Arsy - 16. Ridho

1654 Kata
Dan pergaulilah istrimu dengan (akhlak yang) baik. Kemudian jika kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena boleh jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allâh menjadikan padanya kebaikan yang banyak. Q.S An-Nisâ' : 19. Kami sedang membicarakan masa lalu. Awalnya karena keingintahuanku yang lancang, kini aku mendapatkan balasannya. Daffa sudah menjawab semua pertanyaanku, tapi bagiku menjawab pertanyaan yang sama tersebut sedikit berbeda. "Kalau Adek?" Dia balik bertanya padaku tentang bahasan masa lalu, tentang sosok laki-laki yang pernah singgah dan menjamah hatiku dan sebagai jawaban, aku malah semakin merapat padanya seraya menangis. Kusadari tingkahku membuatnya panik, tapi tak bisa kuhindari kenyataan kelam yang dulu memang milikku. "Dek, kenapa malah nangis? Aa salah ngomong ya? Oh iya, Adek kan nggak mungkin pacaran, Abi dan Bang Nail pasti sangat menjaga Adek. Udah, jangan nangis lagi. Maaf ya." Kalimat husnudzon yang terucap itu malah semakin membuatku menangis dalam penyesalan. "Maafin Arsy, Aa, maaf." Tangannya terangkat menggaruk kepala, "Kok minta maaf? Harusnya Aa yang minta maaf." "Arsy nggak sebaik itu, Aa." "Maksudnya?" tanya Daffa tampak bingung. Aku mencoba untuk menahan air mataku dan mulai bicara, Daffa sekarang suamiku dan aku harus jujur padanya. "Aa, dulu Arsy... Arsy pernah sempat mengenal kata pacaran, Aa. Arsy pernah punya pacar." Setiap ummatku akan diampuni, kecuali orang-orang yang berterus-terang dalam bermaksiat. Dan di antara perbuatan berterus-terang dalam bermaksiat ialah, bila seseorang melakukan kemaksiatan pada malam hari, lalu Allah telah menutupi perbuatannya, akan tetapi ia malah berkata: “Wahai fulan, sungguh tadi malam aku telah berbuat demikian dan demikian,” padahal Rabbnya telah menutupi perbuatannya, justru ia malah menyingkap tabir Allah dari dirinya. HR. Muttafaqun ‘alaih. Kuperhatikan raut wajahnya yang terkejut, tapi hanya sesaat. "Oh begitu." Rasanya hatiku sakit mendengar balasan yang mengambang tersebut. "Tapi Demi Allah, Arsy nggak pernah ngapa-ngapain, Aa. Pegangan tangan aja enggak. Arsy dulu begitu naif, sehingga dengan mudahnya menerima laki-laki yang bilang suka sama Arsy. Iman Arsy begitu tipis sampai terjerumus rayuan saiton." "Iya sudah, Aa percaya sama Arsy. Anggap saja itu pembelajaran. Setiap manusia punya masa jahiliyahnya." "Tapi Arsy malu Aa. Aa nggak pernah pacaran sedangkan Arsy pernah." "Semua punya masa lalu, sayang. Seperti yang tadi Aa bilang. Tapi bukankah Allah itu menerima setiap hambanya yang memperbaiki diri dan bertaubat? Aa juga bukan gak punya cela. Aa juga punya masa lalu, Adek bisa baca diproposal taaruf Aa." "Tapi, Aa begitu mulia memandang Arsy dan ternyata Arsy nggak semulia itu, Aa. Aa pasti kecewa." "Bagi Aa, Adek tetap bidadarinya Aa. Udah jangan dipikir lagi. Masa lalu itu. Aa nggak mau bidadari Aa ini besok matanya bengkak. Nanti malah dipikir Abi, Aa jahatin Adek. Bisa-bisa diusir Aa," celotehnya dengan senyum lebar. Aku masih terisak, "Makasih ya, Aa." "Sama-sama sayang. Lebih baik kita beribadah. Mau kan, beribadah dengan Aa?" ucapnya lembut seraya mengelus bekas airmataku. Aku jawab dengan anggukan kepala. Setelah sholat dua raka’at, tidurku malam ini menjadi ibadah kewajibanku yang pertama sebagai seorang istri. Dengan sahnya Daffa menjadi suamiku, sudah pasti hidupku akan mengalami banyak perubahan dengan cepat. Aku harus tunduk kepada suami dan harus mematuhi seluruh perintah suami selama itu menujukkan kepada kebaikan. Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya. HR. At- Tarmidzi, Ibnu Hibban dan Baihaqi. *** Pagi ini setelah pulang dari salat subuh berjamaah Daffa mengecup keningku dengan manja, lalu menatap wajahku dengan tatapan yang begitu tenang. Aku gemetar bercampur rasa bahagia. Aku masih belum terbiasa, tapi aku juga tak bisa menolak. Meski setelah semalam kami menjadi sepasang suami istri lahir dan batin, tetap saja rasa gugup itu masih aku rasakan. "Nanti kuliah selesai jam berapa?" "Jam sebelas, Aa," jawabku. Kini jemarinya mengelus pipiku lembut, "Ya sudah nanti Aa jemput. Habis itu kita ke tempat kerja Aa, ya?" "Iya, Aa," jawabku sedikit lesu, masih teringat obrolan semalam. "Udah dong sayang, jangan sedih gitu. Aa kan nggak marah sama Arsy." "Tapi, Arsy malu, Aa." "Malu itu adalah tandanya kita beriman. Sudah, itu kan masa lalu. Aa ngerti kok." "Aa pasti kecewa, kan?" "Rasa cinta Aa lebih besar dari pada kecewa Aa. Ampunan Allah juga lebih luas daripada langit dan bumi. Lagipula, yang Aa jadikan istri adalah Arsy yang sekarang, bukan yang dulu. Jadi udah ya, jangan dipikirin lagi. Oke?" "Makasih, Aa." "Sama-sama, sayang." Aku memang sudah berusaha keras untuk melupakan pengakuanku semalam. Meskipun Daffa sudah memaafkan, tetap ada sesuatu yang mengganjal hatiku. Aku sangat merasa bersalah. Seharusnya aku tidak perlu mengenal kata pacaran, sebab dari dulu pun Abi sudah melarangku. Meski Daffa memang menjadi yang pertama secara lahir dan batin menjamahku, tapi dia bukan satu-satunya yang menghadirkan sejarah romansa di hatiku. Ada rasa sesal terdalam saat kini suamiku bukanlah orang pertama dan satu-satunya. Sesuai janji tadi pagi, Daffa menjemputku saat jam kuliah selesai. Tak berbicara banyak, kamu langsung melajukan kendaraan menuju tempat kerjanya. "Hai, Bro, lama tak jumpa. Gimana punya kabar?" sapa seorang laki-laki kepada Daffa saat kami tiba di parkiran. "Alhamdulillah baik, Ki. Kamu sendiri gimana?" "Alhamdulillah baik juga." Dia sejenak peka akan kehadiranku. "Ngomong-ngomong siapa nih, saudara kamu, ya? Kok gak pernah cerita kalo punya..." "Bukan. Ki, kenalin istriku, Arsy.” Lalu Daffa menoleh ke arahku, “Dek, ini temen Aa, namanya Riski." Aku hanya diam menangkupkan tangan di depan d**a. "Istri? Serius?! Kapan nikah? Wah, gak pernah pacaran tau-tau udah nikah aja. Tega ya, nggak ngundang-ngundang." Daffa tersenyum malu-malu. "Aku ngundang kok, Ki. Emang undangannya nggak nyampe?" "Masa sih? Kapan?" "Ada." "Nggak tahu, Bro. Baru balik dari luar kota sih, mungkin undangannya ada di rumah kali, ya." "Nih..." Daffa merogoh tasnya lalu menyerahkan undangan resepsi yang kebetulan baru selesai dicetak. "Yaudah, nanti habis lebaran kamu datang ke resepsi kita aja ya." "Selamat ya, Bro. Luar biasa. Udah nikah aja." "Nikah itu enak, Ki. Udah nggak takut dosa, dapat pahala malahan." Aku yang dari tadi diam memperhatikan hanya ikut membenarkan dalam hati. "Iya deh, iya. Mentang-mentang penganten baru." Daffa sekali lagi tersenyum malu-malu. "Lagi gak ada project, Ki?" “Di-cancel dulu, Daff. Udah kangen sama orangtua. Yaudah, aku balik dulu Daff. Udah seminggu lebih kagak pulang. Nyokap udah kangen berat katanya." "Hati-hati, Ki." Riski melemparkan pandangannya ke arahku, "Selamat berbahagia Arsy, sampai ketemu lagi ya!" "Aamiin. Iya, Kak," jawabku sopan. Perjalanan kami yang terhenti segera dilanjutkan. Daffa menggandeng tanganku dengan mantap. Aku sedikit terkejut, tapi lama-lama terbiasa. Kami berjalan ke arah sebuah ruangan yang masih tertutup pintunya. Ruangan atasan Daffa. Daffa mengetuk pintu, "Assalamua’laikum." "Wa'alaikumussalam, silakan masuk," jawab sebuah suara dari balik pintu. Daffa tersenyum padaku lalu membuka pintu tersebut. Yang pertama kami lihat, sebuah ruangan dengan sofa tamu, meja kerja berisi laptop dan tumpukan buku, map, juga dokumen. Seseorang sedang membelakangi kami, nampak khusyuk dengan sesuatu di tangannya. "Om Roy...." panggil Daffa mendekat. Beliau berbalik, lalu tersenyum. "Eh Daffa. Masuklah. Wah bawa istri segala nih." Seingatku beliau salah satu undangan dari pihak Daffa kemarin, tepatnya teman Ayah. "Silakan duduk, Nak Arsy." "Iya Oom, makasih. Maaf ganggu, Om." "Nggak apa-apa, kan om yang ngundang kalian ke sini. Harusnya Oom yang bilang maaf, ganggu kalian pacaran," balasnya santai. "Lagi puasa Oom. Ngomong-ngomong ada apa, Oom? Tiba-tiba nelpon Daffa?" "Silakan duduk." Beliau kemudian ikut duduk di sofa tamu. "Gini Daffa, Oom kan ada project tentang pernikahan muda, nah kebetulan dan pas banget kalian itu nikah muda dan baru aja nikah. Jadi, Oom mau minta tolong sama kalian untuk mengisi acara ini. Materinya sih seputar penikahan dan juga Ramadhan. Gimana sih pasangan muda yang ibaratnya masih dengan jiwa mudanya menghadapi Ramadhan bersama pasangan gitu." "Waduh Oom, Daffa juga masih belajar. Kalau sebagai pengisisi acara, takutnya salah kaprah." "Ah Daffa kamu ini merendah banget sih. Kalau Arsy sendiri mau nggak?" tanya beliau tiba-tiba beralih padaku. Aku yang awalnya hanya menyimak jadi gelagapan. "Em, itu Oom.... Arsy ikut apa kata suami aja, Oom." "Gimana Daffa? Ayolah. Siapa tahu makin banyak yang terinspirasi dari kisah kalian." "Duh Gimana ya Oom. Nanti Daffa pikirkan dulu. Apa bisa, Oom?" "Bisa, bisa. Pikirkan aja dulu Daffa, lebih bisa lagi kalau bilang iya." Beliau tersenyum, "Oom tunggu sampai pekan depan, ya." "Insyaallah, Oom," balas Daffa tersenyum. Oom Roy mengangguk mantap. "Gimana nih rasanya menikah muda?" "Alhamdulillah, Oom. Adem hati dan pikiran. Dapat bidadari lagi. Oh ya Oom, pernikahan ini belum ada yang tahu, kan, Oom?" "Tenang Daffa, pokoknya aman." "Alhamdulillah, Daffa cuma pingin Ramadhan gak diganggu, biarlah mereka menebak-nebak dulu." Oom Roy mengangguk tanda paham. "Eh Daff, Kakak Oom juga lagi nyari orang nih. Dia ada usaha baju syar'i gitu. Boleh nggak kalau Arsy jadi modelnya?" Aku terkejut bukan kepalang. "Maaf Oom, bukannya nggak sopan, atau nolak rejeki tapi Daffa pengennya..." "Bentar, Daff. Ini bukan model yang harusin Arsy buka cadar kok," potong beliau cepat. Daffa tersenyum padaku, "Daffa tetap pada pendirian Daffa, Oom. Biarlah bidadari satu ini cukup Daffa yang lihat." Ada tiga golongan manusia yang tidak akan dilihat oleh Allah (dengan pandangan kasih sayang) pada hari kiamat nanti, yaitu: orang yang durhaka kepada kedua orang tuanya, perempuan yang menyerupai laki-laki, dan ad-dayyuts…” #Makna ad-dayyuts adalah seorang suami atau bapak yang membiarkan terjadinya perbuatan buruk dalam keluarganya. Lawannya adalah al-gayur, yaitu orang yang memiliki kecemburuan besar terhadap keluarganya sehingga dia tidak membiarkan mereka berbuat maksiat. HR. An-Nasa-i. Aku kira tadi Daffa akan mengiyakan, tapi ternyata jawabannya membuatku semakin yakin untuk menjadikan dia imamku dunia akhirat. Oom Roy seketika terpukau, sama sepertiku. "Maa sya Allah, oke deh kalau begitu. Benar kata Alquran. Yang baik pasti dapat yang baik juga." "Aamiin. Alhamdulillah. Yaudah Oom, Daffa mau balik dulu." "Oke. Salam untuk Abi kalian, bilang buku referensinya luar biasa." Aku lega, "Insyaallah Arsy sampaikan, Oom." Jauhilah olehmu perbuatan-perbuatan nista yang telah Allah larang, dan barang siapa yang melakukannya, maka hendaknya ia menutupi dirinya dengan tabir Allah Azza wa Jalla. Karena barang siapa yang menampakkan kepada kami jati dirinya, maka kamipun akan menegakkan hukum Allah. HR. Baihaqi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN