Arsy - 6. Pacaran

2710 Kata
Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allâh, ikutilah aku, niscaya Allâh mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allâh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Ali Imran :31. Aku cukup terkejut saat melihat seorang laki-laki yang sibuk mencari buku di rak-rak buku islami. Rencanaku urung, kini aku malah mengintip laki-laki itu untuk memastikan kalau dia memang Daffa, dan bukan sekedar halusinasiku. Setelah yakin itu memang dia, aku mundur beberapa langkah lagi. Tapi kali ini langkahku terhenti saat tubuhku seperti menabrak seseorang. Refleks aku berbalik. “Kamu kenapa, Dek? Kayak ngelihat setan aja,” tegur Bang Nail. Aku bersyukur menabrak Abang, bukan orang lain. Aku tidak langsung menjawabnya dengan suara. Tapi aku melakukan gimik menunjuk-nunjuk ke arah rak buku Islami, tempat Daffa berada. Bang Nail menghembuskan napas, nampak heran dengan kelakuanku. Ia langsung maju beberapa langkah untuk melihat apa yang kumaksud. “Daffa?” kata Bang Nail pelan. Aku mengangguk, “Iya, Bang, Arsy kaget.” “Kenapa kaget?" tanya Bang Nail heran. "Em...." Aku masih memikirkan alasan. "Ini, buku-buku yang tadi kamu mau beli?" tunjuk Bang Nail kepada beberapa judul berserak di bawah, ia lalu berjongkok memungut buku-bukuku. "Hah?" Aku melihat kedua tanganku yang kini kosong. Subhanallah. Aku segera ikut memungutnya. Entah kapan aku melepaskan mereka semua. "Sudah," kata Bang Nail menumpuk buku yang dipungutnya ke tanganku. "Abang mau nyamperin Daffa, tumben kita ketemu di sini.” Bang Nail langsung beranjak. Kulihat beliau mencolek bahu Daffa secara halus. Aku ikut di belakang Bang Nail. Sementara Daffa nampaknya benar-benar sedang serius memilih buku. "Assalamu'alaikum," sapa Bang Nail setelah beberapa saat diabaikan. "Walaikumumussalam." Daffa mengangkat wajah dan terkejut, "Eh, Bang Nail..." "Sendirian?" tanya Bang Nail. "Iya nih, Bang." Daffa melongok, menemukan aku. "Assalamualaikum, Arsy." "Walaikumussalam," jawabku singkat. Bang Nail melihat isi rak di depan Daffa. "Kamu mau cari apa ke mall?" "Mau cari buku, Bang," jawab Daffa ramah dan penuh senyum. “Buku apa yang kamu cari? Mungkin kami bisa bantu. Abang sih gak terlalu doyan baca, tapi tetap Abang nemenin Arsy tiap bulan ke sini.” Aku hanya diam, masih bersembunyi di belakang Abang. "Maa syaa Allah," ucap Daffa takjub. "Hm? Kenapa?" tanya bang Nail heran. "Udah tau judulnya? Biar Abang bantu cariin." Daffa tampak canggung seketika, "Hm anu... itu, buku tentang Islam, Bang." "Lah, bukannya kamu Islam, Daff. Kok cari buku Islam?" Begitulah Bang Nail, selalu senang menggoda orang. "Maksud Daffa, buku untuk mendalami Islam, Bang. Soalnya perempuan yang ingin Daffa halalin itu agamanya bagus banget, Bang." Sejak tadi aku hanya menyimak percakapan Bang Nail dan Daffa tanpa niat menyela sama sekali. Tapi makin ke sini pembicaraan mereka malah membuatku jadi makin gugup. "Cie, gayamu, Daff. Emang udah siap ngehalalin anak orang?" "Insyaallah, Bang. Daripada berbuat dosa," jawabnya terdengar yakin sambil tersenyum malu. "Emang dia mau nikah sama kamu?" tanya Bang Nail sangat ingin tahu dan itu sukses membuatku lebih gugup lagi. "Belum sih, Bang. Tapi dia bilang kalau Daffa serius maka perjuangkan dia, makanya sekarang lagi belajar agama buat dia." Daffa tersenyum dalam suaranya. "Mana tau Allah jodohkan." "Daff, awas kamu keliru lho. Belajar agama itu jangan karena manusia, tapi karena Allah. Pertaruhkan semuanya pada Allah, kalau dia jodohmu maka kamu pasti bersamanya. Jangan sampai kamu mencintai mahkluk melebihi cintamu pada Allah dan Rasul, luruskan niatmu maka Allah akan membantumu," nasehat Bang Nail serius. "Gitu ya, Bang. Insyaallah, Bang. Maukah Abang membantuku belajar?" "Insyaallah, Daff, kita bisa belajar bersama. Nanti Abang ajak kamu datang ke majelis-majelis ilmu," kata Bang Nail tampak bersemangat. "Terimakasih, Bang." "Dek, kok diam aja sih?" tanya Bang Nail tiba-tiba melihatku yang terus bersembunyi di balik badannya. “Arsy udah selesai, bukunya. Arsy gak mau ganggu kalian," jawabku pelan. "Tapi kamu dengar, kan?" Aku merona, terasa panas pipiku. "Arsy dengar kok, Bang. Tapi Arsy nggak mau berkomentar." "Padahal pendapatmu penting lho, Dek?" Bang Nail tersenyum jahil. Apa maksudnya pendapatku penting? Jangan-jangan Abang tahu gadis yang dimaksud Daffa itu aku. "Maksud Abang?" "Iya, sebagai seorang perempuan, bagaimana pendapatmu tentang yang dilakukan Daffa. Dan menurutmu bagaimana jawaban yang diberikan pada Daffa oleh perempuan itu," jelas Bang Nail. Aku sedikit lega. "Oh. Menurut Arsy tindakan Daffa udah bagus kok, dia menunjukkan keseriusan dan menghormati sang perempuan. Tapi sebagai perempuan, Arsy juga perlu bukti kesanggupan," jawabku hati-hati. "Dan bukti seperti apa itu, Arsy?" tanya Daffa tiba-tiba. Aku berdeham, "Kalau Arsy sih, Arsy hanya ingin seorang laki-laki yang bisa membimbing Arsy untuk semakin dekat dengan Allah dan Rasul-Nya." "Insyaallah," sahut Daffa yakin. "Ehm. Kok Abang ngerasa kayak ada yang aneh, ya?" celetuk Bang Nail sambil menggaruk tengkuk. Aku menunduk sambil tersenyum. Kudengar Daffa juga sedikit terkekeh geli, mungkin menahan tawanya dan juga rasa malunya. “Maaf, Bang,” Daffa tersenyum malu, “Jadi kapan kita akan pergi ke majelis-majelis ilmu?” “Segera, Insyaallah,” jawab Bang Nail sambil menepuk-nepuk pundak Daffa. "Arsy udah bukunya?" "Udah, Bang." "Kami duluan, Daff. Assalamu'alaikum." "Waalaikumussalam." **** Setelah semuanya dipersiapkan dan diperhitungkan dengan matang, tak ada jalan lain selain ekskusi. Semua perencanaan sudah dihitung dengan cermat. Mulai dari konsep, jadwal acara, materi, dan hal lainnya yang menjadi tanggung jawab kami dalam melaksanakan acara mulia ini. Kami di sini sebagai pemateri acara Pondok Ramadhan atau biasa disebut pesantren kilat. Sesuai dengan kesepakatan, kali ini kami mengusung tema: "Say No to Pacaran! Mau pacaran? Halalin aja..." Pembawa materi kali ini adalah Bang Nail. Bang Nail memang sudah sering mengisi acara seperti ini meskipun dalam skala kecil, seperti dipengajian tiap jumat, masjid dekat rumah, atau kampus. Dai Muda, begitu aku biasa menggodanya. Aku duduk di barisan panitia sambil menghadap ke panggung acara. Suasana di sini sangat ramai dan murid-murid juga terlihat antusias. Senja sore membuat suasana lebih tenang. Sebentar lagi, acara akan segera dimulai. Kami menarik napas, mengucap nama-Nya berkali-kali dan bersalawat atas Nabi. Perbanyaklah kalian membaca sholawat kepadaku pada hari dan malam jum’at, barang siapa yang bersholawat padaku sekali niscaya Allah bershalawat kepadamu sepuluh kali. HR. Al-Baihaq. Seorang MC yang berasal dari salah satu siswa mulai membuka acara. Kegiatan ini akan berlangsung insyaallah sampai sebelum magrib, dilanjutkan dengan buka bersama dan magrib berjamaah. Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kamu bertakwa. QS. Al Baqarah: 183. "Jadi, barang siapa yang tidak berpuasa di bulan suci ini, berarti dia belum bertakwa, na'udhubilahi mindhalik. Nah, selain memperbanyak amal dan ibadah, tentunya kita harus imbangi juga dengan menahan hawa nafsu dari hal-hal yang dilarang oleh Allah. Hal-hal berikut ini akan membuat nilai puasa kita bolong, sebenarnya juga tidak boleh dilakukan meski bukan di bulan Ramadhan, sih. Seperti contohnya menggunjing, menghina, berkata kotor, berkelahi, dan... berpacaran." Siswa MC tersebut sepertinya sengaja mengatakan kata pacaran pada akhir kalimatnya. Aku tersenyum, bisa kulihat sebagian peserta tersentak mendengar kata pacaran. Itu membuatku makin yakin, materi ini memang paling penting untuk remaja seusia mereka. "Ayo... di sini siapa yang suka seperti itu?" kata pembawa acara tersebut mengedarkan pandangan dan menggoda. Peserta mulai riuh. Sebagian saling tunjuk yang lain, juga diikuti tawa teman-temannya. "Nah, kali ini kita akan membahas salah satu larangan yang saya sebutkan barusan, dan materi ini akan dibawakan oleh pemateri ganteng yang sudah hadir di antara kita. Bang Nail! Mari kita sambut beliau dengan takbir!” “Allahuakbar!” balas seluruh peserta kompak. Semua kepala sekilas menatap sosok yang muncul. Aku geli sendiri melihat Abang yang bukan malu, tapi malah tersenyum percaya diri atas pujian itu. Meskipun memang ganteng, Insyaallah Bang Nail lebih ganteng lagi dengan akhlaknya. “Assalamu’alaikum, Bang Nail.” "Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh," Bang Nail tersenyum segar dan bersemangat. "Bang, saya baca ini temanya: Say no to Pacaran, mau pacaran? Halalin aja… Ini menarik, Bang. Apalagi, buat kita sebagai pelajar SMA yang selama ini dekat dengan dunia pacaran. Saya jadi penasaran, Bang. Teman-teman di sini pada penasaran juga, kan? Yuk, langsung saja kita dengarkan pesan-pesan Bang Nail dari tema kita kali ini." Bang Nail mengambil alih. Tampak sekali kalau beliau memang sudah sangat biasa bicara didepan umum. Sama sekali tak ada canggung atau gugup. Peserta pun nampak antusias menyimak. "Allah mengatakan Fattarabbasu: hati-hati... Jodoh itu sudah diatur, dan Allah tidak akan mendzalimi umat-Nya, Allah Maha Adil. Pertaruhkan saja segalanya pada Allah. Jadi, nggak perlu minder kalau single. Single plus single nanti jadi kok, album keluarganya. Insyaallah. Karena jaminan yang pasti itu hanya dari Allah. 'Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah mengembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan (mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu. QS.An-Nisaa:1 Kenyataannya kebanyakan dari kita memilih jalan yang lain, lebih memilih jalan berpacaran untuk menemukan jodoh, pas giliran sakit hati ngadunya ke Allah. "Yah, Bang, kalau saya nggak pacaran dari mana saya tahu watak suami atau istri saya nanti. Jadi, kan pacaran dulu Bang, biar tahu dianya gimana,” ucap Bang Nail mencontohkan pertanyaan yang kemungkinan besar ada di benak semua hadirin di sini. “Adakah jaminan bahwa kita pacaran lama, terus kita akan tahu karakter pasangan kita? Tidak ada! Kecuali jaminan dari Allah. Cukup pantaskan diri kita. Karena apa? Karena jodoh itu adalah cerminan diri kita. Pacaran itu banyak bohongnya, benar tidak?" Bang Nail meminta pendapat dari pendengar. Beberapa murid berkata benar dan ada beberapa yang bilang tidak. "Satu orang yang jawab tidak sini, silakan maju, kita ngobrol sebentar. Jangan takut Abang cuma mau nanya," pinta Bang Nail dengan wajah tersenyum. Seorang siswa dengan malu-malu menuju Bang Nail diikuti mata teman-temannya yang penasaran. "Pernah nggak, ngalamin ada suatu waktu diajak jalan sama pacar? Nah, kebetulan ibu minta anter juga?" "Pernah, Bang." "Terus yang dianter siapa akhirnya?" "Ibu, Bang. Saya bilang ke pacar, saya sakit." Koor kata 'bohong' terdengar riuh sesaat. Bang Nail tersenyum simpul. "Nah, kan, walau niatnya baik untuk mengantar ibu tapi alasannya adalah bohong, takut pacarnya marah kalau ketahuan nganter ibu," kata Bang Nail sambil akrab merangkul Ardi. 'Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka jangan sekali-kali dia berkhalwat dengan seorang wanita tanpa disertai mahramnya, karena setan akan menyertai keduanya. HR. Ahmad. Dari hadist ini dapat kita simpulkan, berdua-duaan dengan yang bukan mahramnya itu tidak diperbolehkan alias haram, nggak ada nego." "Kalau berempat, boleh Bang?" celetuk siswa tersebut membuat semua yang di sini tertawa lagi. "Berempat, tapi dua pasang tetaplah tidak diperbolehkan. Mau berenam, berdelapan, bersepuluh dan beramai-ramai kalau tujuannya untuk pacaran berarti kalian melakukan dosanya berjamaah, benar tidak?" Siswa tersebut berpikir dan mengangguk tertunduk. "Apa yang Allah haramkan itu jelas. Yakinlah, selalu yang Allah larang adalah hal buruk, segala yang buruk dan merusak itu sudah pasti Allah haramkan. Alkohol, n*****a, pacaran, dan lain-lain, Allah itu Maha Baik. Maka berprasangka baiklah kepada-Nya. Firman Allah: Aku sesuai prasangka hamba-Ku." Siswa tersebut kini dipersilakan duduk kembali. "Bang kalau pacaran islami ada nggak, bang? Ngingetin sholat, ibadah dan lain-lain. Kira-kira gimana jawabnya?" Semua menggeleng dan diam saling lihat satu sama lain. "Saya jawab ada, berpacaran setelah menikah. Itu pacaran yang halal. Mau pegangan tangan, mau pelukan sudah sah, nggak akan dapat dosa, malah berpahala. Jadi yang belum siap menikah, jagalah pandangan dan kemaluan kalian. Ini nih terutama bagi perempuan, janganlah sampai tergoda kata-kata cinta dari seorang laki-laki, kalau dia benar serius dan cinta terhadap kalian pasti dia akan memintanya baik-baik pada orangtua kalian. Tapi... kalau dia bilang cinta dan maukah kamu jadi pacarku? Maka cuma ada satu jawaban, yaitu TIDAK! Perintah Allah dan Rasul saja dia abaikan, apalagi kamu yang hanya sekedar pacarnya. Benar tidak? Allah sudah jelas melarangnya pacaran saja dia langar, apalagi kalian yang cuma sekedar pacar? Pasti ditinggalin." “Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. QS. Al-Israa’: 32. Bang Nail menatap para peserta dengan tatapan yang teduh lengkap pula ulasan senyum khasnya. "Jadi teman-teman, di sini masa depan kita masih panjang. Jangan nodai pendidikan kalian dan jerih payah orangtua dengan berpacaran. Mending habis lulus, nikah aja daripada pacaran." "Belum kerja, Bang," celetuk seorang siswa. Bang Nail tersenyum. "Gitu ya? Baiklah, Abang tanya. Kalian pacaran, kalau mau jalan atau kencan istilahnya, bayarin ceweknya nggak? Ngasih hadiah ceweknya nggak kalau ulang tahun? Padahal kadang orang tua ulang tahun boro-boro kasih hadiah, inget aja enggak. Balik lagi, uangnya tadi dari mana itu? Kan, belum kerja? Minta orang tua? Iya kalau mintanya baik-baik, kalau sambil ngancem? Jadi masih mau jadikan alasan belum kerja buat nggk nikah? Coba pikir, kalau memang belum kerja ngapain pacaran?" Para siswa diam mendengarkan, jelas sekali nggak bisa nyangkal untuk pertanyaan ini. "Terus untuk yang cewek nih. Kalau mau jalan pasti dandan dulu, pakaian harus bagus. Uang dari mana? Masih minta orang tua, kan? Uang aja masih minta, tapi janji mau bahagian anak orang sambil pacaran? Mikir deh, kalau beneran cinta itu ngajaknya ke surga bukan ke neraka. Jadi, intinya pacaran sama nikah itu sama-sama mengeluarkan biaya. Bedanya biaya satunya buat tiket ke surga satunya biaya buat tiket ke neraka." Aku mengangguk paham. Terus kenapa orang bertahan dengan pacaran, tapi takut menikah? Karena dosa itu melalaikan, Arsy! Iblis menjadikan segala dosa itu indah. "Pokoknya pacaran itu banyak negatifnya. Apalagi kalau sampai kebablasan, pasti nambah dosa lagi. Apalagi kalau sudah kejadian, pasti nyesel. Jadi adek-adek, mari kita jaga hati, jaga pandangan kita agar kita kelak menjadi calon imam dan makmum yang dirahmati Allah. Abang pernah SMA, pernah seusia kalian, pernah senakal kalian, atau mungkin, Abang dulu lebih nakal dari kalian? Hm, bisa jadi," gumamnya kepada diri sendiri. Serentak yang lain tertawa, dan juga ada yang mengeluarkan nada tudingan. "Abang manusia, guys. Jiwa muda gitu lho. Tapi Abang, Alhamdulillah mendapat hidayah lebih cepat, dan saat ini semoga Abang bisa sedikit memberikan sebuah inspirasi, menjadi orang yang Allah amanahkan untuk menghantarkan hidayah kepada kalian yang masih setengah tergoda oleh bujuk syaitan. Jadi mari kita sama-sama memperbaiki diri, jauhkan diri dari kemaksiatan yang menyesatkan, jangan tunggu nanti-nanti untuk bertaubat karena mati tidak menunggu taubat kita teman-teman." Tak terasa waktu bergulir. Semburat merah mentari mulai beranjak pergi. Kini pembawa acara mengambil alih lagi untuk memulai sesi tanya jawab. Salah seorang anak perempuan mengangkat tangan, "Saya Diana dari kelas 12 B. Saya punya teman, dia dan pacarnya sering bertemu tapi karena takut timbul fitnah saya kadang suka diajak untuk menemaninya. Padahal saya sudah pernah bilang pacaran itu tidak boleh, tapi dia maksa untuk saya ikut menemaninya. Kira-kira apa yang harus saya lakukan untuk menolaknya, Bang? Dan apakah saya juga berdosa bila tetap ikut menemaninya?" Bang Nail mengambil mikrofonnya lagi. "Dilema ya, di satu sisi dia teman kita. Di sisi lain, dia sedikit bermain dosa. Bukan sedikit sih, tapi lebih tepatnya malah ngajak-ngajak. Menurut Abang, tolak dengan tegas. Kenapa? Kalau Diana ikut menemani mereka, berarti kamu ikut mendekati zina. Berpandangan itu akan menjadikanya zina mata, berpegangan tangan itu juga termasuk zina. Yang lebih bahaya, takutnya kamu ikutan baper dan malah akhirnya ikut-ikutan pacaran. Tolaklah dengan tegas, kalau bisa kasih pengertian pelan-pelan dengan dalil yang sudah Abang sampaikan hari ini, InsyaAllah temen Diana bakalan ngerti kok," jelas Bang Nail. "Ada lagi?" MC mengedarkan pandangan, dan satu tangan lagi menarik perhatian. "Saya, Rayan kelas 12 A. Saya ingin bertanya kalau seandainya pacaran tidak dibolehkan, maka bagaimanakah dua orang insan bisa menikah padahal mereka belum saling kenal?" "Oke, sepertinya ini pertanyaan yang mewakili hampir sebagian yang hadir. Abang akan coba jawab, bukankah beliau Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam telah mengajarkan dan mempraktekkan bagaimana tata cara menuju pernikahan? Apakah beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengajarkan kepada kita cara mencari pasangan hidup dengan pacaran? Wahai teman-teman, hendak ke manakah lagi engkau palingkan sesuatu yang telah jelas dan gamblang ini??!!! Kalau seandainya yang demikian (pacaran) dapat mengantarkan kepada kebaikan, tentulah beliau Rasulullah Shallallahu Alaihi Wa Sallam telah mengajarkannya lebih dulu kepada kita. Dan nyatanya beliau tanpa pacaran mendapatkan istri seperti Ibunda Khadijah. Yang keimanan dan pengorbanannya untuk perjuangan agama Islam tidak diragukan lagi." 'Sesungguhnya Allah dan Malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang beriman, bersholawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.' Al-Ahzaab: 56. "Abang dulu pernah pacaran?" tanya seorang tanpa mengangkat tangan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN