan mereka, " saran Saka. Jika mereka bertiga bangun sebelum Saka dan Sakira berangkat maka akan ada kehebohan yang tidak diperlukan. Entah apa yang akan mereka lakukan untuk merayu Sakira agar bisa ikut dirinya bersama ke dunia Awan. Bayangan kekacauan yang mereka sebabkan nantinya jika ikut serta, cukup menakutkan Sakira.Dia jelas takut jika mereka melakukan kebiasaan di negeri ini dengan memamerkan miliknya untuk melamar gadis-gadis dari dunianya. 'Aku tidak bisa membayangkan mereka mengejar gadis di dunia awan dengan menunjukkan benda itu. ' 'Bisa jadi ketiga beast itu akan digantung ramai-ramai untuk diambil kulitnya.' 'Mereka akan menjadi beast m***m panggang. ' Oh itu terlalu mengerikan untuk dibayangkan. Di tengah persiapan Sakira dan Saka untuk perjalanannya, sebuah pusaran angin terbentuk melingkar di depan kuil. Tak lama kemudian sesosok pria berpakaian merah muncul menggantikan pusaran angin itu. Jubahnya yang menari, wajah tampannya yang tersenyum dan surai gelap yang berkibar. Sungguh kemunculan Raja Ikaz sangat mengagumkan. Sakira terkesima dan Saka mendengus. Saka mendecih serta ingin mencekik Ikaz agar tidak terlalu bergaya. "Kalian akan berangkat sekarang? " tanya Ikaz. "Ya. Tapi aku tidak bisa membawa mereka semua. " "Percayakan mereka padaku, kalian cepatlah pergi, " ucap Ikaz dari depan kuil. " "Kami titip mereka, " ucap Sakira. Entah mengapa dia merasa jika ketiga beast itu seperti anaknya sendiri. Kepolosan mereka yang seperti anak kecil membuatnya tidak sanggup memandang mereka sebagai seorang pria dewasa. Saka menggendong Sakura dan melesat dengan kecepatan tinggi. Meninggalkan mereka bertiga yang tertidur juga kakaknya yang berdiri mengawasi kepergiannya. "Huft aku sekarang menjadi penjaga beast? Oh yang benar saja. " Ikaz mendesah panjang. > Saka tidak memerlukan banyak waktu untuk sampai ke gerbang batas dunia Mitologi dan Awan. Gerakan meliuknya yang cepat, kelihaiannya melompat serta aksi meluncur menelusuri bukit sambil menggendong Sakira dengan lihai---membuat mereka tiba lebih cepat di pembatas dunia. Sakira mengerutkan kening ketika mengamati pembatas. Ternyata tidak ada yang istimewa dengan gerbang batas dunia. Hanya lapisan bening yang diselimuti kabut ungu. Sesuatu yang jauh dari dugaannya. Sebelumnya ia mengira jika pembatas negeri Mitologi dan negeri Awan adalah sebuah gerbang tinggi, tebal dan penuh duri yang dijaga makhluk buas. Kabut keunggulan mulai menebal. Sakira menduga jika ini adalah kabut yang sama saat pertama kali datang ke dunia ini. "Apa ini pembatas itu? " "Ya." "Apa kau siap? " tanya Saka. "Memangnya apa yang akan terjadi setelah ini?" balas Sakira. "Ini--percayalah padaku. Kau akan baik-baik saja bersamaku. " Saka ragu mengatakan pada Sakira jika mereka harus melewati serangkaian hantaman petir. Petir ini memang membuat beast yang ingin menyelinap ke negeri Awan kepanasan. Dan jika level kristal mereka masih tingkat pertama maka beast itu akan mengalami luka bakar yang parah. Sangat berbeda dengan Saka yang setara dengan naga. "Apakah itu bearti sesuatu yang buruk? " "Tidak. Emm, mungkin iya jika tidak ada aku disampingmu. " "Artinya aku boleh bersantai? " "Ya. " Perasaan Sakira tidak membaik. Terlebih ada cahaya putih berkedip-kedip di balik kabut ungu di depannya. "Apa warna putih yang berkedip itu? " "Petir. " Rambut Sakira berdiri saat mendengar jawaban Saka. "Hee!? Petir...kau yakin kita bisa melewatinya. " "Ya, mereka tidak mempan padaku. " Tetap saja pernyataan Saka tidak membuat perasaan Sakira membaik. Ingat, itu petir. Petir! Kemudian Sakira menatap lokasi yang nampak tidak asing baginya. "Akh! " teriak Sakira. "Ada apa? " "Aku ingat, bungkusanku terjatuh di sekitar sini. " Sakira mengedarkan pandangannya ke sekitar pohon tempatnya pertama kali melihat Saka dan pingsan karena dua belalainya. Bungkusan itu memang tidak berarti jika di dunia mitologi tetapi sangat penting di negeri Awan. 'Siapa yang bisa hidup tanpa uang? 'batin Sakira. Dalam buntelan itu tidak hanya berisi perak, disana juga terdapat pakaian khas negeri Awan. Mereka berdua tidak mungkin berjalan setengah telanjang di negeri awan yang konservatif dan berperadapan tinggi. "Hiss. " Saka mengulurkan lidahnya yang mampu menangkap bau. Saka melata menuju pohon tempatnya membawa Sakira yang pingsan. "Bundelanmu ada di sana, " tunjuk Saka. Dia melata menuju pohon kenangannya bersama Sakira. Begitu melihat buntelan yang ia bawa dari istana, Sakira melompat turun dari gendongan Saka. Dia senang melihat pakaian dan barangnya yang masih utuh. "Kita akan membutuhkan ini. " Sakira menuju ke arah Saka lagi. Dia mengulurkan tangannya kepada Saka, gerakan yang mirip dengan anak kecil yang minta digendong. Set. Sakira memeluk erat-erat buntelan bajunya. Saka kemudian membungkus tubuh Sakira dengan ekornya, mirip seperti lapisan roti gulung. Lalu Saka melata menuju lapisan tipis yang berkabut tebal itu. Duar! Ctarrt! Duar! Sakira yang dibungkus tubuh Saka tidak tau jika petir menyerang mereka berkali-kali ketika melewati satu lapisan. Pria itu seolah tidak terpengaruh dengan sambaran petir dan datang dari berbagai arah. Dia dengan tenang melewati tembakan petir yang datang dari berbagai arah. Lapisan kedua tidak jauh berbeda dengan lapisan pertama. Hanya saja, petir tadi menyambar bersama dengan bola api yang membara. Kedua element mengerikan itu datang bertubi-tubi menerjang tubuh Saka. Dan sekali lagi, Saka tidak terpengaruh. Setelah melewati lapisan kedua, Saka harus melewati lapisan ketiga. Kali ini penghalangnya bukanlah petir seperti lapisan pertama dan kedua, melainkan ilusi yang menggetarkan hati orang yang melewatinya. Saka yang naif harus berhadapan dengan ilusi yang menjebak. "Saka--" suara bisikan dari arah ekornya membuat langkah Saka terhenti. "Saka... Aku kepanasan. " Saka panik karena suara Sakira terdengar tidak nyaman. Dia kemudian melepaskan belitan ekornya pada Sakira. Secara mengejutkan ia melihat Sakura melepas pakaian dan mulai meraba-raba tubuhnya sendiri. Buntelan yang ia pegang jatuh ke tanah begitu saja. "Sa-Sakira--? " "Sayang, apa yang kau tunggu. Apa kau tidak ingin bereproduksi denganku? " Pose sensual Sakira menjungkir balikkan perut Saka. "Hisss, " desis Saka. " Aku, aku... " "Jika demikian datanglah. Tunjukkan dua belalai yang kau banggakan itu. " Sakira meliuk-liukkan tubuhnya seperti ular. Membuat Sasuke merubah ekornya perlahan seperti kaki manusia. Itulah ilusi yang sedang merasuki Saka. Sementara Sakira yang tubuhnya tidak lagi dililit Saka merasa aneh dengan kondisi Saka. Beast itu terdiam seperti tanpa jiwa. Lalu wajah putihnya memerah dan sedikit mimisan. "Eh, mengapa dia berguling-guling di tanah? " ''Saka!? " pekik Sakira ketika tubuh Saka berubah menjadi manusia seluruhnya dengan dua belalai yang bersemangat. Sakira menutup matanya. "Kyaa, ups bukan waktunya mengagumi si kembar yang berdiri. " Sakira pun berusaha fokus. "Apa yang terjadi padamu Saka!? " "Saka!? " 'Sepertinya dia sedang dipengaruhi oleh sesuatu. ' Sakira menarik kepala Saka ke dalam pangkuannya. Dia menepuk-nepuk pipi Saka agar segera bangun. ''Saka, sadarlah!" Sakira, Saka sedang dipengaruhi kabut ilusi. Hanya kau yang bisa membuatnya sadar kembali. Sakira mendongak ketika mendengar suara Ikaz. "Inikan suara Raja Naga, Ikaz. " Yah aku berbicara melalui pikiranmu. Satu-satunya cara agar Saka sadar adalah memberikan apa yang dia impikan. "Memberikan apa yang ia inginkan, " beo Sakira. "Hee? " Rambut Sakira serasa berdiri ketika mengetahui maksud dari Ikaz. Sakira ingin sekali mengutuk kabut ini. Mengapa penawar dari halusinasinya adalah memenuhi keinginan korban? Sedangkan yang Sakira tau keinginan terbesar Saka adalah bereproduksi dengannya. "Jika aku tidak melakukan itu? " Saka akan terperangkap ke dunia ilusi selamanya. "Crap. " Sudah tidak ada waktu lagi. Lagi pula ini hanya hubungan badankan, aku membutuhkan Saka untuk menolong negeri Awan. Perlahan Sakira mendekatkan bibirnya pada bibir Saka. Ini adalah kali pertama dia mencium seorang pria. Sensasi dingin langsung dirasakan di bibirnya yang hangat. Tanpa diduga, Saka membalas ciuman Sakira. Dia memasukkan lidahnya yang panjang dan bercabang ke mulut Sakira. Melilit lidah lembut Sakira dengan pandai. "Ngh... " "Kyaaa!" Gerakan Saka begitu piawai. Sakira bahkan tidak sadar jika lidah Saka sudah berada kedua dadanya. Saka tanpa sadar mengigit d**a Sakira. Jelas Sakira menjerit karena dua taring yang menembus dadanya--- membuat tato kepemilikan muncul di lengan Sakira. Tato itu mirip dengan Saka, berupa ular hitam kebiruan. Suara teriakan Sakira menyadarkan Saka dari dunia ilusi. Dia sangat terkejut melihat Sakira berada dibawahnya dan setengah telanjang. "Sakira, apa yang terjadi? " Kelegaan tersirat jelas di mata Sakira. "Syukurlah kau sudah sadar. Ayo kita ke negeri awan. " Bruk. Sakira pun pingsan karena rasa sakit di dadanya. Saka sangat panik. Dengan cepat dia membenahi pakaian Sakira dan membawanya melintasi lapisan terakhir pembatas dunia. Tbc.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN