Darren menatap Natt yang berdiri di tengah ruangan. Di salah satu kamar hotel yang biasa ia gunakan untuk meniduri teman kencannya. Setelah Fherlyn memberikan blasser untuk Natt kenakan, ia mengusir kakaknya tersebut dengan alasan akan mengurus anak buah dan mengantarnya ke tempat yang tepat, di sinilah tempat yang tepat untuk Natt.
“Tiga ratus juta dikali tiga ditambah hutangmu pada perusahaan. Apa kau bisa menghitung berapa malam yang harus kauberikan padaku?” Darren memecah keheningan tersebut. Duduk dengan kaki bersilang dan kedua tangan bersidekap, pandangan mata penuh cibiran melengkapi seluruh kearogansiannya. Merasa begitu besar di hadapan Natt yang sangat lemah dan tak berdaya. Yang perlu mengemis bantuan padanya, di saat beberapa waktu yang lalu wanita itu menganggap harga diri lebih segala-galanya dari uangnya.
Bibir Natt sama sekali tak bergerak selain menggigit bibir bagian dalamnya sendiri. Kepalanya masih dipenuhi pemikiran tentang kemungkinan tubuhnya harus dihinakan oleh pria tua bangka dan m***m itu. Ketakutan itu masih menggema memenuhi kepalanya. Akan tetapi, setelah terbebas dari tua bangka itu pun keadaannya saat ini juga tak lebih baik. Ia berhutang ratusan, ah tidak bahkan ribuan pada Tuan Darren. Yang juga begitu terobsesi untuk menidurinya.
Berapa malam ia harus melayani Tuan Darren untuk melunasi hutang-hutangnya? Natt sendiri tak bisa menghitung untuk menemukan jawabannya. Ia tak pernah tahu berapa juta yang dihabiskan Tuan Darren untuk meniduri wanita penghibur untuk satu malam. Wanita penghibur? Apakah sekarang ia harus menjadi wanita penghibur untuk Tuan Darren?
“Aku tak tahu tubuhmu ternyata memiliki nilai setinggi itu.” Tatapan Darren di tubuh Natt semakin intens. Meskipun ia sudah tak bisa melihat ketelanjangan yang menerawang di balik kain tipis yang dikenakan oleh Natt, tapi kaki jenjang berlapis kulit mulus, putih, dan lembut itu terlihat sangat menggoda. Membuat sesuatu dalam dirinya tergugah. Hanya cukup dengan melihat saja, Darren bisa merasakan kenikmatan yang ditawarkan dalam setiap inci kulit tersebut. Kemudian pandangannya naik ke atas. Menemukan kedua tangan Natt yang merangkul dirinya sendiri, merapatkan kain yang diberikan Fherlyn seketat mungkin seolah-olah melindungi diri dari tatapan kurang ajarnya.
Tapi, bukankah ia membayar semahal itu untuk melakukan tindakan kurang ajar pada wanita itu?
“Apa kali ini kau masih berpikir akan menolak semua kekurang ajaranku?”
Natt menahan cubitan keras dan kasar oleh kata-kata dan komentar Darren yang memang ditujukan untuk mencemooh dirinya. Ia menginginkan uang Tuan Darren dan Tuan Darren menginginkan tubuhnya. Meskipun pedih untuk mengakuinya, ini adalah hubungan yang saling menguntungkan. Atau setidaknya penampilan Tuan Darren tidak seburuk pria tua bangka itu. Natt memaksa menggelengkan kepala sekali walaupun gerakannya sangat kaku.
Darren menyeringai puas dengan gelengan kepala Natt sebagai jawaban, tapi ia butuh lebih. “Katakan dengan mulutmu, Natt. Selain untuk memuaskanku nanti, sepertinya mulutmu memiliki manfaat yang lain, kan?”
Natt sedikit mengangkat wajahnya dan matanya langsung bertatapan dengan manik Darren yang menajam menelanjangi dirinya. Pria itu menunggu, dan yang Natt khawatirkan hanya satu. Jika ia membuat Tuan Darren tersinggung, kemudian pria itu berubah pikiran dan mengembalikannya ke tua bangka genduk dan menjijikkan itu, maka ia tak punya pilihan selain menuruti keinginan Tuan Darren. Bibirnya terbuka meski sedikit, kepalanya menggeleng pelan dan menjawab dengan suara sangat lirih. “Tidak, Tuan.”
Seringai di bibir Darren semakin tinggi. Penuh kepuasan dengan penyerahan Natt. “Baiklah, karena aku tak suka menyentuh wanita dengan bekas pria lain, sebaiknya kau segera membersihkan dirimu sebelum melayaniku.”
Natt masih berdiri terpaku di tempatnya. Kepalanya tak berani bergerak sedikit pun. Membersihkan diri? Sebelum melayaninya? Ia ingat ketika Tuan Darren menciumnya di ruangan pria itu dan di rumahnya. Mencumbunya dengan cara yang tidak pernah Natt ketahui bahwa ternyata keintiman seorang pasangan bisa lebih dari sekedar berciuman bibir. Tuan Darren mencium lehernya, dan dadanya. Dan ia yakin, malam ini seluruh kulit di tubuhnya akan disentuh oleh pria itu. Itulah sebabnya Tuan Darren menyuruhnya untuk mandi.
“Apa kau akan berdiri terbengong di tempat itu sepanjang malam?” sergah Darren tak sabaran melihat Natt yang bukannya bergegas ke kamar mandi, malah berdiri mematung di tempat.
Natt tergelagap, matanya mengerjap dua kali dan langsung bergegas ke pintu kamar mandi dengan setengah berlari. Mengunci pintu tersebut rapat-rapat, seolah itulah satu-satunya sekat yang bisa menolongnya dari terkaman Tuan Darren.
Natt menyentuh dadanya yang bergetar hebat, menunggu dadanya bernapas dengan normal sebelum berjalan ke wastafel untuk menyeka wajahnya. Matanya masih merah dan jejak air mata masih begitu kentara di seluruh wajahnya. Rambutnya berantakan, begitu pun make up yang dipoleskan oleh anak buah Madam Lily juga belepotan di seluruh wajahnya. Namun, satu-satunya hal yang membuatnya sangat bersyukur adalah blasser putih yang membungkus tubuh bagian atasnya, menutupi lingerie yang nyaris tak memiliki kegunaan sama sekali sebagai sebuah pakaian.
Ah, Natt teringat wanita cantik dan baik hati yang memberikan pakaian ini kepadanya. Hanya untuk memperjelas keberengsekan Tuan Darren. Tuan Darren yang dianugerahi kekasih secantik itu, bagaimana teganya mengkhianati wanita baik hati itu. Seketika hati Natt dipenuhi rasa bersalah yang teramat besar pada wanita itu. Karena kini ia harus menjadi simpanan kekasih dari wanita itu.
Darren sudah hendak beranjak dari duduknya setelah menghitung dengan tak sabaran karena Natt menghabiskan waktu lebih lama dari biasanya seseorang di kamar mandi. Tetapi mendadak pintu kamar mandi terbuka dan ia membatalkan niatnya.
Dengan rambut basah, wajah segar, dan tubuh telanjang yang hanya dibalut jubah mandi -karena jelas di kamar mandi tak ada pakaian ganti untuk wanita itu, termasuk pakain dalam-. Sungguh penampilan Natt kali ini berkali-kali lipat lebih menggiurkan dari pada sebelumnya. Dan kali ini tubuh wanita itu sudah bersih dari bekas sentuhan-sentuhan pria menjijikkan itu.
Natt melangkah keluar kamar mandi dan berhenti di langkah keduanya. Ia tak tahu apa yang harus dilakukannya saat ini. Haruskah ia langsung naik ke atas ranjang? Ataukah menunggu Tuan Darren membawanya ke sana? Atau menunggu perintah selanjutnya? Natt sama sekali tak tahu.
“Makanlah. Setelah pelarianmu, sepertinya kau butuh kekuatan lebih untuk malam ini.” Darren menunjuk beberapa menu makanan yang sudah diletakkan di meja. Yang dipesannya selama Natt di kamar mandi. Pria itu melepas kaos melewati kepala dalam perjalanannya ke kamar mandi, yang membuat Natt mau tak mau langsung memalingkan wajahnya yang merah padam.
Natt sama sekali tak berselera makan, tapi rasa lapar yang melilit perutnya semakin menusuk ketika hidungnya mencium aroma sup yang menguar dari mangkuk di meja. Natt duduk di sofa, menatap pintu kamar mandi yang sudah tertutup dan suara shower mulai terdengar. Natt ragu untuk mengangkat sendok, tetapi ketika matanya melihat potongan daging ayam, udang, dan jamur di antara kuah yang berwarna merah kekuningan itu membuat liurnya menetes.
Menepis dilema dan lebih memilih rasa laparnya, Natt pun mengambil suapan pertama dan memasukkannya ke mulut. Melanjutkan hingga suapan berikutnya sampai kemudian ia tersadar ketika pintu kamar mandi digeser terbuka dan isi mangkuk sudah tandas.
Natt meletakkan mangkuk di tangannya ke meja dan melihat Darren yang telanjang d**a dan satu-satunya penutup ketelanjangan pria itu hanyalah handuk yang disangkutkan di pinggang. Satu tangan pria itu memegang handuk yang lebih kecil yang digunakan untuk mengeringkan rambut.
Pandangan mereka bertemu. Dengan langkah penuh ketenangan, Darren berjalan menghampiri sofa. Membungkuk di depan meja, menyodorkan segelas minuman jus untuk Natt dan mengambil cangkir kopi untuknya. Lalu duduk di sofa seberang tanpa melepaskan tatapannya dari Natt.
Natt menelan ludah. Dengan tangan bergetar, meraih gelas jus yang disodorkan Tuan Darren dan meneguknya untuk membasahi tenggorokannya yang kering karena tatapan terlalu dalam Tuan Darren.
“Habiskan,” ucap Darren melihat sisa jus yang masih tersisa setengah saat Natt hendak meletakkannya kembali ke meja.
Tangan Natt berhenti di udara, dan melakukan perintah Tuan Darren seperti unta yang dikeluh hidungnya. Menandaskan isi gelas dan meletakkannya di meja dalam keadaan kosong.
Di saat yang bersamaan, Darren pun sudah menandaskan kopinya. Membiarkan keheningan berlalu dan menikmati ketegangan yang menyergap Natt.
“Kemarilah.” Darren memecah keheningan tersebut karena mulai merasa tak sabar mencicipi tubuh Natt. Wanita itu benar-benar godaan terbesar yang pernah datang di hidupnya.
Pandangan Natt turun ke arah tangan Tuan Darren yang menepuk paha pria itu.
“Aku tak suka menunggu apalagi mengulang perintahku. Sepertinya kau perlu tahu itu untuk malam pertama kita merayakan hubungan kita yang mulai memiliki sedikit perkembangan.”
Natt bangkit berdiri, berjalan memutari meja dan tepat ketika jarak di antara mereka sudah cukup bagi Tuan Darren untuk meraih tubuhnya, pria itu menarik tangannya dan langsung menjatuhkan tubuhnya di atas pangkuan pria itu.
Natt masih belum sempat mencerna situasi mendadak itu, dan ia bahkan belum sempat terkejut. Wajahnya sudah ditarik dan bibirnya dilumat habis-habisan oleh Tuan Darren sebelum ia siap.
Natt yang kewalahan dan tak tahu harus melakukan apa, hanya membiarkan pria itu melakukan apa pun terhadap bibirnya. Tak cukup di bibir, kini bibir Tuan Darren merambat turun ke leher dan salah satu tangan pria itu sudah menyusup ke balik jubah mandinya. Natt terkesiap kaget di antara napasnya yang terengah ketika kulit tangan Tuan Darren menyentuh kulit telanjangnya di balik jubah mandi. Ketidak siapannya benar-benar tak dihiraukan oleh Tuan Darren, napas pria itu sudah menggebu dan hasrat sudah memenuhi seluruh pandangan pria itu.
Tak lama kemudian, tubuh Natt sudah berbaring pasrah di bawah tindihan tubuh Darren di ranjang dan wajah Darren tenggelam di d**a wanita itu. Kedua tangan Darren pun sudah memaku kedua tangan Natt di kedua sisi kepala wanita itu. Wajah wanita itu miring ke samping, bibirnya menutup rapat tak mengeluarkan kata-kata menusuk dan sok jual mahalnya. Akan tetapi, ketika Darren mengangkat wajah hendak melumat bibir Natt lagi. Niatnya yang hendak membuat wanita itu benar-benar telanjang bulat dan memuaskan hasratnya pada tubuh indah itu seketika menguap saat menemukan anak sungai yang mengaliri kedua mata yang tengah terpejam itu.
Natt tak tahu kenapa air matanya jatuh berhamburan. Lepas dari mulut harimau, kini ia masuk ke dalam mulut buaya. Kesialan yang bertubi-tubi yang datang dalam waktu yang bersamaan benar-benar membuatnya menyadari bahwa hidupnya begitu menyedihkan. Satu-satunya hal yang menjadi miliknya, kini pun harus raib dalam beberapa detik ke depan. Ia menangis untuk melepaskan harga diri yang ia pikir akan menjadi miliknya seumur hidupnya.
“Kenapa kau menangis?” geraman Darren tertahan di tenggorokan. Tak ada lagi hasrat yang mengaliri nadinya. Hilang tak berbekas dan digantikan oleh kemarahan yang bergemuruh di d**a.